Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa yang harus aku lakukan??
Setibanya di kediaman Wicaksana yang penuh penjagaan ketat, sepasang pengantin baru itu berjalan berdampingan masuk ke dalam rumah tanpa percakapan sedikitpun.
Hingga Adam memisahkan diri dari Raisa. Berlawanan Arah dengan Raisa yang mulai menaiki tangga.
"Mas!!" Panggil Raisa karena baru sadar jika Adam berjalan ke arah belakang menuju paviliunnya.
"Apa??" Adam menoleh dengan wajah bingungnya. Terutama panggilan baru dari Raisa untuknya.
"Kamu nggak mau tidur di kamar ku lagi??"
Pertanyaan Raisa semakin membuat Adam mengerutkan keningnya. Pasalnya sebelum ini, istirnya sendiri yang menolak mentah-mentah untuk satu kamar dengan Adam.
"Aku cuma mau ambil sesuatu di kamar ku. Katanya kamu mau lihat gimana Rio yang sebenarnya"
"An*r malu banget gue" Raisa menundukkan menggaruk tengkuknya karena merasa kikuk di hadapan Adam.
Dia malu karena terlihat seperti dia begitu menginginkan Adam berada di kamarnya.
"Emm, ya udah. Aku tunggu di kamar" Raisa langsung berbalik kemudian menaiki tangga dengan cepat dan sedikit berlari. Dia malu setengah mati sampai ingin menenggelamkan wajahnya di bathub sekarang juga.
"Dasar bocah!!" Gumam Adam karena melihat tingkah Raisa yang seperti anak kecil.
Saat Raisa keluar dari kamar mandi, dia sudah mendapati Adam di dalam kamarnya. Pria itu masih mengenakan baju kantornya tadi. Hanya saja dia melepas jasnya menyisakan kemeja putihnya yang di gulung sampai lengan.
Sejenak Raisa terpaku pada sosok berkulit sawo matang yang duduk bersandar pada sofa dengan mata terpejam itu. Dari posisi Raisa sat ini, dia bisa melihat leher Adam yang panjang karena sedang mendongak menghadap langit-langit. Serta tonjolan yang berada di leher Adam itu terlihat sangat menggoda di mata Raisa.
Glek...
Raisa bahkan sampai menelan ludahnya karena membayangkan jakun Adam yang bisa bergerak naik turun itu.
"Gila ya lo Sa, mikir apa sih lo!!"
Meski pikirannya terus berusaha menyadarkan Raisa dari keterpukauannya itu. Namun matanya justru berkhianat. Raisa terus menatap pria yang masih terdiam itu. Bibir yang penuh yang dan terlihat lembut itu bersentuhan dengan miliknya, rahang kokoh serta hidung mancungnya itu, justru membuat Raisa berdesir.
Mungkin memnag dia sudah gila saat ini, hingga mulai merasakan pahitnya ludah yang sudah ia buang.
Raisa menggelengkan kepalanya, menepis semua pikiran konyolnya itu.
"Enggak!!"
"Dia itu Adam Lesmana. Pria yang lo benci Raisa!! Dia itu pembohong dan penjilat"
Raisa kembali menatap Adam dengan sengit. Meski dia sudah merubah pikirannya untuk menerima pernikahannya dengan Adam, namun dia tidak bisa membiarkan Adam menyusup masuk ke dalam hatinya.
"Hemm!!" Raisa sengaja berdeham untuk menarik perhatian Adam.
Dan berhasil, pria itu membuka matanya dan langsung menatap Raisa yang tengah berdiri di hadapannya dengan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Mana yang gue minta??"
Adam hanya menatap Raisa tanpa tatapan dalamnya.
"Mana!! Kenapa lo malah liatin gue kaya gitu??" Raisa mulai kesal.
"Yang sopan kalau ngomong sama suami!!"
Raisa baru sadar jika dia kelepasan di depan Adam. Padahal sejak tadi dia sudah berusaha meninggalkan kebiasaanya itu.
"Iya, sorry. Mana aku mau lihat"
"Duduk!!" Mata Adam mengisyaratkan agar Raisa duduk di sampingnya.
Dengan wajah yang di tekuk Raisa menurut apa kata Adam. Meski dengan ketidakikhlasan karena di terpaksa harus menurut apa kata Adam.
"Lihat sendiri"
Adam menyerahkan amplop besar berwarna coklat ke depan Raisa.
Mata Raisa bergerak melirik Adam meski tangannya berlahan meraih amplop yang ada di depannya itu.
Di dalam hati Raisa sebenarnya terus berharap jika apa yang Adam tuduhkan itu semua salah. Dia tentu saja masih ragu jika Rio bisa sejahat itu kepadanya. Karena yang Raisa tau, Rio begitu mencintainya.
