Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan Kami
Malam itu,
Aku berdiri di ujung konter dapur dalam keadaan masih berkeringat karena baru saja menyelesaikan satu sesi Treatmil, namun dengan pikiran yang ruwet.
Kalau begini caranya aku was-was juga meninggalkan Aram sendirian hanya bersama Kayla. Siapa pun bisa saja melakukan apa pun yang sifatnya jahat kepada mereka berdua.
Juga...
Apa-apaan sih ini Talitha? Kenapa masalahnya jadi berlarut-larut begini? Bukankah Pak Zulfikar sudah menyelesaikan masalah ini?
Apakah aku harus menjalankan usul dari Altan, mengenai membawa wanita pendamping yang lebih cantik bagai bidadari sehingga mereka akan merasa sebagai kerikil dan tidak lagi menggangguku karena minder?
Ngomong-ngomong wanita secantik bidadari... aku pun melirik Kayla.
Aku terus terang saja belum tahu sosok bidadari sesungguhnya seperti apa. Tapi kalau kulihat di lukisan-lukisan mitologi, atau patung-patung yunani kuno, perwujudan dari sosok wanita cantik ya... si Kayla ini.
Soal wanita aku tidak memiliki selera spesifik.
Tapi Kayla bisa kukatakan sangat manis. Cantik, jelas... namun yang sekaligus manis seperti ini jarang didapatkan. Banyak wanita cantik namun dilihat sekali saja rasanya membosankan. Mungkin karena hati mereka busuk jadi terpancar aura villain di luar. Dan wanita jenis buruk ini bertebaran di mana-mana sudah seperti virus.
Sayangnya, saking baik hatinya Kayla, dia jadi dimanfaatkan orang sekitar. Muak juga rasanya kalau harus membayangkan ia ditinju oleh jawara tak tahu diri... melawan pun sudah pasti kalah tenaga.
“Kayla...” dengan berat hati harus kukatakan hal ini, aku butuh dia untuk muncul sesaat agar aku tidak diganggu lagi dengan para wanita. Aku benar-benar muak dengan para sekretaris dan karyawati yang lagaknya seperti tidak ada pria di dunia ini selain aku.
Aku bukan jenis kucing garong yang disuguhi ikan asin langsung mendekat. Aku juga bisa mual saat membayangkan wanita yang di luar spek dewi di dalam spek bangkai.
Terlebih, aku teringat akan kiasan yang bunyinya seperti ini, ‘Semakin banyak uang yang dimiliki laki-laki, semakin besar godaannya akan wanita. Semakin banyak uang yang dimiliki perempuan, semakin ia tidak membutuhkan laki-laki.”
Namun sepertinya Tuhan masih sayang padaku.
Di saat uangku banyak, ia malah menanamkan rasa trauma akan wanita di dalam diriku.
Kini aku memiliki peribahasa sendiri.
Semakin cantik seorang wanita, semakin aku takut.
Karena menurutku, cantik atau tidaknya wanita bukan ditentukan oleh penampilan mereka. Tapi dari akhlak.
Dan kebetulan...
Kayla ini bisa kuanggap... yah, walau aku benci mengakuinya di depannya langsung, adabnya lumayan baik. Walau pun wajahnya secantik bidadari. Mana tubuhnya aduhai sekali, menatapnya lebih lama dari 5 detik bisa terhipnotis. Apalagi asetnya yang satu itu, yang biasa gunakan untuk memberi makan Aram. Aku tidak berani memandangnya langsung. Bisa runtuh pertahanan diriku.
“Ya Pak?” Kayla duduk dengan anggun di depanku, seperti biasa saat menghadapiku. Duduk tegak kaki dirapatkan, tangan di pangkuannya, wajah dimiringkan ke arahku.
Padahal kalau kulihat di CCTV, saat ia sendirian dia bisa saja duduk bersila di atas sofa. Nonton drakor sambil menyusui Aram sekaligus ngemil.
“Kamu sudah tahukan kalau saya ini sering dapat perlakuan nyeleneh dari cewek-cewek di kantor?” tanyaku.
“Ooh iya, saya tahu, yang waktu itu dibicarakan oleh teman bapak yang badannya besar itu ya?” mungkin maksud Kayla adalah Si Gatot ya.
“Besar? Gendut kali maksud kamu. Si Gatot.”
“Iya Pak Zaki. Saya kan tidak tahu namanya, sudah bapak usir duluan si Pak Gatotnya sebelum kami sempat kenalan.”
“Ngapain juga kamu kenal si Gatot, cuma bikin dia berpikiran mesum kalau sampai bersentuhan sama kamu.”
Aku berani sumpah melihat Kayla tersenyum penuh arti. Senyumnya benar-benar tidak biasa.
Walau pun tatapannya sangat lembut padaku, sendu-sendu sayu.
