Seorang Ceo muda karismatik, Stevano Dean Anggara patah hati karena pujaan hatinya sewaktu SMA menikah dengan pria lain.
Kesedihan yang mendalam membuatnya menjadi sosok yang mudah marah dan sering melampiaskan kekesalan pada sekretaris pribadinya yang baru, Yuna.
Yuna menggantikan kakaknya untuk menjadi sekretaris Vano karena kakaknya yang terluka.
Berbagai macam perlakuan tidak menyenangkan dari bos nya di tambah kata-**** ***** sering Yuna dapatkan dari Vano.
Selain itu situasi yang membuat dirinya harus menikah dengan Vano menjadi mimpi terburuk nya.
Akankah Vano dan Yuna bisa menerima pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
"Ma.."
"Oma! Opa!" Teriak Sheril dan Axel begitu melihat kakek dan nenek mereka memasuki rumah. Kedua bocah itu langsung berlari memeluk keduanya. "Eh ada cucu kesayangan Opa."
"Opa Sheril rindu tau."
"Ih kok sama, opa juga rindu Sheril."
"Opa gendong, akhirnya kita bertemu opa Huhu." Sheril memeluk erat kakeknya dengan tangan mungil melingkar di leher Wira dan bibirnya tak berhenti menciumi pipi kakek nya.
"Ma."
Wita hanya diam, setelah berbasa basi dengan kedua cucu nya wanita paruh baya itu melanjutkan langkah menuju kamar, mengabaikan putrinya. Ia kecewa kepada kedua anaknya yang mendiamkan Riana selama ini, ia tidak tau apa kesalahan gadis itu.
"Mama, mama kenapa sih?" Vani tentu saja bingung, padahal niatnya kan ingin makan siang bersama, sekalian ia juga sudah beli banyak makanan di restaurant tadi.
"Mama capek palingan..."
"Tapi kok kayak marah gitu sih pa, emangnya Vani salah apa?" Ibu dua anak itu tentu saja sedih, tidak pernah sekalipun ibunya bersikap dingin seperti saat ini.
"Kamu kenapa ga datang tadi pagi." Vani memutar bola matanya, untuk apa ayahnya bertanya hal yang sudah ayah nya tau.
"Males pa."
"Udahlah Nak, lagi pula sekarang Vano dan Yuna juga sudah menikahkan, mau bagaimana lagi."
"Ya harusnya kakak nggak mengalami ini pa, semua ini gara-gara Riana dia nggak tahu diri-"
"Vani!"
"Apa pa? Apa aku salah?"
"Riana itu juga saudara kamu, kamu jangan begitu."
"Pa, dia bukan anak kandung papa, aku sama Vano yang anak kandung kalian."
"Iya papa tau." Wira memijat pangkal hidungnya, entah kenapa masalahnya jadi berlarut-larut begini. "Pa, bagaimanapun kesalahan Riana besar sekali.:
"Iya papa mengerti, gadis itu juga mungkin sadar."
"Ya terus papa dengan mudah maafin dia?"
"Ya terus papa harus gimana Van? kamu tau sendiri gadis itu tidak punya siapapun selain kita."
"Hhh makanya dia ngelunjak pa, papa sama mama sudah terlalu manjain dia selama ini. Tante Sandra benar pa dia-"
"Van."
"Sheril dan Axel yang melihat ibu dan kakek nya bersitegang hanya menatap bingung. "Bunda jangan marahin Opa dong." Ujar Axel tak suka pada ibunya.
"Ngga sayang."
"Itu Bunda tadi ngapain."
"Bunda lagi ngobrol, udah kalian main sana."
"Bilangin ayah loh, Bunda jadi anak durhaka."
"Heh Axel ! bilang apa kamu!" Axel berlari kencang sebelum bundanya ngamuk lagi.
***
Setelah menempuh perjalanan yang tidak sebentar akhirnya mereka sampai juga di tempat tujuan. Vano mengulurkan tangannya, berbaik hati menggandeng sang istri yang kelihatan masih mengantuk sejak turun dari pesawat tapi wanita itu malah menghempas lan tangannya.
"Tidak usah sok romantis Tuan muda, saya tidak tersentuh." Ujar Yuna dengan nada ketus.
"Hah memang susah ya." desah Vano pelan yang masih di dengar oleh Yuna.
"Maka dari itu tidak usah berusaha, kita jalani saja pernikahan sesuai kontrak yanh ada. Jangan mengganggu kehidupan masing-masing." Yuna melangkah lebih dulu menuju mobil yang sudah menunggu mereka yang akan mengantar mereka menuju hotel. Yuna menganga melihat mobil yang memiliki bentuk aneh itu, ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya karna Vano memang benar-benar kaya.
