Langit Maheswara
Seorang pria tampan, gagah dan berwibawa tengah menatap dirinya di depan cermin, ketampanannya tak perlu di ragukan dengan bukti begitu banyak wanita yang mengidamkan sosok sepertinya. Dia, Langit Maheswara. Berumur 25 tahun, seorang anak dari pengusaha terkenal yang saat ini ramai di perbincangkan. Ibunya merupakan desainer baju muslimah dengan Restoran yang tersebar di beberapa tempat.
Langkah panjangnya terayun mengambil satu buah buket besar yang tergeletak di atas kasurnya, tak hanya itu saja, dia menyiapkan satu pasang cincin dengan ukiran nama belahan hati yang dari dulu selalu ia dambakan. Jennie, Gadis cantik yang merupakan anak pebisnis pula, teman masa kecil Langit yang dari dulu selalu kemana-mana bersamanya.
Hari ini. Tanpa diketahui oleh sang kekasih, Langit baru saja tiba di rumah setelah dinas ke luar Negeri mengurus bisnis keluarganya. Kakinya berjalan keluar dari kamar, menuruni anak tangga dengan hati-hati sambil membawa buket besar itu, sengaja dia ingin memberikan kejutan pada sang kekasih yang sudah lama ia siapkan.
Keluarganya yang tengah duduk di ruang tamu sontak menoleh kearah tangga, mereka bisa melihat dengan begitu jelas anak tertua terlihat begitu bahagia.
"Wah, anak Papa sepertinya semangat sekali ya? Mau lamar Jennie ya?" Goda Aiman, Ayah sambung Langit.
Langit tersipu malu, dia salah tingkah karena tebakan ayahnya tak meleset. Meskipun bukan anak kandung, kedekatan keduanya tidak perlu di ragukan lagi. Ya, Ibu Langit adalah seorang janda yang cerai karena perselingkuhan ayah kandung Langit, terlebih lagi Langit harus kehilangan adik perempuannya semasa masih di dalam perut ibunya. Aiman yang selalu ada dan membantu Laras bangkit dari lukanya membawa mereka dalam kedekatan yang berujung pernikahan, Aiman pula seorang Duda yang di tinggal istrinya yang pervi membawa anak di dalam kandungannya, mendiang istrinya di bunuh oleh adiknya sendiri tanpa belas kasihan.
"Abang, kok gak bilang sih mau ada hari spesial kayak gini? Kalo tau Abang mau lamar Jennie, Ibu bisa siapkan acara makan malam nanti kalau kamu di terima." Ucap Laras.
"Pasti di terima dong, Bu. Secara nih kita udah lama pacarannya, sejak SMa loh, Bu. Doain Langit ya Bu, Pa, Adek-adek Abang, supaya kejutan sama lamarannya berhasil." Ucap Langit menatap satu persatu keluarganya.
"Galaksi juga mau nikah, Abang!" Seru Galaxy, adik laki-laki Langit.
"Emang punya calonnya?" Tanya Angkasa menatap kearah adik kembarnya.
"Enggak sih," Jawab Galaxy dengan nada pelan.
"Hus, kata Papa sama Ibu gak boleh pacaran kalo masih sekolah. Kuliah aja belum, lah ini malah mau nikah dasar bocah gendeng!" Cerocos Bulan, Si bungsu.
"Papa, Ibu. Langit pergi dulu ya." Langit berpamitan kepada orangtuanya.
Langit meraih tangan Aiman dan juga Laras bergantian, langkahnya pun terayun meninggalkan ruang tamu dengan senyum menghiasi wajahnya. Rasa lelah tak ia perdulikan, saat ini dirinya tak sabar ingin segera sampai ke rumah sang kekasih yang sudah ia rindukan. Komunikasinya selalu berjalan baik, keduanya selalu terbuka dalam hal apapun itu. Langit menjaga Jennie sebagaimana ia menjaga ibunya, meskipun terkadang dia terjebak di dalam situasi dimana Jennie seperti memancing dirinya untuk melakukan sesuatu yang lebih. Tetapi Langit tetap tahu batasan, dia tidak mau seperti ayah kandungnya yang dengan bebasnya mempermainkan sebuah cinta.
