Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Pembenaran
Keesokan harinya Renata ada di depan pintu apartemen Vino. Ia merutuki dirinya sendiri.
"Ngapain sih gue?" gumamnya pelan seraya menatap pintu apartemen Vino yang tertutup.
Renata baru saja selesai memasak makan malam. Entah mengapa ia memasak cukup banyak padahal hanya ada dirinya dan juga sang putra. Ia berinisiatif untuk memasukkan beberapa masakannya itu ke dalam beberapa wadah dan membawanya kemari.
"Gak apa-apa, Ren. Lo cuma mau berbuat baik sama tetangga. Sayang juga kalau nanti makanannya malah gak abis terus di buang," gumamnya melakukan pembenaran.
Ia pun mengetuk pintu apartemen Vino namun tidak ada sahutan dari dalam. Setelah beberapa saat pun tetap tidak ada. Ada rasa kecewa yang hinggap di hatinya. Padahal ia berharap bisa bertemu dengan Vino. Dengan kecewa Renata pun menyerah dan berjalan kembali menuju apartemennya.
"Mbak Renata?"
Mendengar suara yang familiar itu, Renata pun berbalik dan seketika senyum tipis mengembang di wajahnya, menghapus rasa kecewa yang ia rasakan sebelumnya.
"Kamu baru pulang?" tanya Renata.
"Iya, aku abis dari tempat kerja. Ada apa? Barusan aku lihat Mbak Renata di depan unit apartemen aku?"
Kini Vino berada tepat di depan Renata.
"Ini," Renata menyodorkan beberapa wadah yang ditumpuk menjadi satu. "Aku masak kebanyakan, jadi aku kasih ke kamu aja. Silahkan dinikmati ya."
Renata pun berbalik untuk kembali ke apartemennya, namun tangannya berhasil digenggam oleh Vino. Langkahnya pun terhenti dan kembali ia melihat ke arah Vino.
"Masuk dulu aja. Aku pindahin dulu makanannya."
"Tapi..." Kata-kata Renata menggantung. Vino pun tidak mencoba untuk membujuknya. Ia hanya menatap kedua manik Renata.
Renata bimbang. Kejadian di mana bibirnya dan bibir Vino saling bersentuhan membuatnya waspada. Satu sisi hatinya menginginkannya lagi, tapi satu sisi lainnya menolaknya dengan tegas.
'Cuma mau ambil tempat makannya aja, Ren. Kenapa lo berlebihan banget?' gumam Renata dalam hati.
"Ya udah," ucap Renata akhirnya.
Vino pun tersenyum cerah, menampakkan lesung pipinya yang manis. Ia pun merogoh kunci di sakunya dan membuka unit apartemennya. Seketika pintu itu terbuka dan mereka masuk ke dalam.
Renata melihat ke sekeliling. Kali ini barang-barang Vino sudah lebih tertata. Namun khas apartemen seorang bujangan, apartemen Vino agak sedikit berantakan.
"Maaf, agak berantakan," ujar Vino sambil mengambil beberapa potong pakaiannya yang tergeletak di depan pintu kamar mandi.
"Gak apa-apa. Ngerti kok, kamu kan sendirian tinggal di sini."
"Duduk dulu, Mbak." Vino mempersilahkan.
Renata pun duduk di sofa yang menghadap ke sebuah TV. Di sampingnya terdapat jendela besar yang berfungsi juga sebagai pintu menuju balkon.
"Nih, minum dulu, Mbak. Tadi aku beli jus di jalan. Soalnya panas banget," ujar Vino seraya menyerahkan se-cup jus stroberi pada Renata.
"Ya ampun kamu gak usah repot-repot, Vin. Aku gak akan lama, kok. Nathan lagi tidur, takut keburu bangun."
"Gak apa-apa, Mbak. Minum dulu aja sambil aku nyuci tempat makannya."
