Mawar Ni Utami gadis yatim piatu yang dua kali dipecat sebagai buruh. Dia yang hidup dalam kekurangan bersama Nenek nya yang sakit sakitan membuat semakin terpuruk keadaannya.
Namun suatu hari dia mendapatkan sebuah buku kuno dan dari buku itu dia mendapat petunjuk untuk bisa mengubah nasibnya..
Bagaimana kisah Mawar Ni? yukkk guys kita ikuti kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 20.
Spontan tangan Rian pun terangkat dan memegang puncak kepalanya yang kejatuhan sesuatu.. dan Rian merasakan ada sesuatu benda yang lembek berada di rambut kepalanya..
“Sialan!” umpat Rian yang secara spontan mencium benda lembek itu yang ternyata kotoran burung..
“Ha... ha... ha....” suara tawa Dito dan Mawar Ni sambil menatap wajah Rian yang tampak kesal.
“Itu burung tahu Yan kalau kamu belum mandi ha... ha... ha....” suara Dito yang masih menatap wajah Rian dan Rian pun kini ekspresi nya campur campur, kesal karena Dito mengungkap aib nya di depan Mawar Ni dan malu pada Mawar Ni..
“Sudah ayo kita pulang saja, besok kita panen lagi padi ini. Nanti aku coba tumbuk padi ini dan coba aku masak apa enak rasa padi nya..”
“Ayo Ni..., aku yang angkat padi ini, sepertinya berat kamu yang bawa satu karung madu saja.” Ucap Dito lalu dia memanggul tongkat yang di ke dua ujungnya penuh dengan ikatan malai padi.
Mereka bertiga segera melangkah keluar dari hutan. Mawar Ni pun mengingat karung dan golok di boncengan sepedanya. Dito mengikat tongkat padi itu dengan kuat kuat dan seimbang sedang Rian mengikat dua karung di boncengan sepeda nya..
Mereka bertiga mengayuh sepeda dengan kencang menuju ke rumah Mawar Ni, Mawar Ni di posisi paling depan, dia sudah tidak sabar untuk menunjukkan padi padi istimewa pada Nenek. Sedangkan Dito berada di posisi paling belakang karena muatan sepeda nya yang paling berat di antara teman temannya.
Orang orang di jalanan atau yang sedang di sawah tampak menatap padi yang berkilau kilau yang dibawa oleh Dito. Benar benar sangat menarik perhatian mereka semua..
“Dari mana mereka mendapat padi berkilau kilau bagai emas? Padi varietas baru dari import apa ya? Siapa yang sudah menanam padi itu?” gumam orang orang yang melihat padi itu..
Beberapa menit kemudian mereka bertiga sudah sampai di rumah Mawar Ni..
“Yan, Dit kok seperti nya orang orang tadi memperhatikan padi yang dibawa Dito ya? Lebih baik setelah kalian istirahat dan makan kembali lagi ke hutan dan aku yang mengurus sarang sarang madu ini. Bagaimana?” ucap Mawar Ni sambil menyandarkan sepeda nya.
“Iya Ni, aku setuju. Aku juga takut ada orang orang yang mengambil padi padi istimewa ini.” Ucap Dito lalu dia yang turun dari sepeda cepat cepat mengangkat tongkat yang berat karena banyak ikatan padi tergantung.
Sesaat kemudian muncul sosok Nenek yang terlihat tampak kaget melihat padi yang berkilau kilau...
“Kalian dapat padi dari mana? Jangan mencuri ya!” ucap Nenek tampak khawatir jika ketiga anak muda itu berkonflik dengan hukum.
“Tidak Nek aku mendapatkan di hutan.” Ucap Mawar Ni sambil mengangkat karung.
“Ya sudah kalian bertiga istirahat makan, aku jemur padi padi itu agar kering sempurna..” ucap Nenek sambil mendekati padi padi yang sudah ditaruh oleh Dito di teritisan rumah Nenek.
“Padahal benar benar padi kok tampak seperti emas saja.. andai ini emas benaran Mawar Ni sudah kaya raya...” gumam Nenek sambil memegang megang padi istimewa itu..
Nenek pun segera menghamparkan terpal yang biasa dia gunakan untuk menjemur padi hasil ngasak.. Nenek lalu menjemur padi istimewa itu dan duduk di tanah menunggu di teritisan rumah..
Sesaat Nenek terkaget karena melihat ada sepeda masuk ke dalam halaman rumahnya.. terlihat Jumilah yang ekspresi wajahnya terlihat sedih dan bingung, anak keduanya digendong depan dengan kain batik yang sudah kusam dan Ayu anak pertamanya duduk di boncengan...
“Jum... kamu tidak jualan?” teriak Nenek sambil bangkit berdiri pelan pelan agar mata tidak berkunang kunang..
“Tidak Nek, Emak sudah bangkrut!” suara imut Ayu yang masih duduk di boncengan dengan lantang..