Plukkk...
Saat merogoh saku celananya, kotak cincin Langit terjatuh tanpa di sadari oleh pemiliknya. Langit meletakkan buket bunganya di samping kursi kemudi, dia pun masuk dan duduk seraya menutup pintu mobilnya, dia memasang kontaknya kemudian melajukan mobilnya.
Sebuah gerbang yang tinggi menjulang pun terbuka lebar, satpam membukanya sambil menyapa Tuannya.
Angkasa berjalan keluar seraya menenteng kunci motornya, dia sudah memiliki janji bersama temannya untuk mengerjakan tugas sekolah, diikuti oleh kembarannya Galaxy. Netra Galaxy menangkap sebuah kotak berwarna merah tergeletak di lantai, dia lantas mengambilnya dan menebak kalau itu adalah milik sang kakak.
"Sa, kayaknya ini punya Bang Langit deh?" Tebak Galaxy.
"Oh iya, kayaknya jatuh deh. Yaudah, yuk buruan naik. Kita susul Abang, gimana mau ngelamar cewek kalo cincinnya disini." Desak Angkasa mengajak adiknya untuk naik motornya.
Keduanya pun menaiki motor gedenya, mereka akan menyusul sang kakak ke rumah kekasihnya untuk mengantarkan barang milik Langit yang terjatuh.
15 menit berlalu.
Langit memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah Jennie, begitu ia melihat ke rumah yang akan ia datangi, keningnya mengkerut melihat sebuah tenda dengan berbagai macam bunga dan perintilan hiasan layaknya acara resmi atau sakral. Dia tidak tahu sama sekali perihal acara di rumah Jennie, selama dia di luar negeri Jennie sama sekali tidak memberitahunya sama sekali. Langit masih berpikir positif, mungkin ada acara aniversary pernikahan orangtua Jennie, atau perayaan keluarga di rumahnya.
Begitu dia turun dari mobilnya dan berjalan menuju gerbang, kedua satpam yang berjaga langsung mematung melihat kehadiran Langit. Langit menyapa keduanya dengan ramah, sementara para penjaga itu saling menatap satu sama lain, mereka sudah akrab dengan Langit. Akan tetapi, mereka tak bisa memberitahukan apa yang sedang terjadi di rumah.
"Siang, Pak Asep. Pak Anas." Sapa Langit.
"S-Siang, Nak Langit." Balas keduanya dengan gugup.
"Jennienya ada?" Tanya Langit basa-basi.
"A-Ada." Jawab Anas.
"Kalau begitu, Langit masuk dulu ya." Ucap Langit melangkahkan kakinya masuk seraya membawa buket berukuran besar itu.
Asep hendak menahan langkah Langit, tetapi Anas menahannya dengan gelengan kepala pelan.
Dari arah luar, terdengar riuhnya tepuk tangan dan sorakan menyerukan nama kekasihnya. Saat tubuh Langit berada di ambang pintu, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, sang kekasih memakai gaun putih bersih berdampingan dengan seorang lelaki di sampingnya. Tubuh Langit membeku, jantungnya berdebar berusaha menyangkal apa yang sudah di lihatnya.
Beberapa foto terpajang di sudut ruangan, diatas meja yang sudah di siapkan. Foto prewedding Jennie dan juga suaminya, ada sebuah bingkai dengan nama yang ukurannya besar bertuliskan "Wedding Jennie Gracia Anastasya dan Kevin Abraham".
Deg.
"J-Jennie." Lirih Langit.
Sepasang pengantin yang berdiri diatas panggung kini merapatkan tubuhnya, mereka b*r*****n sesuai permintaan para tamu yang hadir. Langit memalingkan wajahnya melihat kenyataan pahitnya, sekuat tenaga ia menahan air mata yang hampir menerobos pertahanannya. Berulang kali dia mengatur nafasnya, dia harus terlihat tenang dan tidak lemah di hadapan perempuan yang sudah mengkhianatinya.
