"Pokoknya aku mau Mama kembali!"
"Mau dibawa kemana anakku?!"
"Karena kau sudah membohongi puteriku, maka kau harus menjadi Mamanya!"
Tiba-tiba menjadi mama dari seorang gadis kecil yang lucu.
"Tapi, mengapa aku merasa begitu dekat dengan anak ini ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linieva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Tiga Belas
“Lepaskan tangannya!” Miranda menarik tangan Anisha dengan kasar bahkan sampai Anisha sedikit merintih karena kesakitan.
“Hentikan! Kenapa kau kasar sekali?” Alisha berdiri dari kursinya, dia tidak tega melihat wajah Anisha yang menahan sakit.
“Kasar? Siapa yang kau bilang kasar? Hey, sekarang kau pergi dari sini karena aku sudah di sini. Anisha tidak membutuhkanmu, hanya aku.” Ucap Miranda dengan begitu sombong melambaikan tangan seperti mengusir nyamuk.
“Gak mau! Anis gak mau Mama pelgi! Tante aja yang peylgi!” teriak Anisha.
“Aduh Sayang. Kamu itu masih anak kecil, mudah dibohongi sama orang dewasa. Kamu gak tahu aja, kalau ada banya orang dewasa yang pura-pura baik dan sayang sama kamu. Tapi, Tante gak gitu kok. Tante Miranda ini, sangat perduli dan sayang pada Anisha.” Bujuknya.
“Pokoknya aku gak mau! Kalian peylgi, bialy mama yang disini!!” Anisha berteriak dan banyak gerak.
“Anish, tenang ya. Jangan banyak bergerak dulu.” Alisha mendahului Miranda, menggesernya agar ada ruang untuknya.
“Aduh! Kau tuli ya? Pergi saja dari sini! Sadewa juga tidak masalah kalau aku datang-
“Oh ya? Apa benar dia tahu kalau anda datang ke sini? Dan, Sadewa sendiri yang menyuruhku untuk tetap di sini, apapun yang terjadi sampai dia datang.” Ucap Alisha dengan yakin dan percaya diri.
Terlihat sekali Miranda begitu kesal sampai hembusan napasnya yang cepat, menatap tajam pada Alisha, rivalnya.
“Aku adalah calon mama baru untuk Anisha-
“Akh… kalau begitu, bisakah kau bicara dulu pada Sadewa-
“Sadewa? Kenapa kau tidak sopan sekali menyebut nama majikanmu dengan sembarangan?” Miranda berkacak pinggang.
Miranda melihat Anisha, “Anis! Apa kau pikir kalau perempuan ini,” dia menunjuk Alisha, karena tidak suka ditunjuk-tunjuk, Alisha menurunkan jari telunjuk wanita itu, “Apa kau pikir dia adalah mamamu? Dia bukan mama-mu!” ucapnya tegas. Tak perduli bagaimana perasaan dan kondisi Anisha.
“Berhenti! Kenapa anda begitu banyak bicara? Sebaiknya kau pergi saja. Kalau kau mau bertemu dengan Sadewa, cari saja dia. Dia tidak ada di sini.”
“Kenapa? Apa kau akan marah karena aku bicara yang sebenarnya pada anak kecil ini?”
“Dia mama-ku! Tante gak boleh mayah-mayah sama mama!” Anisha tetap membela dan berpihak pada Alisha. Dia bahkan memeluk Alisha.
“Sudah Tante bilang, dia itu bukan mama kamu, Sayang. Dia hanya pembantu, yang ditugaskan untuk pura-pura jadi ‘Mama’ kamu.” Miranda masih berusaha dengan sabar menjelaskannya pada Anisha. Sengaja, agar Anisha membenci Alisha dan mengusirnya.
‘Apa Anisha akan membenciku?’ Alisha khawatir. Anisha menatap penuh arti pada Alisha.
‘Bagus, ayo usir wanita licik ini sekarang, anak sial!’
“Anisha tidak peduli! Pokoknya, Anisha lebih suka mama di sini, bukan Tante.” Anisha menundukan wajahnya.
‘Anak nakal ini? Keras kepala sekali dia.’
“Nah, karena anda sedang mengganggu ANAK-KU, maka sekarang aku harus menyuruh kalian berdua,” Alisha melihat Dewi yang masih ada di sana, “Keluar dari sini sekarang!”
“Kau saja yang pergi!”
“Kau tuli? Jelas-jelas anakku tidak mau kau di sini, kenapa kau bandel banget sih?”
“Apa yang kau lakukan pada-
“Bodo amat! Sudah disuruh baik-baik, tapi kalian gak pergi-pergi juga, jangan salahkan aku mengusir kalian dengan kasar!” Alisha menarik tangan Miranda, menariknya agar pergi, “Kau juga Dewi! Ngapain kau hanya berdiri saja? Cepat keluar!”
