Hamil atau tidak, Danesh dengan tegas mengatakan akan menikahinya, tapi hal itu tak serta merta membuat Dhera bahagia.
Pasalnya, ia melihat dengan jelas, bagaimana tangis kesedihan serta raungan Danesh, ketika melihat tubuh Renata lebur di antara ledakan besar malam itu.
Maka dengan berat hati Dhera melangkah pergi, kendati dua garis merah telah ia lihat dengan jelas pagi ini.
Memilih menjauh dari kehidupan Danesh dan segala yang berhubungan dengan pria itu. Namun, lagi-lagi, suatu kejadian kembali mempertemukan mereka.
Akankah Danesh tetap menepati janjinya?
Bagaimana reaksi Danesh, ketika Dhera tetap bersikeras menolak lamarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#7. Sindiran•
#7
Dhera membuka kedua matanya pagi ini, semalam ia tidur pulas setelah Danesh menemani istirahatnya, ya walaupun pria itu hanya berbaring di sofa.
Karena sebelum kedatangan Danesh, tidurnya tak tenang, ia gelisah dan beberapa kali membuka mata. Sepertinya anak-anaknya memang merindukan kehadiran Ayahnya, jadi ketika tahu Ayah mereka berada di jarak yang dekat, mereka seolah tak ingin jauh darinya.
“Sudah bangun?”
Suara itu membuat Dhera menoleh, “Karena Kamu sudah bangun, Aku mau mandi dulu.” Danesh meletakkan ponselnya diatas meja, sekaligus mengisi daya benda tersebut.
Pria itu mendekati bed Dhera, mencoba meraih dagu wanita itu, namun Dhera memalingkan wajahnya, ia bahkan menepis telapak tangan Danesh. “Aku hanya ingin memastikan wajahmu tak pucat lagi seperti kemarin.”
“Aku baik-baik saja, terima kasih.”
Danesh menghela nafas, ia mengalah lagi. Kemudian pria itu menurunkan pembatas bed yang ditempati Dhera. “Ayo aku bantu ke toilet, setelah itu kamu harus sarapan.”
Tanpa berdebat lagi Danesh mengangkat tubuh Dhera seperti malam sebelumnya. Kali ini berjalan lancar tanpa ada perdebatan, karena Dhera menurut, dan Danesh tak banyak membantah.
Selesai urusan toilet, wajah Dhera terlihat lebih segar, karena ia pun mencuci wajah serta menggosok giginya. Danesh memasang meja portable ketika Dhera sudah kembali ke bednya.
Pria itu kemudian menata sarapan untuk si ibu hamil tersebut, dengan telaten bahkan tanpa canggung sedikitpun. Bagi Danesh ini hanya bentuk perhatian kecil untuk wanita yang tengah mengandung anak-anaknya.
Dhera bersandar nyaman sambil menikmati sarapannya, siaran televisi yang menyiarkan peristiwa penyanderaan kemarin, kini menemaninya.
Sedikit banyak Dhera tahu bahwa Keenan bukanlah anak biasa, ia adalah cucu salah satu konglomerat terpandang di Singapura. Namun hal itu tak membuat Dhera besar kepala ketika dengan polosnya anak itu memintanya menjadi ibu sambung anak itu.
Bagi Dhera, fokusnya saat ini adalah kedua anaknya, menata hidup barunya, serta bekerja demi menopang hidup mereka bertiga kelak.
Tak sedikitpun Dhera berkeinginan menikah, kendati Adrian pernah mengatakan padanya bahwa ia, akan senang sekali jika Dhera bersedia mempertimbangkan keinginan Keenan serta dirinya yang ingin menjadikan Dhera sebagai istri, sekaligus ibu sambung untuk Keenan.
Adrian juga bilang, tak akan mempermasalahkan masa lalu Dhera, serta anak dalam kandungannya. Karena hal itu, Adrian anggap impas. Jika Dhera dengan tulus menerima Keenan, maka Adrian pun dengan tulus akan menyayangi anak dalam kandungan Dhera.
Entahlah, sampai sekarang, Dhera bahkan tak pernah memikirkan permintaan Adrian, karena bayangan ayah dari janin yang berada dalam kandungannya selalu melintas, seperti hantu yang menemani kesehariannya. 🤣🤭
Padahal Dhera sudah lari menjauh dari pria itu, namun seperti halnya makhluk tak kasat mata, Danesh kembali menemukannya, bahkan dengan cara yang sangat muda. Mungkinkah kehamilan ini membuat kemampuan Dhera menyamar jadi berkurang drastis?? 🤭
Kini yang jadi pertanyaan besar dalam benak Dhera, ada hubungan apa Danesh dengan Adrian? Kenapa mereka terlihat sangat akrab, bukan hanya Adrian dan Keenan. Tapi Brian kakek dari Keenan pun terlihat sangat akrab dengan Danesh, terlihat seperti seorang ayah yang menyayangi anaknya.