“Kalau Pak Zaki bagaimana?” tanyanya.
Aku diam.
Pertanyaannya kali ini mengandung berbagai arti.
Banyak makna.
Apakah dia menuduhku mesum juga? Secara aku sudah melihat seluruh tubuhnya.
Atau dia memang sedang bertanya?
Tapi kenapa harus dengan senyum semacam itu?
“Jangan tersinggung, tapi kalau soal laki-laki, saya pikir kamu sudah lebih paham daripada saya sendiri yang laki-laki.” Aku berusaha berdiplomasi.
Syukurnya, Kayla mengangguk.
“Saya lebih percaya Pak Zaki dibandingkan laki-laki lain.” Katanya.
Cukup mengundang pertanyaan bagiku, jadi aku tanya, “Kenapa?”
“Saya bisa melihat sifat bapak dari bagaimana cara bapak memperlakukan Aram.”
Entah kenapa hatiku merasakan sesuatu yang membuat aliran darahku berdesir lebih cepat dari biasanya.
“Wah, sama dong. Saya juga bisa melihat bagaimana sifat kamu dari bagaimana cara kamu memperlakukan anak saya.” Walau pun ini memang tidak terlalu valid, hati manusia siapa yang tahu kecuali Tuhan.
Tapi nuraniku berani bicara kalau aku bisa percaya kepada wanita yang satu ini.
“Sebelum kita ke topik yang sebenarnya, saya akan membicarakan sesuatu, Pak. Yang mungkin akan menyinggung tapi saya tidak tahan untuk tidak bertanya. Mohon maafkan saya sebelumnya.”
“Apa itu?” tanyaku.
“Kenapa dari semua ruangan, hanya di kamar bapak yang tidak ada CCTV-nya?”
Aku tersenyum kecut.
Kenapa dia bisa tahu?!
Apa dia sempat melihat layar besar di kamarku? Dimana saat semua ruangan dipenuhi kamera, namun hanya kamarku yang tidak tampak?
“Buat apa saya mengamati diri saya sendiri?” aku bertanya balik.
“Itu namanya curang, Pak. Di kamar mandi saya ada cctvnya. Bapak bebas melihat saya mandi.”
“Kalau mau, kamu tinggal masuk kamar saya saja untuk melihat saya mandi.”
Wajahnya langsung merah.
“Oke. Saya tak perlu izin lagi ya.” Katanya.
Giliran aku yang deg-degan.
“Jadi, ada apa ya Pak?” tanya Kayla.
“Saya butuh kamu besok untuk datang ke kantor saya. Mungkin setelah jumatan. Habis dari kantor, kita makan siang bareng aja di resto langganan saya.”
“Saya ke kantor bapak? Untuk apa?”
“Untuk....” aku berpikir alasannya. Lumayan sulit ya ternyata mencari kata-kata yang pas. “Ngusir laron. Saya lagi jadi lampu neon.”
Kayla diam sebentar lalu mencibir. ”Saya cicaknya dong?”
Aku terkekeh.
“Kalau bersedia, Altan akan jemput kamu nanti siang, dandan yang cantik, secantik yang kamu bisa. Bawa Aram sekalian.”
“Dan peran saya adalah?”
Aku menatapnya, berharap aku tak usah menjawab. Masa sih dia tak mengerti harus jadi ‘apaku’?
Dia tetap dengan senyum lembutnya, namun kini lebih sinis.
“Jangan terlalu banyak berbohong, Pak. Nanti jadi beneran.” katanya.
Aku pun menipiskan bibirku, sekali lagi dia benar.
“Saya akan memberi kamu bayaran ekstra, karena ada beberapa hal spesifik yang harus kita lakukan. Saya sudah muak dengan wanita-wanita di kantor saya.”
“Jadi kita harus over romantic?!”
Aku mengangkat bahuku.
“Berpegangan tangan, saling senyum, berpelukan, dan mungkin kita bisa berciuman.”
Kayla menarik nafas panjang.
Aku malah tersinggung.
Kelihatannya dia tidak ikhlas dengan ketentuan yang kuajukan. Apakah aku menuntut terlalu banyak?
Atau dia menuduhku hanya modus untuk bisa pegang-pegang tubuhnya?!
Tapi aku ingin dia tahu satu hal, yang tak bisa kuungkapkan secara lisan, kalau kali ini ia tidak melakukan semuanya dengan gratis.
Aku akan membayarnya dengan harga yang pantas.
Kalau tidak dengan uang, bisa dengan sesuatu yang ia inginkan, sekemampuanku.
“Saya menginginkan satu hal.” Kata Kayla selanjutnya. “Anggap saja kompensasi untuk akting saya.”
“Dan itu adalah?”
“Penjarakan Angga.”
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,