Tak perlu menjelaskan pada siapapun tentang dirimu. Karena yang menyukaimu tak butuh itu, dan yang membencimu tak akan mempercayainya.
Dalam hidup aku sudah merasakan begitu banyak kepedihan dan kecewa, namun berharap pada manusia adalah kekecewaan terbesar dan menyakitkan di hidup ini.
Persekongkolan antara mantan suami dan sahabatku, telah menghancurkan hidupku sehancur hancurnya. Batin dan mentalku terbunuh secara berlahan.
Tuhan... salahkah jika aku mendendam?
Yuk, ikuti kisah cerita seorang wanita terdzalimi dengan judul Dendam Terpendam Seorang Istri. Jangan lupa tinggalkan jejak untuk author ya, kasih like, love, vote dan komentarnya.
Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan dalam setiap ujian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DTSI 25
"Jaga mulutmu, Ningsih. Aku tak sudi kalau harus membayar biaya perawatan Salwa. Ini kesalahan kamu, jadi jangan memintaku untuk bertanggung jawab. Urus saja sendiri, aku tidak perduli." Bentak Wandi yang langsung mendapatkan sindiran sindiran dari beberapa orang yang ada di sekitar mereka. Sedangkan Ningsih memilih diam, karena percuma berdebat dengan manusia tak berhati seperti Wandi. Hanya akan semakin membuatnya sakit hati dan emosi saja.
"Pergilah, kami gak butuh kamu disini." Usir Ningsih dengan wajah mengeras.
"Oh, kamu mengusirku?
Sudah punya apa kamu, berani mengusirku untuk melihat keadaan anakku sendiri, hah?" Bentak Wandi yang tak terima.
"Lalu, apa gunanya kamu ada di sini, mas?
Keluar duit gak mau, jagain Salwa dan menggantikan tugasku merawat Salwa juga kamu gak mau. Lalu, buat apa kamu ada di sini?" Balas Ningsih santai, namun matanya menyorot tajam pada Wandi yang bahkan tak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Justru mulutnya terlihat mrncebik khas orang yang tengah meremehkan.
"Lihat tuh anakmu, memang dia mau aku sentuh? Paling kamu yang sudah meracuni anakku untuk benci sama aku, ngaku saja kamu. Dasar perempuan licik!" Sungut Wandi yang masih belum berhenti dari menghardik Ningsih.
"Terserah kamu sajalah, mas. Aku capek dan males ngladeni omongan kamu itu. Seperti ikut gak waras." Kekeh Ningsih yang memang sudah muak dengan kelakuan Wandi.
"Kurang ajar! Perempuan kere dan murahan saja kok lagaknya sok segala." Bibir Wandi yang tidak di gubris sama sekali oleh Ningsih, malu dengan pasien lainnya. Mendiamkan Wandi adalah keputusan yang tepat saat ini, itu yang ada dipikiran Ningsih.
Salwa diam saja, meskipun ada ayahnya tapi dia enggan untuk menyapa. Rasa sakit, kecewa dan takut mendominasi pikiran gadis kecil itu akan sosok Wandi.
Ningsih sudah tidak memperdulikan Wandi, mau apa dia sudah tak dihiraukannya lagi. Ningsih memilih diam, duduk di atas ranjang bersama Salwa. Sedangkan Wandi dengan tak tau malunya, membuka isi lemari kecil yang ada di samping ranjang Salwa. Banyak makanan ringan dan buah di dalamnya. Buah tangan dari para tetangga dan juga teman temannya Ningsih saat menjenguk Salwa. Wandi yang memang urat malunya sudah putus, mulai memakan makanan dengan sangat lahap, mirip orang yang kelaparan, menjijikkan. Ningsih yang melihat sampai mual karena kelakuan Wandi.
"Buahnya jangan dihabiskan, itu buat Salwa." Celetuk Ningsih yang sudah sangat kesal melihat tingkah Wandi. Bukannya pelit, tapi Wandi memang sudah sangat keterlaluan. Sudah datang tidak bawa apa apa, bisa bisanya dia dengan enteng menghabiskan beberapa bungkus makanan kesukaan Salwa.
"Kenapa?
Dasar pelit, cuma makanan murahan saja kok ribut, cuih!" Sinis Wandi mencemooh, padahal dia sudah menghabiskan banyak makanan yang dia hina murahan.
"Oh, sudah tau itu makanan murahan, kenapa kamu bisa habis sebanyak itu. Jangan jangan kamu gak pernah makan karena gak sanggup beli, sangking hematnya biar bisa mencukupi kebutuhan istrimu yang kayak orang kaya itu, kasihan!" Sahut Ningsih dengan senyuman sinis.
"Kembalikan makanan itu ke tempatnya, dan jangan sekali kali kamu menyentuhnya lagi. Datang tidak bawa apa apa, bisa bisanya ngambil dan menghabiskan tanpa permisi dulu, malu dong malu." Sindir Ningsih yang memang sudah sangat kesal dengan sikap semaunya Wandi.
