NovelToon NovelToon
Antara Dua Sisi

Antara Dua Sisi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Pelakor
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.

Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dinner Keluarga

Belle baru saja pulang dari hari pertamanya di sekolah baru. Mobil yang disupiri Pak Alfie melaju dengan tenang di sepanjang jalan, tapi pikiran Belle masih terasa berat. Ia menatap keluar jendela, melihat pemandangan kota yang perlahan berubah menjadi pepohonan yang rindang. Sesuatu di dalam dirinya mendesak, seakan-akan ingin mencari ketenangan di tengah kebingungan yang memenuhi pikirannya.

"Pak Alfie, bisa berhenti sebentar?" tanya Belle tiba-tiba.

Pak Alfie mengerutkan dahi sekilas lewat kaca spion, tapi ia menuruti permintaan Belle tanpa banyak bicara. Mobil itu berhenti di tepi jalan, tepat di dekat sebuah jembatan yang menghadap ke danau. Belle membuka pintu dan keluar, menghirup udara segar yang dingin dengan napas panjang. Ia merasa ada sesuatu di tempat ini yang menariknya.

Belle melangkah pelan menuju jembatan, pandangannya terpaku pada permukaan danau yang tenang, memantulkan bayangan langit kelabu sore itu. Tapi sesuatu yang lain menarik perhatiannya. Di kejauhan, di tepi danau, terlihat seseorang sedang duduk di atas sebuah batu besar. Sosoknya terdiam, hanya menatap air, seolah tengah merenung. Belle mempersempit matanya, mencoba mengenali siapa orang itu. Samar-samar ia dapat melihatnya, meski tak jelas siapa orang tersebut.

"Siapa itu?" pikir Belle dalam hati. "Mungkin dia sedang banyak masalah, seperti aku juga."

Ia berdiri di sana untuk beberapa saat, merasa terhubung secara tak langsung dengan orang asing itu. Keduanya, meski tak saling mengenal, tampaknya sedang mengalami pergulatan batin masing-masing. Belle memikirkan ibunya, ayahnya, dan hidupnya yang sekarang penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban. Ia merasa sendirian, namun juga entah bagaimana, merasa ditemani oleh kehadiran orang di seberang sana yang tampaknya juga terbebani oleh sesuatu.

Belle tersenyum kecil, meski samar. Seolah memahami bahwa di dunia ini, setiap orang punya luka dan beban yang mereka pikul, tidak peduli seberapa tenang mereka terlihat dari luar.

Setelah beberapa saat, Belle memutuskan untuk kembali ke mobil. Ia menghela napas panjang sebelum berbalik dan melangkah dengan tenang. Namun, sebelum ia masuk kembali ke mobil, ia menoleh sekali lagi ke arah danau. Sosok itu masih di sana, duduk diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Mungkin dia butuh waktu seperti aku," gumam Belle pelan. Lalu, tanpa menunggu lebih lama, ia masuk ke dalam mobil, dan Pak Alfie mulai melajukan kendaraan kembali.

Pov Draven

Draven duduk di atas batu besar di tepi danau, pikirannya bergolak seperti riak air di depannya. Ia baru saja keluar dari rumah sakit, meninggalkan ibunya yang masih terbaring lemah. Setiap kali ia memandang wajah ibunya yang penuh kelelahan, rasa marah dan frustrasi selalu menghantamnya terutama setelah mendengar telepon dari ayahnya yang menuntut kehadirannya di makan malam bersama keluarga Paula. Ia tak bisa lagi menyembunyikan perasaan muak yang perlahan merayapi hatinya.

Sambil menatap danau yang tenang, Draven mencoba melarikan diri dari segalanya, setidaknya untuk beberapa saat. Ia menundukkan kepala, menggenggam kedua tangannya dengan erat, mencoba meredam kebisingan batin yang terus menghantuinya. Namun, di sudut matanya, ia menangkap sesuatu—sesosok wanita yang berdiri di atas jembatan, menghadap ke arahnya.

Draven mendongak pelan, matanya mengikuti sosok wanita itu. Ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dari kejauhan, tapi ada sesuatu yang menarik dalam cara wanita itu berdiri, seolah-olah dia juga tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sejenak, Draven merasakan ada koneksi aneh—meski tak terucap—seperti mereka berdua sedang menjalani kebingungan yang serupa.

Wanita itu tidak lama berdiri di sana, sebelum akhirnya berbalik dan berjalan kembali menuju mobil yang terparkir tak jauh dari jembatan. Draven masih memandanginya, matanya terpaku pada sosok yang semakin menjauh. Meski hanya sebentar, pertemuan singkat yang tanpa kata itu membuatnya merasa sedikit terhibur, entah bagaimana.

"Siapa dia?" gumam Draven pada dirinya sendiri, rasa penasaran mulai merayap. Ia mengguncang kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Mungkin hanya seseorang yang kebetulan lewat, tak ada yang istimewa, pikirnya.

Namun, bayangan wanita itu tidak mudah hilang dari benaknya. Sesuatu dalam cara wanita itu memandang ke danau, atau mungkin ke arah dirinya, membuat Draven merasa sedikit lega, seolah mereka berdua sama-sama melarikan diri dari sesuatu.

Draven menarik napas panjang, menunduk lagi, dan menatap air di hadapannya. Tapi kini pikirannya tak sepenuhnya berada di sana lagi. Bayangan wanita di jembatan itu terus bermain di benaknya, membekas lebih dalam dari yang ia duga.

Setelah beberapa saat, Draven berdiri, merasa sudah saatnya pergi. Namun, sebelum ia meninggalkan tempat itu, ia menatap lagi ke arah jembatan, ke tempat di mana wanita itu tadi berdiri.

