Muda, tampan, kaya, tidak berguna! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Huan Wenzhao. Namun…
Siapa sebenarnya Huan Wenzhao tak ada yang tahu.
Mau tahu identitas lain Huan Wenzhao?
Ikuti kisahnya di sini!
Hanya di: Noveltoon/Mangatoon.
~Selamat membaca~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode²³
Adipati Wang adalah raja wilayah di Perbatasan Timur—Prefek kelima dari Provinsi Yan’an pada masa kekaisaran Xing Zuxian. Dialah yang mewakili pemerintah Jian Xing di Timur.
Guru Wang adalah keponakannya.
Reputasi putranya cukup mengguncang dunia. Masih muda, sudah memimpin sebuah sekte besar dan menguasai serikat dagang.
Mengungkit putra Adipati Wang merupakan serangan balasan setimpal bagi Guru Wang.
Sayangnya hal itu tidak membantu Jiao Jingling terbebas dari hukuman.
Semakin geram Guru Wang, semakin tidak ingin dibantah.
Jiao Jingling akhirnya mengalah. Ia berdiri di pekarangan depan kedua bahu menggantung lemas di sisi tubuhnya.
Huan Wenzhao mendesah dan meraup Mao'er dari meja, kemudian beranjak dari tempat duduknya.
“Penerus Huan! Kekacauan apa lagi yang ingin kaubuat?” Guru Wang menegurnya.
“Bisa apa lagi?” Dengus Huan Wenzhao sembari berjalan menuju pintu keluar. “Menjalani hukuman!” Tandasnya.
Seisi kelas tercengang bersamaan.
“Apakah dia salah makan?” Gumam beberapa orang.
“Tunggu!” Guru Wang menghentikan Huan Wenzhao. “Kau tidak terlambat hari ini!”
Huan Wenzhao mengerang dan berhenti. “Benar,” jawabnya tidak peduli. “Tapi sebelumnya saya sudah beberapa kali datang terlambat. Anda belum menghukum saya!”
Guru Wang memicingkan matanya dengan curiga. Sebenarnya dia sedang merencanakan apa? Pikirnya. “Apa itu di tanganmu?” Guru Wang menunjuk kucing di pangkuan Huan Wenzhao.
“Anak angkatku!” Jawab Huan Wenzhao acuh tak acuh. Kemudian melanjutkan langkahnya.
Guru Wang tertegun dan memicingkan matanya.
Pangeran ketujuh memandangi punggung Huan Wenzhao seraya tersenyum puas. Akhirnya tidak berpura-pura lagi, katanya dalam hati. Tampaknya marga Jiao itu cukup berarti!
Huan Wenzhao… akhirnya aku tahu kelemahanmu.
Jiao Jingling berusaha untuk tidak tergagap ketika pemuda itu mendekat. “Kau…”
“Jangan takut!” Bisik Huan Wenzhao menenangkannya. “Aku di sini.”
Jiao Jingling tertunduk dengan wajah tersipu. Pemuda itu sekarang berdiri tak jauh dari sisinya.
Cukup dekat hingga lengan mereka bergesekan.
Cukup dekat hingga semua orang di dalam kelas mengerling ke arah mereka.
Shi Xia tertunduk di tempat duduknya dengan ekspresi muram. Tampaknya gadis itu menaruh hati pada Huan Wenzhao.
Sejak kemunculan Jiao Jingling, gadis itu seperti tak pernah merasa nyaman.
“Sayang sekali,” gumam seorang pelajar pria. “Pelajar baru itu lumayan cantik!”
“Apa bagusnya bocah tengik itu?” Gerutu pelajar pria lainnya.
“Adipati Jiao pasti memberikan putrinya untuk dijodohkan karena terdesak,” komentar pelajar yang lainnya lagi.
Berbanding terbalik dengan para pelajar pria, para pelajar wanita justru terkesan dengan perubahan Huan Wenzhao yang tidak terduga. Beberapa bahkan menganggap tindakannya hari ini sebagai aksi heroik.
“Pria serius ternyata sangat memukau,” bisik seorang pelajar wanita pada teman sebangkunya.
“Alangkah baiknya kalau dia bisa serius sepanjang waktu,” komentar pelajar wanita lainnya.
“Katakan, siapa yang menyerangmu?” Bisik Huan Wenzhao sambil membungkuk ke arah Jiao Jingling.
“Kau tahu?” Jiao Jingling mengerjap terkejut.
“Kau datang terlambat,” Huan Wenzhao mengemukakan teorinya. “Lalu kau tidak berani keluar kelas. Selain itu, tubuh plasmamu terluka.”
Tubuh plasma adalah tubuh tiruan dari tubuh fisik berbentuk transparan. Beberapa orang menyebutnya sebagai jiwa. Beberapa lainnya menyebutnya sebagai sukma.
Tubuh transparan itulah yang biasa mengalami mimpi dan telepati.
“Kau bisa melihatnya?” Jiao Jingling menggumam takjub.
“Apakah dia dari ras dewa?” Huan Wenzhao tetap fokus pada pertanyaannya.
“Bukan!” Jawab Jiao Jingling. “Entahlah! Aku tak yakin dia itu apa. Dia seperti manusia seutuhnya, tapi sepenuhnya siluman.”
“Manusia siluman?” Huan Wenzhao bertanya tak yakin.