"Tutup mulutmu nyamuk bisa masuk!" Vano menepuk pelan mulut Yuna yang terbuka lebar.
"Ap-apaan sih! tanganmu bau Tuan."
"Heh! sembarangan kalau bicara! aku selalu wangi ya!" Vano tidak tera di katai bau, pria itu langsung mencium telapak tangannya, tidak bau sama sekali.
Vano membukakan pintu mobil tapi seperti yang sudah-sudah wanita menyebalkan itu malah memilih memutar dan membuka pintu mobil sendiri.
"Hah dasar aneh..." Vano duduk dengan tenang sambil menyalakan ponselnya, sudah ia duga banyak sekali Email masuk, padahal ia sedang cuti sekarang.
Yuna sendiri langsung kembali terlelap, dia pusing sekali dan tadi sudah mati-matian menahan nya.
Tidak butuh waktu lama mereka sampai di hotel, Vano turun lebih dulu mengeluarkan kopernya dan milik Yuna lalu membangunkan wanita yang tidur sudah seperti orang mati.
"Hei bangun! kita sudah sampai hotel." Vano menepuk pelan pipi Yuna namun si empunya tidak bergeming sama sekali.
"Bangun Yuna! Kau ini tidur lelah sekali macam kerbau." Karena gemas Vano mencubit pipi yang sedikit berisi itu.
"Awwwhhh, sakit." Yuna membuka matanya dan langsung melempar tatapan membunuh, ia paling tidak suka ada yang mengganggunya jika sedang tidur. "Apaan sih Tuan! cubit-cubit ! emangnya saya kue cubit?"
"Bangun! sudah sampai, dasar. Itu ilermu kemana -mana." Yuna panik, wanita itu langsung memeriksa kondisi wajahnya di cermin kecil yang ada di saku, Vano terkekeh karena wanita itu ternyata mudah sekali di bohongi.
"Mana ada saya ileran! Anda bohong ya tuan! sudahlah cepat turun, aku juga ingin istirahat bukan hanya kau."
"Ck iya sabar!" Yuna turun dari mobil dan menggeret kopernya sendiri mengekor dibelakang suaminya menuju lobby hotel. Lagi-lagi Yuna terkesima dengan hotel tempat mereka menginap, seumur hidup baru kali ini ia melihat ada hotel semewah ini.
"Ayo!"
Vano berjalan dengan cepat membuat Yuna sedikit kesalahan karna langkah kakinya yang pendek.
"Tunggu dong!"
"Makanya jangan lelet!" Yuna hanya mencebik, setelahnya tidak ada obrolan lagi. Mereka diam selama di dalam lift yang tengah menuju entah ke lantai berapa karena Yuna sedang sibuk memijat kening nya yang berdenyut.
Ting.
Pintu lift terbuka.
Yuna terus membuntuti Vano sampai ia menyadari sesuatu, ia menghadang Vano yang akan memasuki kamar. "Kartu akses ku mana?" Yuna menyodorkan tangannya.
"Apalagi Yuna? kartu apa?"
"Kartu akses kamar ku lah! Dasar!"
"Ya kita sekamar lah Yuna! ku makan juga kau." Tolong baru beberapa hari ia menikah dengan Yuna ia sudah sangat pusing menghadapinya.
"Masa kita sekamar lagi sih!"
"Kau pikir?"
"Pokoknya aku mau kamar ku sendiri! lagi pula kita di tempat yanh jauh, mama dan papa tidak akan tau!" Vano menyentil kening istrinya yang masih saja bodoh.
"Aku suamimu, kita satu kamar! titik!." ucap Vano tegas.
"Gak mau!"
"Hei bodoh! kau mau mama sama papa curiga? jangan terlalu polos Yuna, anak buah padaku ada di mana-mana." terang Vano pada wanita keras kepala di depannya. Mereka berdebat lagi, Vano malu sekali karna beberapa orang curi-curi pandang ke arah mereka dan menatap aneh juga.
"Apa iya? anda pasti mau modus kan? ngaku! untuk apa anak buah Tuan Wira mengikuti kita kemari?"
"Hei kau tidak percaya? liat ke belakang." Vano memutar kepala Yuna agar menoleh kebelakang dan ternyata memang benar apa yang dikatakan Tuan muda arogan itu ada dua orang berpakaian serba hitam tegap berdiri, terlihat menatap ke arah mereka.
"Sudah lihat? lagi pula pertanyaan mu juga aneh sekali. Apa salahnya kita satu kamar, aku suamimu dan kau istriku. Kecuali aku sekamar dengan istri orang lain, baru itu salah!" kata Vano sedikit dongkol, masalah kamar saja wanita itu ributkan.
"Hhh anda tidak paham."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...