Belle kembali ke apartemennya yang sunyi, suasananya begitu hening hingga ia bisa mendengar langkah kakinya sendiri di lantai marmer yang dingin. Setelah meletakkan tas sekolahnya di meja, Belle merebahkan diri di atas kasur yang luas, matanya terarah pada langit-langit sebentar sebelum akhirnya pandangannya jatuh ke ponsel yang tergeletak di sampingnya.

Dengan malas, ia membuka ponselnya dan menatap layar. Pesan dari kemarin masih ada di sana, belum terbaca, belum dibalas. "Kok belum dibalas juga?" gumamnya sambil mengernyitkan dahi, memandangi pesan dari Draven yang dikirim sehari sebelumnya, menanyakan kabarnya. Pesan itu awalnya membuat Belle senang, tapi sekarang, ketidakhadiran balasannya membuatnya semakin resah.

Belle mendesah panjang, menggulung tubuhnya ke dalam selimut sambil menatap layar ponsel yang gelap. Tanpa ia sadari, pikirannya mulai melayang kembali ke Draven. Tatapan serius pria itu, cara ia mendengarkan, dan ketenangan yang terasa aneh di sekitarnya semuanya membuat Belle merasa nyaman, meski ia tahu Draven bukan orang yang bisa ia miliki.

"Ah, Belle, jangan mikirin dia lagi," bisiknya pelan, berusaha menepis perasaan yang muncul tiba-tiba. "Dia sudah punya tunangan." Suaranya terdengar tegas, tapi hatinya tak bisa membohongi diri sendiri. Ada sesuatu tentang Draven yang berbeda, sesuatu yang tak mudah ia abaikan.

Belle menutup matanya, mencoba mengusir bayang-bayang Draven dari pikirannya.

***

Draven pergi ke sebuah restoran dengan penampilan rapi, mengenakan setelan jas yang membuatnya terlihat lebih dewasa dari usianya. Ia tahu malam ini adalah malam penting, pertemuan keluarganya dengan keluarga Paula. Meskipun hati kecilnya menolak, Draven merasa seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang, terpaksa mengikuti alur yang tidak ingin ia jalani.

Setibanya di restoran, suasana tampak meriah. Keluarga Paula sudah hadir di sana, ayahnya, Pak Markus, beserta istri dan anak pertamanya, Elvin, yang duduk di meja panjang dengan hidangan yang sudah terhidang. Pembicaraan yang terjadi di antara mereka tampak penuh semangat, tetapi bagi Draven, itu semua terasa hampa.

Makan malam ini bukan sekadar jamuan biasa. Di balik tawa dan senyuman, terdapat obrolan serius tentang penyatuan bisnis antara keluarga mereka. Pak Markus dan ayah Draven, Lucas, terlibat dalam diskusi yang semakin mendalam mengenai rencana kolaborasi yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Draven mengerutkan kening, mendengarkan sambil mencoba menahan rasa frustrasinya.

"Aku tahu ini penting untuk kita semua," kata Pak Markus dengan nada percaya diri. "Penyatuan ini akan membawa bisnis kita ke level berikutnya. Kita akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan di industri ini."

Draven menatap Elvin, yang terlihat bersemangat, seolah-olah semua ini adalah hal yang sangat menarik baginya. "Kita bisa mulai dengan mengembangkan produk baru yang lebih inovatif," tambah Elvin, menunjuk pada grafik yang terletak di atas meja. "Kita harus memanfaatkan tren pasar yang sedang berkembang."

Sementara itu, Draven merasa terasing. Ia tidak ingin terjebak dalam rencana bisnis yang tidak ada hubungannya dengan keinginannya sendiri. Di dalam hatinya, ada dorongan untuk memberontak, untuk melawan jalan yang sudah ditentukan untuknya.

Ketika hidangan utama disajikan, Draven hanya mengaduk makanannya, tidak mampu menelan. Meskipun semua orang tampak menikmati malam itu, ia merasa seperti orang luar, terasing dalam dunia yang tidak ia inginkan. Pikiran tentang ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit kembali menghantuinya, menciptakan rasa bersalah yang mendalam. Ia tahu harusnya ia berada di sana untuknya, bukan di sini, menghadiri pertemuan yang lebih berkaitan dengan kekuasaan dan uang.

"Draven, apa kau baik-baik saja?" tanya Paula, menariknya kembali dari lamunan. Senyumnya manis, tetapi Draven tahu di balik senyum itu terdapat harapan besar yang diletakkan padanya.

"Ya, aku baik," jawab Draven datar, berusaha memaksakan senyuman. Namun, di dalam hati, ia tahu semua ini hanyalah sementara. Dia harus menemukan jalan keluar dari labirin yang mengikatnya ini, sebelum semuanya terlambat.

1
Leviathan
sedikit saran, perhatikan lagi struk katanya iya Thor.

ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..

contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.

jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam

atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.

intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus
Lucky One: Makasih ya saran nya/Heart/
total 1 replies
safea
aku baru baca dua chapter tapi langsung jatuh cinta sama tulisan kakaknya💜
safea
suka banget sama tata bahasanya, keren kak! oh iya sedikit saran dari aku, tolong penempatan tanda bacanya diperhatikan lagi yaa
Lucky One: Makasih saran nya ya..
total 1 replies
Anggun
hadir saling support kak
🔵@🍾⃝ ͩAᷞғͧɪᷡғͣ DLUNA
Saran aja kak, itu tulisannya bisa di bagi lagi menjadi beberapa paragraf agar yang membaca lebih nyaman..
Lucky One: okey, makasih ya feedback nya
total 1 replies
semangat kak /Determined/ tapi kok rasanya kayak baca koran ya, terlalu panjang /Frown/
Lucky One: Makasih feedbacknya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!