Brak!
Wandi menggebrak lemari kecil di depannya, matanya melotot tajam pada Ningsih. Merasa harga dirinya sudah di injak injak oleh mantan istrinya itu.
"Jangan banyak omong kamu, apa kamu pikir aku tidak kuat beli makanan seperti ini, hah?
Beli satu kardus pun aku juga mampu." Balas Wandi dengan angkuhnya, Ningsih tersenyum kecut dan muncul ide di otaknya untuk mengerjai Wandi.
"Oh iya, wah hebat dong. Kalau begitu, hitung tuh, sudah berapa bungkus yang kamu habiskan, ganti! Masak gak malu sih, nafkahi anaknya gak pernah, eeh ini malah mau makan gratis rejeki anaknya, amit amit deh!" Ejek Ningsih dengan senyuman lebar, akhirnya bisa mengembalikan omongan Wandi dan membuat laki laki itu semakin merah padam.
"Kenapa diam, gak punya uang?
CK, memalukan!" Sambung Ningsih yang masih belum puas untuk menjatuhkan harga diri mantan suaminya itu. Dengan berat hati, akhirnya Wandi mengeluarkan uang limpa puluhan tiga lembar, lalu melemparkannya pada Ningsih.
"Tuh ambil, kamu pikir aku gak sanggup beli makanan murahan kayak gini. Nyesel aku datang kesini, sekarang urus sendiri anakmu itu." Sengit Wandi yang langsung pergi begitu saja, Ningsih hanya menanggapinya dengan senyuman miring.
"Lebih baik kamu gak ada disini, mas. Dari pada cuma bikin rusuh saja, huh!" Batin Ningsih sambil menatap nelangsa pada Salwa yang memilih bersikap cuek dengan fokus melihat vidio di hape.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
"Kurang ajar itu Ningsih, lama lama dia semakin bersikap bar bar. Sudah jelek, tapi sikapnya sombong dan sok. Awas saja kamu, aku akan membuat hidupmu berantakan dan menderita setelah ini." Rutuk Wandi dengan kedua tangan yang mengepal.
Wandi kembali menaikki kendaraan roda dua miliknya menuju rumah orang tuanya. Hanya butuh waktu satu jam, Wandi sudah sampai di rumah yang ditempati ibunya. Rumah yang cukup bagus untuk ukuran orang kampung, rumah yang dulu adalah milik adik ibunya. Kini adik ibunya sudah meninggal dan ditempati oleh ibunya Wandi, karena memang orang tua Wandi tidak punya rumah. Dulu mereka tinggal di gubuk tengah kebun tebu milik salah satu warga yang merasa kasihan dan mengijinkan orang tuanya Wandi membuat gubuk disana. Namun setelah keluarganya Wandi pindah dan menempati rumah Bu Titin, adik dari Bu Patmi. Mereka berubah sombong dan sok kaya, padahal aslinya kere tak punya apa apa.
"Loh, kamu kok pulang sendirian, mana Irma dan cucuku?" Sambut Bu Patmi saat melihat kedatangan anak lelakinya.
"Gak ikut, aku tadi dari Kediri nengokin Salwa sakit di rumah sakit." Sahut Wandi santai dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang sudah mulai usang dan berdebu, karena memang Bu Patmi sangat malas bersih bersih rumah, bahkan keramik yang warnanya putih pun sudah begitu banyak noda sana sini.
"Sakit apa lagi anakmu itu?
Dari kecil kok cuma ngrepotin saja tuh bocah." Sungut Bu Patmi menanggapi ucapan Wandi.
"Biasa, masalah lambungnya, apa lagi." Sahut Wandi yang malas membahas tentang Salwa dan Ningsih, hatinya masih kesal dengan perlakuan Ningsih tadi.
"Dasar si Ningsih itu saja yang tidak becus urus anak, masak bocah kok sering banget keluar masuk rumah sakit, habis habisin duit saja." Gerutu Bu Patmi yang tidak mendapatkan respon sama sekali dari Wandi. Karena Wandi tau, kalau dia tidak pernah sama sekali pernah mengeluarkan biaya untuk pengobatan anaknya itu. Selama ini, Ningsih yang selalu mengurusnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
Novel baru :
#Hati Yang Kau Sakiti
#Dendam terpendam seorang istri
Novel Tamat
#Anak yang tak dianggap
#Tentang luka istri kedua
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (Tamat)
#Coretan pena Hawa (Tamat)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (Tamat)
#Sekar Arumi (Tamat)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( Tamat )
#Karena warisan Anakku mati di tanganku (Tamat)
#Ayahku lebih memilih wanita Lain (Tamat)
#Saat Cinta Harus Memilih ( Tamat)
#Menjadi Gundik Suami Sendiri [ tamat ]
#Bidadari Salju [ tamat ]
#Ganti istri [Tamat]
#Wanita sebatang kara [Tamat]
#Ternyata aku yang kedua [Tamat]
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
gabung bcm yu
..
follow me ya thx