“Bangkrut bagaimana? Sepi terus ya?” tanya Nenek dengan nada sedih ikut prihatin karena dia sudah merasakan susahnya berjualan di masa krisis.
Jumilah pun turun dari sepeda nya... lalu menuntun sepeda itu untuk diparkir kan, dia lalu membantu Ayu turun dari boncengannya..
“Iya Nek.. selain sepi juga ada larangan berjualan di depan sekolah, anak anak tidak boleh jajan di luar sekolah. Padahal aku buat dagangan sehat tidak pakai macam macam, lha wong anak ku sendiri juga makan dan minum dagangan ku mana mungkin aku akan meracuni anak anakku sendiri hiks hiks..hiks.. tapi ada yang memfitnah kata nya dagangan ku pakai obat obat yang berbahaya buat anak anak..” ucap Jumilah yang air mata sudah menetes dia pun mengelap wajahnya dengan ujung kain batik gendongan..
“Sabar Jum.. kita duduk di teritisan saja ya, aku nunggu padi padi ini.” Ucap Nenek sambil merangkul Jumilah dan Ayu.
Jumilah yang tadi tidak begitu memperhatikan padi yang dijemur oleh Nenek pun tampak kaget, begitu juga Ayu..
“Padi nya kok lain Nek, macam emas saja berkilau kilau..” ucap Jumilah..
“Iya Jum, maka aku tunggu takut hilang di ambil orang, meskipun itu juga padi benaran bukan emas. Kalau emas tidak aku jemur langsung aku jual.” Ucap Nenek lalu mengajak Jumilah dan Ayu duduk di tanah teritisan
“Kalian sudah makan belum, kalau belum masuklah dulu ikut makan Mawar Ni sana, kita omong omong setelah kalian makan.” Ucap Nenek sambil menatap Jumilah dan kedua anaknya.
“Sudah Nek.” Jawab Jumilah dan Ayu.
“Benar?” tanya Nenek sambil menatap wajah Ayu, dan Ayu pun menganggukkan kepalanya dengan mantap, akhirnya Nenek percaya jika mereka bertiga sudah makan, karena Nenek melihat kejujuran di wajah polos Ayu.
“Terus apa rencana kamu selanjutnya Jum?” tanya Nenek selanjutnya sambil menatap Jumilah.
“Nek, aku mau menitip Ayu dan Bagas apa bisa ya? Aku mau bekerja di kota kecamatan menjadi ART Nek tapi harus menginap di rumah majikan nya Nek, tidak boleh pulang dan tidak boleh membawa anak.. hiks... hiks...hiks... aku bingung Nek, anak anak ku kutitip siapa, aku tidak punya saudara..” ucap Jumilah terisak isak dan mengusap usap kepala kedua anaknya..
“Seminggu sekali aku pulang Nek.” Ucap Jumilah lagi sambil menatap Nenek penuh permohonan..
“Wah aku harus tanya Mawar Ni kalau masalah ini Jum, kamu sendiri tahu kan kalau kondisi ku juga sering sakit, meskipun aku juga kasihan pada anak anak kamu kalau mereka ditinggal atau kamu titipkan pada orang yang tidak bisa dipercaya.. jaman sekarang Ni, banyak orang jahat..” ucap Nenek sambil menatap Ayu dan Bagas penuh rasa prihatin..
“Iya Nek..” ucap Jumilah
“Ni.... dicari Jumilah kamu.” teriak Nenek sambil menoleh ke arah dalam rumah..
“Oooo iya iya...” terdengar suara Mawar Ni dari dalam rumah...
Tidak lama kemudian muncul sosok Mawar Ni yang baru saja selesai makan..
“Eeee Ayu, Bagas.. Sudah makan belum?” tanya Mawar Ni sambil mendekati Ayu dan Jumilah..
“Sudah Mbak Ni, sebelum berangkat kami sudah makan kata Emak biar Bagas tidak rewel dan tidak merepotkan...” ucap Ayu sambil tersenyum menatap Mawar Ni yang juga duduk di tanah di samping Ayu.
“Gini Ni, Jumilah mau bekerja di kota harus menginap tetapi tidak boleh bawa anak.” Ucap Nenek sambil menatap wajah cucu tercinta nya..
“Iya Ni, aku mau bekerja jadi ART sudah diterima tapi bingung menitipkan Ayu dan Bagasi. Apa aku bisa menitip Ayu dan Bagas pada kamu Ni. Aku tahu kamu juga sibuk tapi kamu kan banyak kerja di rumah. Nanti aku sisihkan uang gaji buat kamu dan Nenek Ni.. maaf...” ucap Jumilah dengan hati hati.. air mata Jumilah pun kembali menetes.
nenek mu udah pengalaman hidup ini anak kemari sore di bilangin ngeyel
mawar ni cerdas begitu ada kesempatan mengorek statusnya Ardian secara tidak kentara ...
betul2 gak sesuai dengan barangnya.ternyata madu campur gula.yaitu akibat serakah..