Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Bunda Dokter
Seusai acara, Aya berniat akan duduk di halaman belakang sekolahnya sambil membawa bekal buatan Mbok Jum. Saat melangkah dengan riang seperti biasa, langkah kakinya mendadak berhenti kala melihat ternyata Dokter Heni duduk di tempat biasa dirinya menghabiskan waktu saat jam istirahat.
Sedangkan Dokter Heni yang memang tengah bersantai duduk di sana, seketika terkejut mendapati Aya yang sepertinya akan menuju ke arahnya. Ia juga melihat Aya membawa sebuah tas bekal di tangan kanannya. Dirinya langsung bisa menyimpulkan bahwa gadis kecil cantik ini hendak makan.
"Sini sayang," panggil Dokter Heni pada Aya seraya melambaikan tangan dan memberikan senyuman manisnya.
Aya yang terhipnotis, langsung membalas senyuman Dokter Heni dan berjalan menghampiri. Area tersebut memang sering sepi. Sebab banyak murid yang menghabiskan waktu di kantin maupun di kelas ketika jam istirahat berlangsung.
"Ayo duduk sini, sayang. Kamu mau makan bekal ya?"
Aya pun menganggukkan kepalanya dan langsung mendaratkan b0kongnya di kursi taman tepatnya di sebelah Dokter Heni.
"Ayo segera dimakan bekal dari Mama kamu. Keburu jam istirahatnya habis, sayang."
Deg...
Hati Aya seketika mencelos mendengar ucapan Dokter Heni. Pandangan yang awalnya menunduk pada kotak bekalnya, Aya langsung mendongak dan menatap pada hamparan rumput serta pohon-pohon yang tinggi menjulang di hadapan mereka. Tiba-tiba matanya mulai berembun. Tangannya terdiam dan tak jadi membuka kotak bekalnya.
Sontak hal itu membuat Dokter Heni terkejut.
"Apa aku salah bicara?" batin Dokter Heni merasa bersalah.
"Aya, maafkan Bu Dokter ya kalau ibu salah bicara. Ayo makan, Nak. Nanti keburu dingin bekalnya. Atau mau ibu suapin?"
"Aya kangen Mama," ucap Aya tiba-tiba.
Tes...
Tes...
Tes...
Buliran air mata seketika menetes di pipi gadis mungil berambut hitam pekat dalam kondisi dikuncir kuda dan keriting di bagian ujungnya.
"Aya kenapa nangis, sayang?" tanya Dokter Heni dengan nada yang penuh kelembutan. Bahkan saat ini ia sudah memeluk Aya serta mengelus punggung bocah malang ini yang tengah bergetar hebat karena menangis.
"Aya kangen Mama. Hiks...hiks...hiks..." cicitnya seraya terisak pilu.
"Mama Aya memangnya ke mana?"
"Mama pergi jauh. Kata Kak Aldo kalau Aya sayang Papa, maka jangan cari atau bahas tentang Mama."
"Mama Aya meninggal?" tanya Dokter Heni.
Aya pun langsung menggelengkan kepalanya.
"Mama masih hidup. Kata Kak Aldo, Mama pergi karena sudah enggak sayang sama kita. Mama jahat! Huhu..."
Air mata Aya semakin mengalir deras. Bahkan tanpa sadar ini pertama kalinya Aya meluapkan isi hatinya. Sebelumnya, gadis kecil ini hanya mampu memendam semua rasa yang bercokol di hatinya sendirian.
Ia tak berani mengatakan keinginannya mengenai rindunya pada ibu kandungnya. Ia tak mau sang Papa bersedih. Ia juga tak mau mengganggu kesibukan Papanya. Seorang anak kecil yang usianya belum genap delapan tahun berusaha sendiri mati-matian untuk menata hatinya diantara cemoohan maupun suara sumbang yang selalu ia dengar dari teman-temannya di sekolah.
Aya memilih bungkam seribu bahasa. Ia tak pernah menceritakan hal-hal yang tidak menyenangkan terhadap sang Papa. Ia selalu menceritakan hal-hal bahagianya di sekolah pada Mayor Seno, selaku ayahnya.
Dokter Heni membiarkan Aya meluapkan segala emosi dan perasannya yang selama ini terkubur dalam hatinya. Dari sepintas keluh kesah Aya barusan, ia bisa menarik kesimpulan secara cepat bahwa kedua orang tua Aya bercerai secara tidak baik.
Namun penyebabnya apa, ia belum tahu pasti. Akan tetapi, berdasarkan pengalamannya sebagai dokter spesialis kejiwaan mengatakan retaknya rumah tangga orang tua Aya hingga berujung pada perpisahan ada beberapa faktor penyebabnya. Faktor ekonomi, komunikasi yang buruk antara suami istri dan hadirnya pihak ketiga alias perselingkuhan.
