Rahasia besar dibalik persaingan dua kedai yang bertolak belakang dalam segala hal.
Saat yang nampak tidak seperti yang sesungguhnya, saat itu pula keteguhan dan ketangguhan diuji.
Akankah persaingan itu hanya sebatas bisnis usaha, atau malah berujung pada konflik yang melibatkan dua sindikat besar kelas dunia?
Bagi yang suka genre action, kriminal, mafia, dengan sentuhan drama, romansa dan komedi ringan, yuk.. langsung di klik tombol "mulai baca"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 35
Wajah Kazuki terlihat pucat, bahkan butiran keringat dingin mulai muncul di keningnya. Nafasnya juga sedikit tersengal dan tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.
"Ayah, kau baik-baik saja?", Akita menyadari perubahan Kazuki.
"Entahlah, kepalaku terasa sedikit pusing. Sepertinya tekanan darahku naik lagi".
"Astaga! Jangan bilang kalau kau makan sembarangan lagi. Bukannya sudah kuigatkan supaya kau lebih berhati-hati? Apa kau mau cepat mati? Baiklah, terserah kau saja. Aku sudah lelah menasehatimu", omel Kaori yang sebenarnya adalah luapan kekhawatiran karena takut kehilangan suaminya.
"Sebaiknya kami permisi sekarang supaya ayah bisa istirahat. Lain kali kami akan ke sini lagi", Akita kemudian berdiri diikuti oleh Sofia.
Kaori dan Kazuki mengantar mereka sampai pintu depan. Dan setelah keduanya tak lagi nampak, Kazuki menunduk dan tangannya terlihat sedikit gemetar.
"Kaori, sebaiknya kau dan ibu menginap di rumah adikmu beberapa hari. Ada hal penting yang harus aku urus di rumah ini dan aku tak mau kau terlibat"
Kazuki kemudian langsung masuk ke dalam, meninggalkan Kaori yang masih bingung mendengar ucapan suaminya.
Tapi ia bisa memahami posisi suaminya. Ini sudah menjadi resikonya saat memutuskan untuk menikah dengan seseorang seperti Kazuki. Karena itu, apapun yang diperintahkan, ia pasti akan mengikutinya tanpa banyak tanya.
*******
Bunyi alarm ponsel membangunkan Akita beberapa menit sebelum waktu subuh. Sementara Sofia masih tertidur pulas, seperti tak terganggu sama sekali dengan suara itu.
Akita beringsut lalu bangkit dan menuju keluar kamar. Saat di luar, ia dibuat kaget oleh Ryuu yang ternyata sudah kembali dan juga masih terlelap. Akita memandanginya sebentar. Teringat kembali peristiwa buruk yang melibatkan Ryuu dan Carmela, membuat hatinya meringis.
Ia lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
"Aku akan menikahinya"
Akita kembali terkejut, ternyata Ryuu tidak tidur. Dan kini sudah duduk dengan wajah kuyu.
"Kau, serius? Apa dia bersedia?" Akita akhirnya ikut duduk dan menunda urusannya di kamar mandi.
"Aku belum menanyakannya, tapi aku akan berusaha agar dia bersedia", sahut Ryuu.
"Apa kau sudah memikirkannya baik-baik? Maksudku, kalian berdua terlibat urusan yang cukup berat. Aku hanya khawatir bila malah membuat pernikahan kalian menjadi masalah. Ya.. itu pun kalau dia mau menerimamu".
"Aku sudah memikirkannya. Aku pasti akan mengalami penyesalan dan rasa bersalah seumur hidup bila tidak melakukannya", sepertinya Ryuu sudah bertekad.
Pernikahan atas dasar rasa bersalah, apakah akan baik-baik saja? Akita meragukannya.
********
Di sisi lain dunia.
"Apa kau tak ingin kuliah?", tanya Nami pada Mateo. Mereka berdua sedang bersantai di sebuah cafe luar ruangan.
Mentang-mentang pemiliknya tak ada, Nami dan Mateo seenaknya meninggalkan kedai untuk sekedar kencan di siang menjelang sore.
