Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 23
Setelah sidang dinyatakan di undur karena belum adanya kesepakatan dari dua belah pihak, dan akan di ulang lagi Minggu depan.
Keluarga Jia memutuskan untuk pulang. Pihak pengadilan juga memberi waktu pada Jia dan Rangga untuk kembali merundingkan keputusan mereka untuk bercerai.
Tapi sebelum pulang mereka memutuskan untuk makan siang bersama di cafe milik Jia dan Jio. Sekaligus melihat hasil pekerja disain interior tempo hari.
Dan kini mereka tengah dalam perjalanan menuju cafe.
"Apa yang aku takutkan kejadian juga kan akhirnya." Ucap Jia tiba-tiba.
"Memang apa yang Rangga minta di ruang mediasi tadi Nak?" Tanya Pak Alan pada Jia.
"Hak asuh Amira dan dia juga meminta untuk tidak mengambil mobil itu." Jawaban Jia sukses membuat Jio, Bu Dinda dan Pak Alan terkejut.
"Gila saja, dia minta yang bukan haknya." Ucap Jio geram.
"Padahal tadi hampir semua bukti dari ku itu jelas dan sudah di sepakati oleh hakim. Tapi gara-gara Rangga yang mengajukan permohonan untuk di tunda semuanya jadi berantakan." Lanjut Jio.
Jia menghembuskan nafas kasar lalu menyenderkan kepalanya di jendela mobil.
Dia memijat keningnya yang terasa pusing, ternyata tidak semudah itu untuk membuat keluarga Rangga menyerah.
"Ku kira Mas Rangga tidak akan memakai jasa pengacara, tapi ternyata dia juga meminta bantuan pengacara." Ucap Jia.
"Kenapa kamu bisa berfikiran begitu?" Kini Bu Dinda angkat bicara.
"Mama kaya gak tau saja betapa pelitnya keluarga mereka." Jawaban Jia membuat semuanya langsung mengangguk mengerti.
"Sabar saja, semoga sidang kedua di permudah oleh Allah." Ucap Bu Dinda.
"Amin." Jawab Jia singkat.
Kini mobil yang di kendarai oleh Jio akhirnya sudah sampai di area parkir cafe. Mereka dengan segera turun dari mobil dan melangkah memasuki Cafe dan di sambut oleh beberapa pelayan cafe dengan ramah.
"Kita mau makan di mana? Atau di ruangan ku saja?" Tanya Jia kepada keluarganya.
Pak Alan menggelengkan kepalanya.
"Kita makan di sini saja sambil melihat-lihat kondisi cafe ini." Jawab Pak Alan dan di setujui oleh Bu Dinda.
"Ya sudah kalau begitu, kalian cari tempat duduk yang nyaman. Aku ke kasir sebentar." Jawab Jia seraya melangkah menuju meja kasir.
Pak Alan, Bu Dinda, Jio dan Amira berjalan mencari tempat duduk yang menurut mereka nyaman dan santai.
Hingga akhirnya Pak Alan melihat tempat lesehan yang kosong.
"Di situ saja, kita makan dengan lesehan pasti lebih nikmat." Ucap Pak Alan, membuat Bu Dinda menatap ke arahnya.
Jio dan Amira lalu mengikuti kemauan Pak Alan dan Bu Dinda.
Akhirnya mereka memutuskan untuk makan di tempat lesehan yang memang di sediakan di cafe milik Jia dan Jio.
"Desainnya bagus dan nyaman. Papa Suka." Ucap Pak Alan seraya menatap sekeliling.
Bu Dinda menganggukkan kepalanya setuju.
"Iya, selain nyaman untuk tempat nongkrong anak muda. Juga nyaman untuk tempat berkumpulnya keluarga besar." Ucap Bu Dinda menimpali ucapan Pak Alan.
Jio tersenyum mendengar komentar dari kedua orangtuanya.
"Pantas saja omset selalu naik, dan tempatnya selalu Alani dikunjungi orang-orang." Lanjut Bu Dinda lagi.
"Jio dan Kak Jia sengaja membuat nuansa seperti ini. Agar pengunjung tidak merasa jenuh saat mereka menikmati makanan mereka. Kebanyakan cafe memang hanya untuk tongkrongan anak muda. Tetapi kita membuat perbedaan tersendiri. Kita membuat cafe yang juga cocok untuk acara keluarga dan kita di buat senyaman mungkin." Jawaban Jio semakin membuat kedua orang tuanya bangga.
"Tapi ingat seberapa besar pendapatan kamu dan Kakakmu, dan seberapa Alani usaha kalian. Jangan sampai merubah jati diri kalian. Harus tetap menjadi orang berwibawa dan tak boleh sampai menyombongkan diri. Mengerti Nak?" Ucap Pak Alan memberi pengertian kepada Jio.
Jio tersenyum tulus dan hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Hingga beberapa menit kemudian Jia berjalan menghampiri mereka.
"Makanannya sudah aku pesankan. Tinggal menunggu saja." Ucap Jia seraya menaiki tempat lesehan yang di pilih keluarganya.
"Untung yang lesehan masih tersisa. Jadi aku bisa memasan semua menu di sini. Hehehehe." Lanjut Jia membuat semuanya menoleh dan menatapnya tidak percaya.
Jia yang mengerti arti tatapan mereka kembali melanjutkan kalimatnya. "Ayolah Ma, Pa, Jio. Kita tadi sudah melawan keluarga Rangga yang licik. Dan itu sangat buang-buang tenaga. Jadi kita harus makan banyak sekarang."
"Tapi ya gak semua menu juga dong Kak." Keluh Jio, dia tahu pasti kalau mereka tidak menghabiskan semua makanannya, orang tua mereka pasti akan mengomel.
Mereka yang tengah menunggu pesanan dengan sedikit berbincang pun di kagetkan dengan suara yang tidak asing bagi mereka.
"Wahh memang cafe pilihan Litta dan Mayang sangat mewah. Kita akan makan sepuasnya di sini." Ucap Bu Arum yang terlihat norak di mata pengunjung lain.
"Ma, bisa biasa aja gak? Norak banget. Malu tahu di lihatin orang." Ucap Litta yang menatap sekelilingnya dengan malu.
"Apa sih, orang kita kesini juga bayar." Jawab Bu Arum dengan sinis.
Kini keluarga Rangga berjalan mencari tempat yang cocok. Berhubung keluarga mereka banyak, mereka harus mencari tempat yang luas untuk menampung mereka.
"Di tempat lesehan itu saja Bu, Mas." Ucap Mayang yang melihat tempat lesehan tidak jauh dari keluarga Jia.
Semuanya mengangguk dan berjalan ke tempat yang di tunjuk oleh Mayang.
"Wah wah wah ternyata orang miskin mampu makan di tempat seperti ini juga ya?" Bu Arum menatap remeh keluarga Jia yang sedang berkumpul.
"Halah palingan mereka memesan makanan yang paling murah dan pastinya satu untuk semua hahahahaha." Ucap Litta menimpali ucapan Mamanya.
Jia yang mendengar ucapan Bu Arum dan Litta pun hanya memutar bola matanya dengan malas.
Keluarga Jia lebih memilih diam tanpa menanggapi ucapan mereka.
Bu Arum yang geram karena tidak di hiraukan oleh keluarga Jia pun berjalan dengan cepat ke arah tempat yang mereka pilih.
"Pesan saja semuanya, biar nanti Rangga yang membayarnya. Rangga kan bekerja di perusahaan besar pasti gajinya gede dong." Ucap Bu Arum, ia sengaja meninggikan suaranya agar terdengar oleh keluarga Jia.
Tapi beda halnya dengan Rangga. Saat mendengar ucapan Mamanya, dia langsung membulatkan matanya terkejut. Lalu dia berbisik pelan pada Bu Arum.
"Ma, pesanannya yang paling murah dan jangan banyak-banyak ya. Kan Mama tau kalau aku baru saja di pecat dan tanggunganku banyak sekali." Bisik Rangga pada Bu Arum, tapi ternyata bisikkannya masih bisa didengar oleh Manda yang sejak tadi diam tidak ingin ikut campur.
"Sudahlah kamu diam saja. Biarkan Mas, Mbak dan adik mu memesan yang mereka inginkan. Toh kamu juga pasti masih punya uang hasil dari gaji terakhir mu kan? Sudah pakai itu saja." Jawab Bu Arum lagi.
Rangga menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia hanya memiliki uang itu saja. Dan kini uang itu harus ia gunakan untuk menanggung semuanya.
Padahal masih ada Rendi yang masih bekerja, ia bahkan menjadi Manager di sebuah perusahaan.
Manda yang baru mengetahui semuanya pun terkejut saat Rangga berkata bahwa dirinya baru saja di pecat. Berarti Rangga sekarang bukanlah seorang karyawan di sebuah perusahaan besar lagi. Pikir Manda kecewa.
Beberapa saat kemudian, pesanan dari keluarga Jia pun sampai. Dan tentu saja keluarga Rangga di buat terkejut akan semua makanan yang di sajikan di depan keluarga Jia.
"Idih, yakin bisa membayar semua makanan itu?" Ucap Bu Arum, membuat pelayan yang sedang menyajikan makanan milik Jia menoleh ke arah keluarganya.
"Hati-hati Mbak, nanti kalau keluarga itu ngutang, malah bikin cafe ini bangkrut lagi." Lanjut Bu Arum yang masih setia menghina keluarga Jia.
Jia memberi isyarat kepada pelayannya untuk diam saja. Sang pelayan yang paham pun akhirnya memilih pergi dan melanjutkan pekerjaannya.
Kini keluarga Jia menyantap makanan mereka dengan lahap tanpa memperdulikan kehadiran keluarga Rangga.
Seperti yang Jia katakan tadi, berdebat dengan keluarga itu hanya akan buang-buang tenaga saja.
********
********