Anggista Anggraini, yang lebih akrab di sapa dengan nama Gista, mencoba menghubungi sahabatnya Renata Setiawan untuk meminjam uang ketika rentenir datang ke rumahnya. Menagih hutang sang ayah sebesar 150 juta rupiah. Namun, ketika ia mengetahui sahabatnya sedang ada masalah rumah tangga, Gista mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menemui sang atasan, Dirgantara Wijaya sebagai pilihan terakhirnya. Tidak ada pilihan lain. Gadis berusia 22 tahun itu pun terjebak dengan pria berstatus duda yang merupakan adik ipar dari sahabatnya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Berani Sekali Kamu Menipu Saya.
Gista menggeliatkan tubuhnya. Karena merasakan hawa dingin yang menerpa punggungnya. Perlahan gadis itu membuka mata.
Gadis itu tersentak ketika tersadar berada di dalam kamar Dirga. Ia pun bangkit dari posisi berbaring. Dan menyadari jika di bawah selimut, dirinya tidak menggunakan apapun.
“Astaga.” Pekiknya.
Gista menunduk sembari memejamkan mata dengan erat. Ingatan tentang kejadian semalam kembali berputar dalam benaknya. Seketika membuat wajah gadis itu memanas.
Bagaimana bisa ia merayu Dirga seperti itu? Apalagi dengan mengaku telah berpengalaman. Dirga pasti marah padanya.
Namun, Gista tidak boleh menyesal. Dirinya melakukan hal itu untuk membalas kebaikan Dirga.
“Kamu sudah bangun.”
Suara maskulin Dirga membuat kepala Gista terangkat. Sang atasan keluar dari ruang ganti, sudah rapi dengan menggunakan setelan kerja.
“P-pak Dirga saya—
“Berani sekali kamu menipu saya, Anggista.” Ucap Dirga sembari duduk di tepi ranjang.
Gista menelan ludahnya dengan kasar, ketika Dirga menatapnya dengan lekat.
‘Habislah kamu Gista.’ Teriak batin gadis itu.
“S-saya tidak bermaksud membohongi pak Dirga.” Cicit Gista sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga bagian leher.
Dirga menyeringai. “Tidak ada gunanya kamu menutupi, jika semalam kamu sendiri yang menawarkan pada saya, Anggista.”
Gista kembali menundukkan kepalanya. Ia merasa sangat malu saat ini. Kenapa Dirga masih ada di apartemen? Seharusnya, pria itu sudah pergi sejak tadi dan meninggalkan sebuah catatan kecil.
Ah, sepertinya Gista terlalu banyak membaca novel online.
“Kira-kira, hukuman apa yang harus saya berikan pada penipu seperti kamu ini?” Tanya Dirga.
“Maafkan saya, pak.” Gumam Gista. Gadis itu sama sekali tidak berani mengangkat kepalanya.
“Kamu sengaja melakukannya?” Tanya pria itu lagi. Dan Gista pun menganggukkan kepalanya pelan.
“Untuk apa? Karena ingin menjerat saya?”
“Tidak, pak.” Jawab Gista dengan cepat. Ia memberanikan diri untuk menatap sang atasan.
“Lalu?” Tuntut pria itu.
Gista menghela nafas pelan. “Karena saya kasihan melihat pak Dirga tersiksa oleh pengaruh obat itu.” Jawabnya dengan jujur.
“Hanya itu saja?” Tanya Dirga lagi.
“Ya.”
“Saya sudah mengatakan tidak membutuhkan rasa kasihan dari kamu, Anggista.” Tukas Dirga.
Padahal dirinya sudah di berikan kesenangan oleh Gista. Namun Dirga masih saja mencecar gadis itu.
“Saya tau. Tetapi, pak Dirga sudah baik mau membantu saya tanpa syarat. Jadi, saya merasa tidak ada salahnya jika saya juga membantu bapak menghilangkan pengaruh obat itu.” Jelas Gista kemudian.
Dirga kembali mencebik. “Jadi tujuan kamu masih sama? Membayar hutang dengan memberikan tubuhmu?”
Kepala Gista menggeleng pelan. “Saya akan tetap membayar hutang pada bapak setelah lulus dan bekerja nanti. Yang semalam, anggap saja sebagai jaminan pinjaman yang telah pak Dirga berikan pada saya.”
“Tetapi itu tidak berlaku untuk saya, Anggista.” Pria itu kemudian bangkit, dan mengambil sesuatu dari atas meja di sudut ruangan. Setelah itu, kembali mendekat ke arah ranjang.
“Minum ini. Meski semalam saya membuangnya di luar, saya tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan.” Dirga menyodorkan satu strip obat pencegah kehamilan pada Gista. Yang ia beli melalui aplikasi online.
Pria itu kembali duduk, dan mengambilkan air minum dari atas nakas.
Dengan ragu Gista menerima dan meminum obat itu.
“Mulai sekarang, kamu akan tinggal di apartemen ini. Tempati kamar di lantai bawah.” Ucap Dirga kemudian.
“Tidak perlu, pak.” Jawab Gista dengan cepat.
Jika karena rasa bersalah, dan Dirga ingin bertanggung jawab padanya. Itu sama sekali tidak perlu. Ia melakukan yang semalam dengan suka rela.
“Kamu pikir, setelah menipu saya seperti semalam, kamu bisa terbebas dari saya?” Tanya Dirga sembari mengambil alih gelas air minum dari tangan Gista.
Meski pria itu berbicara dengan lembut, namun Gista seperti mendengar ancaman dari balik kalimat itu.
“Mulai hari ini kamu akan menjadi simpanan saya, Anggista. Bukannya kamu sendiri yang ingin membayar hutang dengan tubuhmu? Maka, saya menerima dan setuju dengan hal itu.” Ucap pria itu dengan tegas.
Dirga teringat dengan obrolan melantur bersama teman-temannya beberapa waktu lalu. Salah satu dari mereka memutuskan tidak menikah, dan lebih memilih tinggal tanpa ikatan dengan seorang gadis.
“S-simpanan?” Tanya Gista terbata.
“Hmm. Simpanan. Hubungan saling menguntungkan, yang hanya terjadi di dalam apartemen ini saja. Saat berada di luar, kita hanya sebatas atasan dan bawahan.” Imbuh Dirga.
Gista diam sejenak mencerna kalimat yang di ucapkan oleh pria dewasa itu.
“Apa itu artinya kita—
“Ya. Saat saya menginginkan. Kita akan melakukannya lagi.” Potong Dirga saat mengerti maksud pertanyaan gadis itu.
Pria itu kemudian bangkit sembari mengancing jas yang ia gunakan.
“Satu lagi. Tidak ada yang boleh tau tentang hubungan ini. Ingat Anggista hanya kita berdua, dan hanya di dalam apartemen ini saja. Kamu paham?”
“S-saya paham, pak.” Ucap Gista pelan.
“Bagus. Jangan lupa minum obat itu setiap hari di waktu yang sama.” Pria itu kemudian melangkah keluar dari kamar.
Setelah kepergian sang atasan, Gista pun turun dari ranjang pria itu. Ia memungut satu persatu pakaiannya yang tercecer di atas lantai beralaskan karpet bulu.
Pergerakan Gista sangat pelan. Ia merasakan nyeri di bagian inti tubuhnya.
“Aku akan membersihkan diri di bawah.” Ucapnya, kemudian keluar dari kamar itu.
\~\~\~
Siang hari di kantor Wijaya Group.
Dirga baru saja keluar dari ruang kerja sang kakak sepupu—Richard. Dengan tergesa masuk ke dalam ruang kerjanya sendiri untuk memeriksa tanda merah pada lehernya, yang di lihat oleh Richard.
Pria itu mencebikan bibir saat melihat tanda merah yang terpampang nyata di balik kerah kemeja yang ia gunakan.
“Bagaimana bisa aku tidak melihat tanda ini saat memakai baju tadi pagi?” Gumam pria itu sembari melihat ke arah pantulan cermin di dalam toilet ruang kerjanya.
Dirga pun kembali teringat kejadian semalam. Setelah Gista menjerit kesakitan karena penyatuan mereka, ia membenamkan wajah gadis itu pada cerukan lehernya.
Karena terlalu terbawa suasana, sebab sudah lama Dirga tidak ber-cinta, ia pun tidak menyadari jika Gista menggigit lehernya.
“Gadis itu benar-benar pemberani.” Ucap Dirga lagi.
Ia kemudian keluar, mencari sesuatu di dalam kotak obat. Lalu menempelkan plaster luka untuk menutupi jejak bibir Gista itu.
“Akan sangat memalukan jika klien melihatnya.”
Sebentar lagi Dirga akan bertemu seorang kolega, menggantikan Richard. Meski keberadaan kakak iparnya kini telah di ketahui, namun Dirga masih tetap mendapatkan limpahan pekerjaan.
“Yang menjabat direktur siapa? Yang sibuk bekerja siapa? Beginilah nasib pria lajang.” Ucap Dirga sembari membenarkan sampulan dasi pada lehernya.
Dirga kembali duduk di atas kursi kebesarannya. Namun, pria itu kembali teringat dengan Gista.
Sungguh ia merasa telah tertipu oleh gadis itu.
Seorang perawan yang mengaku sudah berpengalaman. Gadis pertama yang membuat Dirga melanggar prinsip hidupnya.
“Kira-kira hukuman apa yang pantas untuk gadis penipu seperti kamu, Anggista?” Monolognya dengan pandangan yang sulit diartikan.
Dirga akan memberikan pelajaran pada Gista. Untuk membalas kebohongan gadis itu.
...****************...