"Thank you for patiently putting up with my moods, and being mature as you remind me to be the same. I know that I'm not easy to understand, and as complex as they come. I act childishly and immaturely when I don't get what I want, and it get unbearable. Yet, you choose to gently and patiently chastise me and correct me. And even when I fight you and get mad at you, you take it with no offense, both gradually and maturely."
~Celia
Pertemuan Celia dan Elvan awalnya hanya kebetulan, tapi lambat laun semakin dekat dan menyukai satu sama lain. Disaat keduanya sepakat untuk menjalin hubungan. Tiba-tiba keduanya dihadapkan dengan perjodohan yang telah diatur oleh keluarga mereka masing-masing.
Kira-kira bagaimana akhir kisah mereka? Apakah mereka akan berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21. Celia's Mood
..."I love you not only for who you are, but for who I am when I am with you." ~Elvan...
Celia menatap ponselnya, sambungan telepon masih terhubung, tetapi tidak ada suara apapun dari seberang sana.
"Kakek?" Celia memanggil kakeknya.
"Hmmmm," Kakek hanya berdehem pelan.
Celia tahu apa yang ingin kakek bicarakan, tapi dia pura-pura tidak tahu. Dia menunggu kakeknya untuk berbicara terlebih dahulu.
"Kapan kamu pulang ke rumah kakek?"
Pertanyaan kakek biasa saja, tapi bagi Celia, itu terdengar seperti perintah. Celia menghela nafasnya, dia tahu apa yang ada dipikiran kakeknya.
"Kek, kakek jangan khawatir. Aku pasti pulang."
Hening, tidak ada tanggapan dari kakeknya. Celia mengubah panggilannya menjadi panggilan video call. Dari layar ponselnya, Celia dapat melihat ekspresi kakeknya. Kakeknya memang selalu terlihat acuh dan bersikap dingin.
Celia meletakkan ponselnya, dia beranjak dari kursi dan berdiri didepan ponsel, lalu memutar tubuhnya. "Kek, kakek lihat kan? Betapa hebatnya cucu kakek ini." Celia berusaha mencairkan suasana.
Kekek tersenyum tipis, dia menatap Celia, "Cucu kakek terlihat lebih cantik."
Celia duduk kembali dan mengerucutkan bibirnya, "Apakah cucu kakek ini pernah terlihat jelek?"
Kakek menggelengkan kepalanya, "Katakan pada kakek, kapan kamu pulang? Biar Dario yang mengatur mobil untuk menjemputmu di bandara."
Celia memang punya rencana untuk pulang, tapi dia ingin membuat kejutan. Kakek tidak tahu jika Celia akan datang bersama Elvan. "Kek, aku akan pulang, tapi kakek tidak perlu repot-repot. Aku bisa pulang sendiri, lagipula Om Dario pasti sibuk dengan pekerjaannya."
Kakek diam, dia memijat pelipisnya. Kakek sudah paham dengan sifat Celia, cucunya ini keras kepala, mirip dengan putrinya yang sekarang entah dimana.
"Kamu memang bisa melakukan semuanya sendiri, tapi jangan lupa kalau kamu masih punya kakek."
Celia mengangguk dan menatap kakeknya, "Kakek, aku tahu apa yang aku lakukan."
Setelah menutup panggilan video call dengan kakeknya, Celia menyambar kunci mobil yang ada dimeja, dan berjalan menuju ke basement. Sesampainya dimobil Celia segera menghubungi nomor Lily.
Saat mendapat telepon, Lily baru saja bangun tidur, dia masih bermalas-malasan di kasurnya.
"Celia, jam berapa ini? Apakah kamu begitu merindukanku? Tidak biasanya kamu meneleponku pagi-pagi begini," suara Lily masih terdengar serak.
"Ya, aku merindukanmu, hidupku kehilangan arah saat kamu tidak berada di sisiku," Celia menjawab dengan asal.
Lily mencebik, “Ridiculous".
Celia tertawa. Celia menceritakan kepada Lily jika kakeknya baru saja menelepon. Celia meminta Lily untuk mengatur ulang semua jadwalnya. Celia ingin pergi ke Singapura besok dan tinggal disana selama satu minggu. Awalnya Lily keberatan, tapi akhirnya setuju.
Setelah menutup sambungan telepon dengan Lily. Celia mengecek ponselnya, masih jam setengah delapan pagi, sedangkan penerbangan Elvan ke Bali adalah jam delapan. Sambil mengemudi, Celia melakukan panggilan video call ke nomor Elvan.
"Honey? Do you miss me already?" ucap Elvan saat wajahnya muncul dilayar ponsel.
Celia tersenyum, "Yes, but that's not important. Yang terpenting sekarang, tunggu aku dibandara, jangan kemana-mana, aku sedang dalam perjalanan kesana."
Elvan mengerutkan keningnya, "Penerbanganku setengah jam lagi, bagaimana bisa?"
