Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 03
Benar dugaan Nirma sebelumnya, teman yang sudah membuat janji dengannya ternyata sudah duduk manis di salah satu kursi yang berada tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Melihat itu tentu saja membuat Nirma jadi tidak enak hati karena dirinya sudah terlambat.
"Maaf ya Lis, aku telat datangnya." Wanita lainnya yang diketahui sebagai temannya Nirma itu lantas bangkit untuk menyambut kedatangan orang yang sejak tadi memang sedang ia tunggu kehadirannya.
"Ya ampun, kok kayanya kamu makin cantik aja Nir? Apa kabar nih Bu juragan?" Alih-alih merasa kesal karena Nirma terlambat, wanita bernama Lisa itu justru mengajak temannya itu untuk bergurau bersama. Inilah yang ingin mereka lakukan makanya memutuskan untuk bertemu.
"Oh iya dong jelas, soalnya pemasukan lancar terus sih." Bahkan Nirma yang tadinya merasa tidak enak hati pun jadi melupakan perasaannya itu. Toh Lisa juga tidak keberetan sama sekali.
"Kamu gimana kabarnya? Susah banget loh dihubungin mentang-mentang istrinya pengusaha." Sekali lagi, dua wanita dewasa itu tergelak secara bersamaan. Tapi tenang saja, mereka tidak sampai mengganggu orang sekitar kok.
"Selalu baik aku mah, cuma ya gitu lagi sibuk bolak balik Indonesia-New York." Oh, ini informasi baru yang Nirma ketahui yang mana membuat wanita itu jadi penasaran.
"Suamimu buka cabang sampai ke sana?" Sebelum menjawab pertanyaan tadi, Lisa mempersilakan seorang pelayan yang baru saja datang untuk menyajikan makanan yang memang sudah ia pesan sebelum Nirma tiba.
"Bukan, itu loh Nir anak lanangku kan tinggal di sana." Setelah semua makanan tertata rapi di meja, barulah Lisa kembali membuka suaranya. Ternyata jawabannya kali ini berhasil membuat Nirma sedikit kebingungan.
Mungkin di dalam kepala sahabatnya itu sesang bertanya-tanya, sejak kapan putranya Lisa tinggal di sana. Padahal sebelumnya Lisa juga sudah pernah menceritakannya.
"Kamu pasti lupa kan? Anakku udah tinggal lama di New York, sejak anaknya umur satu tahun lah." Ah, sekarang Nirma baru bisa mengingatnya. Kepalanya ia anggukan dengan semangat sebagai pertanda kalau dirinya sudah ingat.
Mari Nirma beritahukan tentang satu hal. Sahabatnya hanya memiliki satu orang anak yang malah lebih memilih untuk tinggal di negara orang sana. Lebih tepatnya keputusan itu ia ambil karena ada suatu alasan yang tidak Nirma ketahui apa.
Sekarang ini Lisa sudah menjadi seorang cucu, karena itulah ia lebih sering berpergian ke luar negeri hanya demi bisa memeluk sang cucu secara langsung. Ya meskipun agak repot sedikit, tapi tak apalah.
"Jadi kamu setiap bulan harus ke sana?" Obrolan kali ini jadi lebih santai karena mereka melakukannya sembari mulai menyuapi potongan sushi ke dalam mulut.
"Enggak setiap bulan juga, palingan tiga bulan sekali? Atau pas jadwalnya suamiku kosong." Membayangkannya saja sudah membuat Nirma lelah sendiri, bagaimana lagi kalau hal itu terjadi pada dirinya.
"Tapi setelah ini aku nggak bakalan ke sana lagi." Gerakan tangan Nirma yang baru saja akan mengambil potongan ikan mentah itu langsung berhenti begitu saja.
"Dilarang anakmu ya?" Hanya itu prasangka yang Nirma miliki saat ini karena dulu pun sahabatnya ini pernah dilarang untuk datang ke sana.
"Enggak, anakku mau balik ke Indo." Ini sedikit mengejutkan, sampai-sampai membuat kedua netra Nirma membola dengan sempurna.
"Itu juga karena dipaksa sama suamiku. Dia kan harus ngegantiin posisi papanya di perusahaan, dulu juga janji begitu sebelum pindah ke sana." Begitu rupanya. Pasti suaminya Lisa harus berupaya dengan keras agar putra semata wayang mereka mau kembali ke tanah air.
"Istrinya bakalan ikut pindah atau tetap tinggal di sana?" Sekarang giliran Lisa yang menghentikan kegiatan makannya. Kedua alis wanita itu pun saling bertautan saat pertanyaan tersebut Nirma sampaikan.
"Istri apanya? Dia tuh malah nggak mau nikah lagi, Nir. Katanya mau fokus kerja sama ngerawat cucuku aja." Kalau begitu, informasi yang pernah ia dapatkan dari teman lainnya salah besar.