“Anisha Sayang, Mama keluar sebentar ya.” suaranya langsung diturunkan dengan pelan dan tersenyum pada Anisha.
“Iya Ma, tapi jangan lama-lama ya.”
Masih tersenyum, Alisha mengangguk, dan melanjutkan lagi menarik tangan Miranda hingga sudah keluar dari ruangan itu.
“Lepaskan! Kurang ajar! Kau tidak tahu diri! Berani sekali kau menyentuhku!” Miranda menarik sendiri tangannya hingga terasa sakit. Dia memijit pergelangan tangannya yang memerah.
“Itu salahmu sendiri. Bukankah aku sudah bicara dengan sopan?” Alisha melipat tangan didepan dada, berdiri dengan santai tanpa khawatir disalahkan Sadewa.
“Lihat saja, aku akan adukan ini pada Sadewa! Kau yang menghasut mereka berdua kan?”
“Ada apa ini?”
Mereka melihat kedatangan Sadewa.
“Nah, kebetulan orangnya sudah datang, silahkan mengadu saja padanya.” Alisha mempersilakankan.
Dewi dan Miranda saling melihat dengan ekspresi wajah panik.
“Alisha, bisa kau jelaskan apa yang terjadi?”
“Kenapa aku yang harus menjeaskannya, TUAN?”
“Apa?”
“Sa-Sadewa, aku datang untuk menjenguk Anisha, tapi wanita ini, pembantu barumu melarang-
“Pembantu? Siapa yang kau sebut ‘Pembantu’, Miranda? Dan, darimana kau tahu kalau puteriku berada di rumah sakit?” pertanyaan mengintimidasi dari Sadewa.
“Darimana lagi, pasti dari Dewi-lah.” Alisha yang menjawabnya. Mendengar namanya disebut, Dewi kaget, apalagi ketika majikannya melihat padanya.
“Dewi?”
“Sudah ya, kalian bicara saja sepuasnya. Aku mau masuk kedalam, mau menemani Anisha.” Alisha meninggalkan mereka.
Tapi, ketika ada Sadewa, mereka malah sama-sama diam. Itu karena ada yang tidak ingin bicara, dan ada juga yang ragu untuk bicara.
“Sadewa, aku… aku datang ke rumah tadi pagi, tapi kata Dewi, Anisha gak ada di rumah, dan dibawa ke rumah sakit. Aku… aku menyuruhnya untuk mengantarku ke sini. Dewa, jangan marah ya. Aku yang salah.” Miranda ingin memeluk lengan Sadewa, tapi pria itu segera menjauh.
‘Untunglah nona Miranda membelaku. Memanglah, nona Miranda orang yang baik.’
“Mama,” Anisha senang melihat Alisha datang lagi.
“Kamu gak apa-apa kan? Maaf ya, tadi sempat berisik di sini, kamu gak nyaman ya?” Alisha mengelus kepala Anisha.
“Gak apa-apa, Ma. Yang penting, Mama sudah ada di sini menemaniku.”
‘Padahal dia masih kecil, tapi cara berpikir dan bicaranya, lebih dewasa daripada umurnya.’
“Oh ya, papa kamu juga sudah datang. Tapi, dia ada di luar dan bicara dengan tante kamu.”
“Aku benci tante Miyanda!” emosinya tersulut lagi.
“Iya, iya, jangan marah lagi ya.” Alisha berusaha menenangkan anak itu lagi.
“Aku gak suka Ma. Aku gak mau, kalau Papa menikah sama dia. Untuk apa? Nisha kan sudah punya Mama. Mama juga gak akan tinggalin kami kan?” Anisha mengangkat wajahnya, melihat Alisha dengan raut wajah penuh harapan.
“I-iya, Sayang. Mama janji gak akan pergi.” Yang terpenting, Anisha tidak merajuk, menangis sampai membuatnya sakit lagi. Perjanjian kontrak kerja juga, hanya sampai dua tahun saja.
Ceklek!
“Papa!”
Sadewa yang masuk seorang diri, tersenyum dan berjalan mendekati mereka berdua.
‘Mana perempuan itu? Benar-benar disuruh pergi kan?’
“Papa.” Anisha memeluk Sadewa. Agar tidak berdesakan, Alisha ingin memberi ruang pada mereka.
“Kamu sudah bangun? Gimana? Apa masih sakit?”
Anisha menggelengkan kepalanya, “Gak. Kayena mama sudah datang, Anisha sudah sembuh. Anisha mau pulang sekayang.”
“Iya, tadi juga kata dokter, kamu sudah boleh pulang. Alisha, bisa kau bantu aku menggantikan pakaian Anisha?”
“Ya, tentu saja. Dimana pakaiannya?”
“Ini. Tadi, aku sempat ke rumah untuk mengambil pakaian gantinya.”
“Yeeyy… sekayang pulang.” Anisha mengangkat kedua tangannya keatas.