"Aku harus pergi ke Singapura besok, jika kamu pergi ke Bali hari ini, berarti kamu tidak bisa bertemu dengan kakekku, dan mungkin kita tidak bisa bersama lagi," jawab Celia sambil menepikan mobilnya.
Elvan menatap layar ponselnya, dia tidak bisa melihat wajah Celia dengan jelas, karena Celia menundukkan kepalanya. Elvan bisa menebak jika Celia sedang tidak baik-baik saja.
"Apa maksudmu? Katakan pelan-pelan? Aku akan menunggumu disini," Elvan mencoba menenangkan Celia.
Celia mendongakkan kepalanya, dan menatap Elvan, "I will tell you later." Celia melajukan mobilnya ke bandara.
Elvan menganggukkan kepala dan menutup panggilan video call-nya. Elvan menarik kopernya dan beranjak ke meja maskapai untuk membatalkan penerbangan.
Hanya butuh lima belas menit, Celia sudah sampai di bandara. Celia memarkirkan mobilnya dan menunggu Elvan di pintu keluar. Setelah lebih dari sepuluh menit menunggu, tiba-tiba ponsel Celia berdering, Celia segera menjawabnya.
Celia baru saja ingin bertanya, tapi terdengar suara dari seberang sana, "I'm coming out. Stand there and don't move."
Celia segera mendongak dan melihat Elvan sedang berjalan kearahnya. Elvan berjalan dengan memegang ponsel di telinga dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menyeret koper. Celia menatap Elvan dan menutup panggilannya.
Celia berdiri di depan pintu, dia menunggu Elvan dan merentangkan kedua tangannya. Elvan tersenyum, dia mempercepat langkahnya, dan berdiri tepat didepan Celia. Celia mengerucutkan bibirnya, dan memeluk pinggang Elvan sebentar, tanpa menempel, lalu melepaskannya.
"What's wrong?" tanya Elvan sambil terkekeh.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu," jawab Celia dengan nada kesal. Celia berjalan meninggalkan Elvan.
Elvan mengejar Celia, dan memeluk Celia dari belakang. Elvan meletakkan dagunya dipundak Celia. "Sorry. I'm just teasing you."
Celia membalikkan tubuhnya dan mendongak, lalu menatap Elvan. "Aku tidak suka. Kamu membuatku malu, kamu lihat kan? Mereka tadi menertawakanku," ucap Celia sambil menunjuk orang-orang yang berdiri dipintu keluar. Ya mereka sempat terkekeh saat melihat Celia, bukan apa-apa hanya tingkah Celia yang terlihat lucu.
Elvan lagi-lagi terkekeh, Celia langsung membuang muka, dan berjalan menuju mobilnya.
"Hei, apakah kamu mau menyetir sendiri?" tanya Elvan saat Celia sudah duduk dikursi kemudi.
"Ya."
"Pindah, biar aku yang nyetir!" perintah Elvan.
Celia menggeleng, dia justru mengencangkan sabuk pengaman dan menyalakan mesin mobilnya. Elvan menghela nafasnya, dan duduk dikursi penumpang.
Celia tidak terburu-buru mengemudi. Dia mengambil sebuah paper bag dari kursi belakang, dan mengeluarkan sandwich dari paper bag, lalu memakannya tanpa memperdulikan Elvan.
Elvan menatap Celia dan tersenyum tipis, dia merasa lucu dengan sikap Celia. Semalam Celia terlihat begitu menggoda. Tadi pagi terlihat begitu menyedihkan. Dan sekarang, saat marah, Celia justru terlihat menggemaskan.
Celia menoleh kearah Elvan, keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa detik. Celia mengalihkan pandangannya, dan meletakkan sandwich-nya kedalam paper bag.
"Aku lapar, tapi aku tidak ingin makan ini. Aku ingin makan makanan yang berkuah," ucap Celia tanpa menoleh kearah Elvan.
Elvan tersenyum dan berkata, "Ayo turun, disana ada restoran. Restoran ala Cafe, kamu bisa makan apapun yang kamu mau."
Celia menoleh kearah Elvan dan bertanya, "Apapun yang aku mau?"
Elvan mengangguk dan turun dari mobil. Celia mematikan mesin mobilnya dan berjalan mengikuti Elvan. Elvan membawa Celia ke sebuah restoran yang ada didekat bandara.
Celia duduk dimeja dekat jendela, dan Elvan duduk disampingnya.
"Mau makan apa?" tanya Elvan sambil melihat menu yang tertera di buku menu.
"Sup buntut," jawab Celia singkat.
"Di menu tidak ada sup buntut," ucap Elvan. Karena memang tidak ada menu sup buntut di buku menu.
"You are a liar. You said, I can eat anything I want." Celia mengerucutkan bibirnya, dan mengabaikan Elvan.
Elvan was speechless.
semangat yaaa kak nulisnya ✨
Mampir juga di karya aku “two times one love”