Waktu itu ada yang mengatakan kalau putranya Lisa sudah menikah lagi dengan warga negara sana dan itu pula yang membuatnya semakin enggan untuk kembali ke Indonesia. Tapi setelah mendengar yang sebenarnya, Nirma jadi merasa kesal sendiri pada orang yang sudah menyebarkan gosip itu.
"Oh iya, anak kamu gimana? Udah ada hilal bakal ngadain hajatan nggak?" Kalau tadi Lisa saja yang berkeluh kesah, sekarang giliran Nirma yang sepertinya juga akan menyampaikan kekhawatirannya.
"Belum, kalau kata anakku sih tunggu aja sampai cowonya ngelamar. Sebenarnya buat aku sendiri enggak masalah kalau dia mau nikah umur berapapun, tapi kasihan juga dianya nanti. Pasti dapat omongan enggak enak dari orang-orang." Kalau Lisa hanya memiliki satu orang anak yang bisa ia bagikan kisahnya, maka Nirma memiliki dua orang anak. Namun kali ini ia lebih memilih untuk membahas tentang Rumi saja.
"Punya pacar toh? Kukira nggak punya." Memang sih Nirma tidak terlalu menggembar gembor kan pada orang-orang tentang anaknya, termasuk pada Lisa yang padahal sudah menjabat sebagai sahabat.
"Coba aja nggak punya, udah aku jodohin sama anak lanangku." Rasanya Nirma tidak bisa untuk tidak terkejut saat mendengar ucapan Lisa yang barusan itu. Bagaimana bisa seseorang seperti Lisa malah memikirkan tentang perjodohan?
"Kalau misalnya amit-amit nih ya, anakmu nanti akhirnya enggak baik sama pacarnya. Nikahin aja sama anak aku ya, Nir." Wah, nampaknya pembicaraan mereka semakin kemana-mana. Nirma pun tidak berani untuk memberikan jawaban atas permintaan sahabatnya itu.
......................
Jarum jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas tepat, dan Rumi baru saja selesai mengemasi barang bawaannya ke dalam tas. Gadis itu juga kembali memastikan kalau tidak ada yang tertinggal di meja kerjanya.
"Kok belum pulang, Rum?" Kepalanya lantas menoleh saat ada suara lainnya yang barusan saja memenuhi ruangan para guru yang sudah sepi ini.
"Ini aku mau pulang kok, duluan ya Miss Sarah." Rumi tidak lupa melambaikan tangannya pada salah satu rekan kerjanya itu karena dirinya pun sudah ditunggu oleh Rafka di depan sana.
Sesuai dengan permintaan Rumi pagi tadi, Rafka benar-benar mengirimkan pesan padanya sebelum ia berkemas dan keluar dari gedung ini. Mungkin setelah ini Rumi akan mentraktir si bungsu nanti.
"Loh? Kok udah beli makanan aja, dek?" Mulanya Rumi nampak kebingungan kala indera penciumannya menangkap aroma sedap sata membuka pintu bagian penumpang, dan ternyata aroma itu berasal dari sebuah plastik yang entah kenapa Rafka letakkan di dashboard begitu saja.
"Sekalian tadi tuh, jadi kan nanti begitu nyampe di kantor tinggal makan aja." Kalau begini gagal dong rencana Rumi yang ingin mentraktir.
"Padahal Mba mau beliin makanan loh tadi, kalah cepet deh." Ini bukan termasuk ke dalam keluhan sih sebenarnya karena Rumi pun menyampaikan dengan nada yang tidak serius sama sekali.
"Mba masakin aja lah nanti di rumah, masakannya Mba kan lebih enak daripada makanan yang ada di luaran." Dasar lelaki bermulut manis. Kalau sudah memuji seperti ini, pasti permintaannya akan ada banyak sekali.
"Ya, atur ajalah sesuka kamu." Sekarang Rumi sudah tidak berniat untuk meladeni sikap menyebalkan Rafka, gadis itu lebih memilih sibuk dengan ponselnya sendiri.
Lagi dan lagi, yang ia lakukan hanyalah membuka ruang obrolan antara dirinya dan juga Digo. Rumi sengajak membukanya karena ingin mengetahui apakah kekasihnya itu sudah membalas pesannya atau belum.
Tapi nihil, tak ada satu balasan pun yang Rumi terima. Bahkan pesannya dari dua hari yang lalu pun tak berbalas sama sekali. Jika sudah seperti ini, Rumi jadi bertanya-tanya sendiri. Sebenarnya sesibuk apa Digo itu sampai tidak bisa meluangkan waktu barang tiga menit saja untuk membalas pesan darinya.
"Mba, mixue kuy?" Rumi memang tidak mengatakan apapun, tapi Rafka bisa mengetahui dengan sangat jelas kalau saat ini suasana hati kakaknya ini sedang tidak baik.
Jalan satu-satunya yang bisa ia tempuh adalah menawarkan kudapan manis, karena hanya itu yang berhasil membuat suasana hati Rumi kembali seperti semula.
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih