Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Mantra tidur
Dan mereka masih saja heboh mengerubungi dokter Teja seolah pria paruh baya ini adalah benda purbakala yang mesti dimuseumkan.
Bersama cerita mbak Nitia dimana suster senior itu sudah berapi-api mendongeng bak narator sebuah opera, membuat rekan lain semakin bersemangat mendengarkan tragedi siang tadi di desa Y sambil nyemil kuaci.
Sesekali Yuan yang sudah kembali ke stelan awal ikut menimpalinya dengan bumbu-bumbu kehebohan penuh dramatis, melengkapi cerita hingga bisa dianggap kejadian mengejutkan, memalukan sepanjang sejarah dunia kedokteran.
"Kamu sampe pi pis eee!" tuduh mbak Nitia membuka aib, karena jujur saja kejadian tadi mbak Nitia pun melihatnya, celana yang dipakai Yuan basah karena si empunya mengompol, namun berhubung mereka sedang berada di medan perang, boro-boro mau ketawa, nafas kenceng aja takut keserempet peluru.
"Pantas saja saya cium bau pesing. Saya kira karena ruangan rumah Ivy menyatu dengan kamar mandi tanpa pintunya, rupanya dari kamu..." pengakuan dokter Teja menambah kegelian dan keabsurdan cerita perjalanan kegiatan relawan mereka kali ini.
Bwahahaha!
Aza tergelak sampai terjungkal di kasur dokter Dimas saking gelinya. Si empunya terpaksa menyingkir setelah kaum hawa mendominasi ruang kaum adam, bahkan sampai pada lesehan di lantainya ketika kasur tak lagi bisa menampung umat.
Sementara ia, cuma bisa duduk di dekat dokter Teja yang duduk bersila sambil mengevaluasi lembaran laporan kesehatan hasil kegiatan hari ini dan hari-hari lalu untuk nantinya ia berikan pada badan kesehatan perserikatan bangsa-bangsa, apa saja kiranya yang dibutuhkan untuk masyarakat disini, selain dari vaksin campak yang mungkin hari ini sudah dalam perjalanan.
Aza kembali tergelak saat Yuan bercerita sampai muncrat-muncrat. Bisa-bisanya Aza begitu, tadi saja...jangankan untuk tertawa, bernafas saja rasanya sulit.
"Gini dong mbak, aku gemeteran aslinya...muka aku udah pucet sumpahnya ih ya Allah, ngeri banget! Fix gue ogah jadi tentara ahh..." jelas Yuan dengan begitu detail sepaket wajah yang ia tirukan persis saat tadi siang, bukannya mereka prihatin dengan kondisi dokter Teja, namun cerita itu begitu menggelikan manakala orang-orang ini menceritakannya, gelak tawa tercipta diantara respect mereka akan keadaan pimpinan tim nakesnya saat ini.
"Si Aza nih...cuma bisa panik ngga karuan pas liat dokter Teja, bukannya langsung ditolongin... Mana udah pada dingin lagi tangannya. Makin aja gue takut dokter Teja kehabisan da rah..." ucap Yuan mendadak bodohhh sebagai tenaga kesehatan. Perang memang bikin otak para nakes ini pada jongkok.
"Kamu do'ain saya mati?" desis dokter Teja memancing kembali gelak tawa yang lain.
"Engga, ngga gitu dok...justru itu saya takut dokter kenapa-napa. Si Aza lama amat di rumah lainnya...mau ambil tindakan sama mbak Nitia takut salah prosedur.. " akuinya lagi, "abisnya dokter bilang tensian lagi tinggi..."
Mendengar heboh-heboh tawa dari ruangan para nakes malam itu membuat kapten Yuda menggeleng tersenyum, tak ada yang perlu ia khawatirkan dari mereka. Buktinya kejadian tadi siang yang cukup membekas pun tak mampu menghapus senyum mereka.
Tok...tok...tok...
"Permisi, maaf mengganggu..." sapaan dan ijin itu membuat suasana seketika hening, mereka menoleh dan senyap sekejap.
"Oh masuk kapten." pinta dokter Teja.
Langkahnya membawa kapten Yuda masuk, "maaf mengganggu malam-malam dok, saya ingin membicarakan tentang vaksin campak yang sudah memasuki wilayah Kinshasa, dan mungkin akan sampai di camp tengah malam nanti." Ucap kapten Yuda memberikan surat jalan dan surat perintah dari atasannya pada para nakes.
"Oh," dokter Dimas bergegas beranjak menghampiri.
"Untuk sementara, sampai saya pulih...tugas saya alihkan pada dokter Dimas kapt, jadi untuk penyaluran vaksin campak...bisa dibicarakan langsung dengan dokter Dimas..." tunjuk dokter Teja pada dokter Dimas yang sudah berdiri di sebelah kapten Yuda.
"Oh oke. Begitu...bisa kita bicara dok?"
"Mari, mari..." kedua pria ini keluar dari ruangan bersama.
Sebagian sudah memilih beristirahat dari lelahnya aktivitas seharian. Terkhusus Yuan dan mbak Nitia yang sepertinya capek hati cape badan pula. Namun untungnya keduanya bisa tertidur pulas, berbeda dengan Aza yang sulit sekali memejamkan matanya, *tumben sekali*...
Berbagai posisi sudah ia rubah, namun tetap saja tak mampu membuat matanya lengket justru semakin segar. Bukan karena banyak nyamuk pula sebab di pojokan sana Laras sudah menyalakan obat nyamuk elektrik.
Aza berdecak kesal sendiri, ia memilih untuk bangun sejenak dan berjalan-jalan. Siapa tau setelah itu badannya lelah lalu mengantuk. Setidaknya malam ini ia bisa benar-benar mengamati indahnya negri ini dari sisi yang berbeda.
Diraihnya sweter miliknya dan ia pakai.
"Kemana, Za?" tanyanya dengan suara parau ciri khas orang yang kebangun.
Aza menoleh saat mendengar suara Hera, "keluar bentar cari ngantuk." jawab Aza langsung melengos ke luar sambil membawa ponsel, siapa tau juga tiba-tiba Allah berbelas kasihan ngasih spot buat sinyal kumpul di hapenya, hingga Aza dapat mengabari ayah dan bunda.
Ia berjalan seraya menggosok-gosok kedua lengannya, tak tau kemana tujuannya namun ia tak merasa takut sebab para penghuni disini tak semuanya sudah tertidur, bahkan beberapa om-om tentara masih banyak yang terjaga mengingat jarum jam baru menunjukan pukul 9 waktu setempat, para nakes saja yang kelewat bocah!
Memang rejeki tidak harus selalu berbentuk materi terkhusus uang. Langit malam yang nyatanya terhampar indah bak maha karya Allah yang sayang untuk Aza lewatkan. Tangannya tergerak untuk memotret moment dimana benda-benda langit itu bertaburan seperti sedang mengawasinya lewat pijaran sinarnya.
"Duh, angle nya kurang pas..." monolognya menggoyangkan ponsel kesana kemari sembari berjalan tak melihat arah. Hanya sesekali saja ia melihat demi tak tersandung batu atau benda lain.
Aza mengarahkan ponselnya ke atas, "lumayan lah...buat oleh-oleh bunda, biar ngga ngambek gara-gara ngga dibawain kucing Kongo..." kekehnya kembali bermonolog.
Namun tiba-tiba ponselnya ikut diarahkan oleh seseorang, "miring."
Aza menoleh ke samping, dimana Jagat sudah berada disana dan ikut mendongak.
"Kalau mau lebih keliatan sinematografi, ada tempat yang bagus buat foto-foto...kebetulan langit malam ini cukup cerah, jadi bisa kelihatan..." ucapnya.
"Dimana?" tanya Aza, pergelangan tangannya ditarik agar si empunya tangan mengikuti jejaknya. Tanpa harus berdebat penuh ketegangan, Aza mengikutinya dengan senang hati.
Bukan di area belakang dekat pompaan seperti biasanya tempat mereka bertemu. Namun Jagat membawa Aza ke samping kiri camp, dimana sebuah bangunan setengah terbuka terparkirnya beberapa kendaraan taktis militer. Lebih jauh dari itu, Jagat masih melipir melewati alutsista yang masih beroperasi begitu saja.
Aza mengangguk-angguk kagum meski tak sampai berdecak, sesuatu yang ada disini tak lebih banyak dan keren dibanding yang pernah ia lihat pada saat dirgahayu tentara negrinya di kawasan Monumen Nasional.
Hingga sampailah mereka di area belakang yang sedikit berantakan diantara spare part mobil-mobil rusak. Bisa dikatakan seperti bengkel ala kadarnya dengan rangka mobil 4×4 yang berkarat di beberapa bagian sebagai *landmarknya*.
Jagat meminta Aza untuk naik ke atas rangka mobil berkarat itu, dimana ia sudah melompat ke atasnya.
"Aman ngga nih?" tanya Aza saat ia menginjak kap mobil melalui bemper. Namun nyatanya sejurus kemudian senyuman Jagat itu dapat membuat keyakinan Aza terpupuk, hingga dengan langkah pasti, Aza sudah naik ke atas.
Belum apa-apa Aza sudah mengukir senyuman kagum akan kekuasaan the one and only, Allah swt.
Dan moment of surprisenya adalah ketika Aza justru mengikuti apa yang dilakukan Jagat saat ini. Meski terbilang lebay dan menggelikan, terkesan childish, dimana pria itu sudah merebahkan diri di atas atap mobil dengan menjadikan kedua tangannya sebagai bantal setelah sebelumnya ia mengusir ribuan butir debu.
Hamparan langit gelap dengan isi taburan kerlap-kerlip planet dan bintang benar-benar terasa tak berjarak dengannya, seolah itu berada sejengkal di atas wajahnya ketika ia mendongak. Aza tertawa renyah tiba-tiba membuat Jagat menoleh ke sampingnya, tepat dimana wajah cantik Aza berbinar terkagum-kagum.
Tidak seperti janjinya tadi, gadis ini justru mengagumi pemandangan ini sepuasnya untuk diri sendiri, hingga lupa untuk mengabadikannya di kamera ponsel.
"Itu bang, rasi bintang Crux...bentuknya mirip salib, ras bintang yang memang keliatan dari bumi bagian selatan....kata orang sih, sering dipake buat---"
"Menentukan navigasi," potong Jagat yang kini sudah mengalihkan pandangannya ke atas, dimana telunjuk Aza menunjuk 4 titik terang, diantara titik-titik terang lainnya.
Gantian, kini Aza yang menoleh ke arah Jagat, pahatan sempurna cuma Allah yang punya. Mulutnya bahkan tak pernah mengeluarkan kata-kata kasar apalagi kotor, "rasi bintang salib selatan, bisa dipakai juga sebagai penentuan arah kiblat bagi pengembara atau bahkan prajurit yang sedang bertugas di medan perang sekalipun jika akan beribadah."
Dan Aza tersenyum dengan kedipan mata yang lebih lamban dari sebelumnya. Apa info dan ucapan Jagat seperti mantra tidur untuknya?
.
.
.
.
.
lanjut