Di dalam amplop itu Raisa melihat foto-foto orang yang sepertinya sedang mengambil foto dengan Raisa, Adam dan Rio sebagai subjeknya.
Di foto yang lain, ada foto orang yang mengambil foto Raisa saat berada di cafe dari kejauhan. Kemudian ada foto di saat Rio menemui orang dengan baju yang sama seperti orang yang mengambil fotonya secara diam-diam.
"T-tapi ini kan Rio hanya menemui orang itu. Bisa saja mereka tidak sengaja bertemu"
"Kamu masih belum percaya??" Adam terperangah menatap Raisa. Karena istrinya itu begitu gigih meyakini sesuatu. Atau lebih tepatnya tak berani menerima kenyataan jika apa yang ada di hadapannya adalah kebenaran.
"Bukan begitu, tapi apa motif Rio melakukan ini semua??"
Adam lalu menunjukkan sebuah map yang berisi sebuah perjanjian kerjasama antara perusahaan Papanya dengan sebuah garmen yang cukup terkenal.
"Ini adalah perjanjian kerja sama yang di tandatangani Papa satu tahun yang lalu. PT. Surya Garmindo memilih menjalin kerja sama dengan perusahaan Papa sebagai pemasok kain terbesarnya. Di bandingkan memilih perusahaan dari Ayahnya Rio. Padahal sebelumnya, perusahaan Ayahnya Rio yang menjadi pemasok utama di PT. Surya Garmindo ini sebelum di gantikan dengan Papa"
"Lihatlah tanggalnya, perjanjian ini di buat sehari sebelum kamu ketemu sama b*jingan itu kan??" Raisa hanya mengangguk.
"Sudah bisa di tebak kalau dia hanya memanfaatkan mu untuk menghancurkan Papa. Mereka tidak terima karena setelah perjanjian mereka berakhir, perusahaan mereka rugi besar"
"Tapi soal malam itu, apa ada hubungannya dengan Rio juga??"
Raisa takut jika dugaannya itu juga benar. Raisa merasa tak sanggup menerima kenyataan jika alam yang menjadi awal penderitaannya telah di rancang orang yang dipercayainya.
"Hemm" Adam hanya bergumam namun bisa meluluhlantahkan hati Raisa. Air matanya gugur begitu saja.
"Ini rekaman cctv yang lebih jelas saat malam itu. Sebelum kita masuk kamar, seseorang lenih dulu masuk ke dalam. Mungkin dia menyuntikkan obat ke dalam air mineral yang kita minum. Tapi bukan itu intinya"
Adam memberikan ponselnya pada Riasan. Menunjukkan sebuah video yang memperlihatkan seorang menggunakan hoodie hitam, topi hitam serta masker.
"Lihat sepatunya, apa kamu mengenalinya??"
Raisa menajamkan pengelihatannya. Meski video itu lebih jelas dari video yang pernah ia lihat sebelumnya namun Raisa ingin memastikan pengelihatannya itu tidak salah.
"Tapi bukannya itu ulah pesaing Papa??" Tanya Raisa begitu menyadari jika sepatu yang di pakai pria itu adalah sepatu pemberian darinya.
"Benar, mereka memang bekerja sama karena Ayahnya Rio akan menjadi calon legislatif di partai itu"
Deg...
Remuk hati Raisa, tatapannya kosong namun terus mengeluarkan air mata. Siapa yang menyangka jika ketulusannya di balas pengkhianatan seperti itu.
Rio yang kemarin saja masih terlihat begitu mencintainya ternyata menyimpan kebusukan.
"Sekarang terserah kamu mau percaya apa enggak. Aku sudah menjelaskan semuanya"
Adam menatap Raisa yang masih sangat terkejut itu dengan tatapan tak biasa.
"Setelah ini kamu mau nurut atau jadi pembangkang kaya biasanya juga terserah. Ambil keputusan sendiri dan tangani masalah mu sendiri kalau sewaktu-waktu ada masalah kaya tadi. Anggap saja tadi adalah terakhir kali aku bantu kamu. Papa juga udah menyerah ngadepin kamu. Jadi hati-hati sama pilihan mu"
Adam beranjak dari sofa menuju kamar mandi. Pria itu memilih membersihkan dirinya dari pada melihat Raisa yang sedang meratapi nasibnya.
"Terus apa yang harus aku lakukan sekarang??" Pertanyaan Raisa menghentikan langkah Adam.
"Jangan ketemu dia tanpa ijin dari ku, dan tetap pura-pura kalau kamu belum tau perbuatan jahatnya. Itu aja udah cukup untuk sekarang" Setelah itu Adam benar-benar masuk ke kamar mandi.
"Jahat kamu Rio!!" Perasaan Raisa untuk Rio berubah menjadi kebencian saat ini.
"Kenapa semua laki-laki di dunia ini itu pembohong??"