"Entahlah, aku tidak terlalu memikirkannya. Bagaimana denganmu?", balas Mateo.
"Aku berencana masuk jurusan sejarah kuno. Sudah beberapa perguruan tinggi yang ku survei, dan sebagian membuatku tertarik. Tapi, aku belum memutuskan apapun", Nami menyeruput minumannya, kemudian terdengar seseorang memanggil namanya dengan sopan.
"Hai, Nami".
Ia melirik orang itu selagi mulutnya tetap menyambung ke sedotan.
Mateo sontak bangkit dan segera berdiri di depan Nami bermaksud untuk melindunginya. Ia mengenali ketiga orang yang menghampiri mereka sebagai gerombolan berandal yang sering mengganggu kedai dan toko di lingkungan mereka.
"A.. apa mau kalian? Jangan menganggunya, atau kalian harus berhadapan denganku", Mateo mengancam dengan kaki gemetar dan kerongkongan yang terasa tercekat. Ia tahu persis kalau ia takkan mampu melawan para berandalan itu. Tapi demi Nami, ia tak peduli walaupun harus babak belur.
Nami tersenyum senang melihat itu. Menurutnya Mateo sangat manis karena berusaha melindunginya walau hanya dengan modal nekat. Ia pun ikut berdiri lalu memeluk lengan pacarnya.
"Kau dengar dia kan? Jadi jangan coba macam-macam kalau kalian tak ingin babak belur dihajarnya", Nami ikutan mengancam.
Ketiga pemuda berandal itupun jadi bingung dibuatnya. Bukankah Nami yang menyuruh mereka ke sini?
"Itu, masalah tongkat besi kemarin..", tanya pemuda kulit hitam pemimpinnya.
"Duduklah! Ada yang ingin aku tanyakan".
Pemuda itu dengan patuh segera mengikuti perintah Nami, dan itu membuat Mateo kaget sekaligus bingung.
"Darimana kalian mendapatkannya? Apa kalian mencurinya dari seseorang?", tanya Nami dengan tatapan curiga, atau mungkin lebih tepat bila dikatakan menuduh.
"Sebenarnya aku tak mencuri secara langsung. Itu.. beberapa bulan yang lalu ada sebuah mobil yang meledak sekitar lima blok dari sini. Kukira kau juga pasti tahu tentang itu. Kebetulan aku sedang berada dekat situ, dan.."
"Untuk apa kau ke kawasan itu? Apa kau juga bergaul dengan para pengedar di sana?", tuduh Nami lagi.
"Ya ampun! Itu bukan urusanmu. Sekarang kau mau mendengar ceritaku atau tidak?", protes pemuda itu.
"Hei! Turunkan nada bicaramu. Apa kau mau pacarku menghajar wajahmu sampai ibumu sendiri tak akan mengenalimu?", Nami mengancam dengan wajah murka.
Sementara Mateo yang disebut merasa bangga sekaligus takut. Bagaimana kalau nanti mereka benar-benar berkelahi? Habislah dia.
"Baiklah, maafkan aku", sahut pemuda itu sembari melirik takut pada Mateo.
"Jadi saat ledakan itu aku kebetulan ada di sana. Itu ledakan yang sangat keras dan membuat pecahan mobil itu terbang kemana-mana. Lalu kulihat ada sebuah batang besi terlempar dan jatuh sekitar empat meter dari tempatku berdiri. Langsung saja kuambil sebelum polisi datang dan mengamankan tempat itu".
"Apa kau tahu itu mobil siapa?", tanya Nami.
Pemuda itu menggeleng.
"Tapi desas-desus mengatakan kalau pemiliknya adalah seorang pembunuh bayaran", sahutnya setengah berbisik dengan ekspresi tegang penuh misteri.
Akita duh nasibmu terancam
Akita malah bersyukur ada goncangan di pesawat, dapat pelukan tangan...
😘😘😘
👍👍👍
😄😄😄
😅😅😅
Ryuu sudah sangat bosan dengan genre romansa, saatnya genre HOROR & Baku Hantam ...!!!
Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya...
Jadi kena juga !!!!