Vino pun kembali ke dapur yang tak jauh dari tempat Renata duduk. Dapurnya memang menyatu dengan ruang tengah dan juga ruang tamu, khas sebuah apartemen.
Renata pun mulai menusukkan sedotan ke jus itu dan meminumnya.
"Mbak, rajin banget. Setiap hari masak?" tanya Vino sambil mulai mencuci wadah-wadah itu.
"Iyalah. Aku gak terlalu suka beli di luar. Gak terjamin kebersihannya. Jadi mending masak aja."
"Wah istri idaman banget," puji Vino. "By the way, Mbak sama suami udah nikah berapa tahun?"
Renata agak sedikit canggung mendapat pertanyaan itu. Namun ini kesempatan bagus untuk memperlihatkan pada Vino bahwa ia memiliki kehidupan rumah tangga yang harmonis.
"Udah 9 tahun. Dulu aku sama Gavin pacaran selama dua tahun pas kuliah. Kita lulus terus nikah, aku sempet kerja selama setahun tapi berhenti karena aku hamil. Kita sepakat aku ngurus anak, Gavin yang kerja. Aku sama Gavin juga sepakat buat punya anak satu aja, soalnya dia gak mau aku kerepotan ngurus banyak anak. Dia emang suami yang baik, perhatian, romantis lagi. Tiap kita anniversary dia gak pernah lupa buat kasih hadiah. Tiap aku ulang tahun juga," ujar Renata panjang lebar menceritakan betapa sang suami begitu memiliki banyak kelebihan.
"Oh ya?" nada bicara Vino seperti tak terlalu tertarik. "Bagus dong."
"Iya. Aku beruntung punya suami kayak Gavin," ujar Renata seraya membayangkan sang suami di dalam benaknya.
"Mbak gak kerja? Kalau Mbak dulu kuliah kenapa gak kerja sekarang?"
"Gavin gak bolehin aku kerja. Dia bilang biar dia aja yang cari uang. Aku cukup dampingin dia dengan jadi istri dan ibu yang baik di rumah."
Vino selesai mencuci wadah-wadah itu dan ia pun meraih satu cup jus stroberi miliknya dan duduk di sebelah Renata. "Gak bosen emang di rumah terus?"
Renata sedikit menggeser duduknya karena tiba-tiba Vino duduk begitu dekat dengannya. "Enggak juga."
"Kalau aku jadi Mbak sih bakal bosen banget. Tiap hari di rumah, beres-beres, masak, nunggu suami dan anak pulang. Sehari dua hari sih okay, bertahun-tahun? Pasti bosan juga."
Kata-kata Vino begitu tepat sasaran. Renata pun sebetulnya merasakan hal itu. Ia bosan. Selama dua tahun saat Nathan masih bayi hingga balita, Renata masih belum merasa bosan. Ia malah sangat senang karena bisa fokus mengurus anak.
Namun setelah Nathan mulai beranjak besar, Renata mulai merasa bosan. Ia rindu memiliki pekerjaan seperti awal pernikahannya dulu.
"Bosen? Enggaklah," sangkal Renata. "Asyik tahu jadi ibu rumah tangga juga. Punya banyak waktu luang dan fleksibel. Banyak hal bisa dikerjain di rumah. Terus gak usah ribet pergi kerja dan sibuk ngerjain sesuatu. Kalau agak bosen, ya tinggal main ke rumah temen, atau hang out ke mana bareng-bareng."
Vino mengangguk-angguk paham. Renata merasa ini sudah waktunya ia pergi. Biasanya Nathan akan bangun sebentar lagi.
"Aku balik dulu ya. Makasih buat jusnya."
Renata pun beranjak dari duduknya namun tangannya ditarik oleh Vino sehingga ia kembali duduk di sebelah Vino.
"Apa sih, Vin?" tegur Renata.
"Aku masih kangen," jujur Vino membuat Renata terbelalak mendengarnya.
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