☘️☘️
Setelah Aya cukup tenang. Ia pun menyuapi secara telaten hingga bekal Aya tandas dan tak bersisa. Dokter Heni tak terlalu membahas kembali mengenai rumah tangga orang tua Aya. Ia lebih fokus menenangkan hati dan berusaha menghibur Aya.
"Anak pinter. Bekalnya habis deh. Horeee..." ucap Dokter Heni seraya memuji dan memberikan tepuk tangan pada Aya.
Senyum manis otomatis terbit di wajah Aya. Terlebih ia merasakan nyaman dan kasih sayang tulus dari Dokter Heni.
"Makasih, Bu Dokter."
"Iya, sama-sama cantik."
"Pasti anak Bu Dokter bahagia ya di rumah. Punya ibu yang sayang banget," ucap Aya.
Jlebb...
Ucapan spontan Aya, seketika membuat hati Dokter Heni mencelos. Karena hingga kini Tuhan belum memberikan rezeki berupa anak padanya. Bahkan merasakan sebuah kehamilan saja belum pernah hingga usianya yang sudah kepala empat. Namun ia tak marah pada Aya. Ia sangat memakluminya.
"Bu Dokter sayangnya belum punya anak," jawab Dokter Heni.
"Hah," respon Aya terkejut.
"Bu Dokter apa sudah menikah?" tanya Aya. Ia termasuk anak yang cerdas di sekolah.
"Sudah. Tetapi untuk anak, Tuhan belum memberinya."
"Jadi di rumah, Bu Dokter tinggal berdua saja dong dengan Pak Dokter. Hehe..."
"Suami Bu Dokter sudah meninggal dunia, sayang. Jadi di rumah, Bu Dokter cuma sendirian saja."
Aya tengah berpikir dan tak lama ia menampilkan senyum bahagianya di depan Dokter Heni.
"Aya boleh enggak, panggil Bunda Dokter? Aya pengin banget punya ibu kayak Bunda Dokter,"
"Bunda Dokter?" tanya Dokter Heni terkejut.
"Iya. Boleh ya kalau Aya panggil Bunda Dokter?" desaknya.
"Iya, boleh kok. Asal Aya bahagia maka Bunda Dokter juga pasti ikut bahagia," jawab Dokter Heni seraya mengelus pipi serta memeluk Aya.
"Asyik... sekarang Aya punya Bunda. Papa Aya tampan loh, Bunda Dokter. Pokoknya paling tampan se-kecamatan di sini. Nanti kapan-kapan Aya kenalin ke Papa. Cuma Papa memang agak galak, tapi hatinya baik kok. Pokoknya Bunda Dokter tenang saja, kalau Papa sampai marahin atau bikin Bunda Dokter nangis, kasih tahu Aya. Nanti aku yang hukum Papa. Biar enggak galak lagi ke Bunda Dokter," ucap Aya penuh semangat dan bahagia.
Itulah pertemuan perdana Dokter Heni dan Aya yang meninggalkan kesan mendalam terutama di hati putri bungsu Mayor Seno. Dan sekitar seminggu yang lalu saat Papanya bertugas di luar kota, dirinya hampir saja terserempet motor saat terlalu lama menunggu ajudan Papanya yakni Fatih menjemputnya di sekolah. Ia pun memutuskan berjalan kaki.
Beruntung ada Dokter Heni yang saat itu sedang berjalan di area yang sama. Dokter Heni tengah membawa peralatan medis menuju puskesmas terdekat. Ia segera menolong Aya saat melihat bocah tersebut akan terserempet. Aya tak terluka sama sekali. Namun lengan dan kaki Dokter Heni justru yang mengalami lecet. Tak lama, Fatih datang dan akhirnya Dokter Heni dibonceng menuju puskesmas bersama Aya.
Kala itu, Aya berpesan pada Fatih bahwa jangan sampai hal ini diketahui oleh Papanya. Sebab, ia tak mau membuat Papanya khawatir. Fatih pun menutup mulutnya. Sebab, ia juga khawatir akan nasibnya jika sampai komandannya tahu gara-gara dia terlambat menjemput, berakhir putri sang komandan hampir diserempet motor.
Fatih sangat tahu karakter Seno. Ia begitu menyayangi Aya. Satu lecet di tubuh Aya, bisa-bisa berdampak sekujur tubuhnya akan penuh luka.
☘️☘️
"Jadi, Papa sama Bunda Dokter sudah saling kenal toh. Horee..." teriak Aya kegirangan seraya memeluk Dokter Heni di depan sang Papa.
"Bunda Dokter dan Papa kenal di mana?" tanya Aya yang didera rasa penasaran.
Deg...
Seketika dua orang dewasa ini saling pandang dengan perasaan dan pemikiran yang berbeda. Tentu saja mereka bingung ingin menjawab dan menjelaskan status mereka berdua saat ini pada Aya. Bimbang mulai bercerita dari mana pada bocah SD yang cantik ini.
Bersambung...
🍁🍁🍁
eh salah hamil maksudnya