“Tidak bisa dikatakan begitu,” jawab Jiao Jingling dengan gaya merajuk kekanak-kanakannya yang khas. “Dia seperti manusia dengan jiwa siluman. Mungkin dirasuki atau apalah!”
Tiba-tiba kucing di pangkuan Huan Wenzhao gemetar.
Huan Wenzhao tersenyum tipis. “Aku tahu,” bisiknya.
Jiao Jingling spontan menoleh dan mendongak. Lalu mengerjap dan terperangah. “Apa yang kau tahu?” Tanyanya tak yakin.
Huan Wenzhao menaruh kucing siluman itu ke pangkuan Jiao Jingling.
Beberapa pelajar yang sedang mengintip menggumam tertahan dalam kelas.
Guru Wang melirik para pelajar itu dengan intensitas tatapan yang bisa menguliti.
Para pelajar itu serentak mengkerut.
Jiao Jingling tersentak dan terperanjat, tanpa sadar menepis kucing itu hingga terlempar.
Kucing itu terpekik dan terjerembab di lantai batu di bawah kaki mereka.
“Kenapa?” Bisik Huan Wenzhao sembari menyeringai. “Merasa familier?”
“Di---di---di---dia…” Jiao Jingling tergagap-gagap. Telunjuknya menunjuk kucing itu dengan gemetar.
“Belahan jiwanya!” Bisik Huan Wenzhao bernada menggoda.
“Bagaimana bisa—”
“Kau pernah dengar, pil siluman bisa membangkitkan orang yang mati suri?” Tanya Huan Wenzhao memotong perkataan Jiao Jingling.
“Maksudmu…”
“Ya!” Lagi-lagi Huan Wenzhao memotong perkataan Jiao Jingling.
Kalau tidak begitu, mulut Jiao Jingling bisa nyerocos tak terkendali!
Kecepatan bicara gadis itu tak tertandingi kalau sudah dipicu.
“Orang yang menyerangmu adalah manusia dengan kultivasi siluman,” tutur Huan Wenzhao sambil membungkuk meraup kucing itu. “Kemungkinan level kekuatannya sudah mencapai ranah pemurnian roh,” ia melanjutkan setelah kembali berdiri di sisi Jiao Jingling supaya tidak didengar orang lain. “Bisa dikatakan… dewa siluman!” Ia menambahkan.
“Ada hal seperti itu?” Jiao Jingling mengerutkan keningnya seperti gadis kecil yang baru mendengar istilah asing.
“Apa yang tidak ada dalam novel Jibril Ibrahim?” Bisik Huan Wenzhao. “Dia memang suka mengada-ada!”
“Siapa itu Jibril Ibrahim?” Jiao Jingling melengak kebingungan. “Dari kerajaan mana?”
“Dia…” Huan Wenzhao berpikir sebentar. Lalu tertunduk menatap Jiao Jingling sembari tersenyum lebar. “Dewa takdir!” Jawabnya sekenanya.
“Kau sedang mengerjaiku ya?” Tuduh Jiao Jingling sembari cemberut.
Huan Wenzhao mengatupkan mulutnya menahan tawa.
Begitu sekolah usai, Huan Wenzhao menuntun Jiao Jingling menuju kereta.
Kedua pengawal cantiknya melemas melihat Jiao Jingling.
“Tampaknya… hari ini kita harus berjemur lagi,” ratap A Nuo dalam bisikan lirih.
Pasangan itu mendekat ke arah mereka dan berhenti.
“Dengar, semuanya!” Huan Wenzhao mengumumkan. “Ada pesan dari ayahku, katanya kalian harus menjaga…” ia menggantung kalimatnya dan melirik Jiao Jingling sembari menimang-nimang. “Tunanganku!” Katanya sedikit keberatan. “Jadi, mulai hari ini kalian bertiga akan dipindahkan ke paviliunnya.”
Kedua pengawal itu terperangah. Begitu juga dengan sais mereka.
“Dia…?” A Nuo menunjuk Jiao Jingling dengan mata dan mulut membulat. “Tunangan Tuan Muda?” Tanyanya tak yakin. Cantik sekali, pikir A Nuo. Apa matanya tak beres?
Sebenarnya Huan Wenzhao juga tak yakin dengan jawabannya sendiri. Tapi demi keamanan Jiao Jingling, tak ada cara lain kecuali mengikuti skenario ayahnya.
Mungkin itulah tujuan ayahnya yang sebenarnya. Menempatkan Jiao Jingling di sisinya untuk mendapat perlindungan.
Mungkin juga untuk menambah bebannya!
Tunggu sampai aku pulang ke rumah! Ancam Huan Wenzhao dalam hatinya. Ditujukan pada ayahnya.
Tak sampai setengah hari, sejak Huan Wenzhao membuat kehebohan dengan membawa kucing ke sekolah, dua orang utusan dari Wisma Xieyuanyuan mendatangi paviliunnya.
Kekuatan desas-desus memang tak tertandingi! Huan Wenzhao membatin puas.
“Nona kami, ingin mengundang Tuan Muda untuk bertemu secara pribadi,” kata salah satu utusan sambil membungkuk mengulurkan selembar amplop ke arah Huan Wenzhao.
Huan Wenzhao menerima amplop itu dan membukanya. Secarik kertas rami terselip di dalamnya.
Pesan singkat yang tertulis di kertas itu berbunyi: “Wisma Xieyuanyuan, pukul tujuh malam ini. Tertanda; Yu’er.”
Ayo, Thor 💪💪💪💪💪💪💪💪💪