Setelah b*******n, kedua mempelai pengantin berjalan menuju pelaminan menyambut para tamu yang hadir. Langit menguatkan dirinya sendiri, dia berdiri di belakang tamu undangan yang hendak memberikan ucapan selamat pada pengantin.
Sampai giliran Langit tiba, dia menutup wajahnya menggunakan buket besarnya. Begitu buket itu di turunkan, wajah Jennie berubah pias melihat siapa di baliknya.
Deg.
Jantung Jennie berpacu lebih cepat, ia menatap sorot kecewa dari mata Langit.
'L-Langit, kenapa dia bisa ada disini' Batin Jennie.
"Selamat atas pernikahannya, semoga sakinnah mawaddah warohmah ya. Aku doakan juga kalian cepat di berikan momongan." Ucap Langit menjabat tangan suami Jennie.
"Thanks, Bro." Balas Suami Jennie.
Mulut Jennie seakan terkunci rapat, Langit hanya menangkupkan kedua tangannya di hadapan Jennie tanpa berniat menjabat tangannya. Bunga yang di bawanya ia berikan ke tangan Jennie karena memang sudah berniat memberikannya, walaupun bukan situasi seperti ini yang dia harapkan.
Langit berlalu begitu saja, tak lupa ia menyalimi tangan kedua orangtua Jennie. Nasya dan juga Irwan menatap sendu pada Langit, tidak banyak yang bisa mereka lakukan karena pada dasarnya mereka juga tak bisa menghalangi Jennie untuk menikah, karena keduanya juga terpaksa menyetujui pernikahan mereka. Di dalam perut Jennie sudah tertanam benih Kevin, mau tak mau Nasya dan Irwan menikahkan keduanya agar aib keluarga tidak tercemar.
"Maafkan kami, Nak. Semoga kamu dapat pengganti yang lebih baik dari putriku, atas nama Jennie aku meminta maaf." Ucap Nasya dengan kepala mrnunduk.
"Aku telah gagal mendidik anakku sendiri. Kau berhak bahagia, Langit." Lirih Irwan.
"Tidak perlu meminta maaf, mungkin memang sudah takdir kami tidak bisa bersama. Jadi, jangan merasa bersalah seperti itu. Akan aku doakan dia bahagia dengan pilihannya, meskipun kami tak bersama lagi, aku harap kalian tidak merasa canggung karena aku menganggap kalian berdua sebagai kedua orangtuaku sendiri." Ucap Langit.
Setelah mengatakan itu, Langit pun pergi meninggalkan pesta Jennie yang sudah menjadi mantan kekasihnya sekarang. Angkasa dan juga Galaxy menyaksikan semuanya, mereka pun ikut merasakan sakit yang kini tercipta di hati Langit.
"Bang." Panggil Angkasa dengan pelan, tatapannya sendu.
"Ayo kita pergi." Ajak Langit dengan suara bergetar.
"Jennie sialan!" Umpat Galaxy dengan wajah marahnya.
Langit langsung menarik tangan Galaxy keluar, di susul oleh Angkasa. Galaxy lebih agresif jika ada salah satu keluarganya yang terluka, Langit tak mau kalau Galaxy mengacau di acara sakral Jennie.
"Biar aku yang nyetir, Bang." Ucap Angkasa.
Langit pun pasrah, dia pun saat ini tengah tak baik-baik saja. Dia duduk di samping kursi kemudi, Angkasa mengambil alih kemudi. Langit langsung menangis dengan tubuh bergetar saat mobilnya sudah meninggalkan kawasan rumah Jennie, Angkasa menjadi saksi bagaimana hancurnya Langit saat ini. Bukan satu tahun atau dua tahun Langit bersama Jennie, bahkan sedari kecil mereka selalu bersama. Tetapi sekarang perempuan yang di damba menikam dengan tak berperasaannya, sebenarnya selama dua tahun kebelakang, Langit sudah berkali-kali mengajak Jennie untuk melanjutkan hubungannya ke jenjang yang lebih serius, akan tetapi Jennie sendiri malah selalu beralasan dan Langit selalu memakluminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
fanshesss_
ijin baca
2024-11-19
0
Wy Ky
keren
2024-11-16
0
fanshesss_
mampir
2024-10-30
0