Terlalu asik dengan lamunannya, tanpa sadar Dhera sudah hampir menghabiskan semua makanan yang ada di hadapannya. “Sejak kapan aku bisa makan sebanyak ini?” gumam Dhera, heran pada dirinya sendiri karena semenjak positif hamil, tak biasanya ia makan dalam porsi sebanyak ini.
Dhera tertegun menatap pintu toilet, suara gemericik air masih terdengar dari sana. Apa hanya karena kehadiran ayah dari janin dalam kandungannya? Atau karena mualnya sudah berakhir seperti kata dokter? Ia tak tahu.
Sepanjang hidupnya, Dhera tumbuh dengan sifat alaminya yang tangguh dan mandiri, mandiri karena terbiasa menerima pengabaian dari ibunya. Sejak wanita itu tak henti menyalahkannya, mengatakan bahwa dirinya adalah penyebab utama meninggalnya Sandiaga, adik laki-lakinya.
Dan tangguh berkat didikan sang ayah, karena Dhera adalah anak sulung, maka harapan sang ayah, kelak Dhera bisa jadi wanita tangguh yang akan menggantikannya menjaga ibu dan adik-adiknya, jika sesuatu yang tak diinginkan terjadi.
Lagi-lagi karena Sandiaga telah pergi, padahal dia yang seharusnya menjadi pelindung ibu dan saudari-saudarinya.
Terbiasa melindungi dirinya sendiri, maka bisa dimaklumi jika Dhera menolak uluran tangan Danesh, ketika pria itu hendak bertanggung jawab. Alasan sama sekali belum mengenal pria yang melamarnya masih menempati urutan pertama.
Tak mudah percaya pada siapapun, itu adalah prinsip hidup Dhera, terlebih ia pernah di khianati atasannya. Maka pria berikutnya yang datang di kehidupan seorang Dheandra Oline, harus bisa membuktikan ia seorang yang bisa di percaya.
Dan kini, pria itu seolah sedang mengunci seluruh ruang geraknya. Berusaha membuat Dhera percaya, bahwa niatnya tak pernah berubah sejak kali pertama ia mengatakannya.
Tok!
Tok!
Tok!
Klek!
“Permisi,” sapa orang itu. “Aku, tidak salah kamar, kan?” tanya orang itu, ia bahkan keluar dari ruangan hanya untuk memastikan nomor ruangan yang didatanginya.
Karena orang itu mengenakan pakaian dokter, Dhera mengira ia adalah dokter yang akan memeriksanya.
Namun Dhera kembali melongo tak percaya, ia menoleh ke arah kamar mandi yang pintunya masih tertutup rapat, kemudian kembali menoleh ke arah pintu masuk.
“Kenapa ada dua?” tanya Dhera polos, ia bahkan menjatuhkan sendoknya tanpa sadar.
Ya, orang yang baru saja datang adalah Dean, dan ini menjadi satu bukti nyata, bahwa Dhera sama sekali tak tahu-menahu tentang Danesh dan keluarganya.
Dean tersenyum, kemudian mendekati bed tempat Dhera duduk bersandar, sepertinya Danesh belum menceritakan tentang kondisi mereka yang kembar.
Klek!
Dean mengulurkan tangannya, namun belum juga mendapat sambutan dari Dhera, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka.
Danesh keluar dari ruangan tersebut, dengan hanya memakai handuk sebatas pinggang, serta rambutnya yang masih basah. “Sudah datang?” tanya Danesh santai.
Melihat kondisi Danesh, Dhera memalingkan wajahnya ke arah berlawanan. Danesh yang tak mengenakan pakaian, tapi Dhera yang merona malu, karena melihat pemandangan tubuh tegap berisi milik Danesh.
Namun tentu saja Danesh cuek saja, toh Dhera juga sudah pernah melihat bahkan merasakan sentuhannya, bahkan malam itu kedua tangan Dhera yang memulai semuanya, sentuhan-sentuhan nakal wanita itu membuat Danesh akhirnya tergoda, hingga kehilangan kendali dirinya.
“Ini, Aku bawakan permintaanmu.” Dean menyerahkan paper bag berisi pakaian baru untuk Danesh, barusan ia membelinya ketika dalam perjalanan ke Rumah Sakit.
Interaksi mereka tak luput dari pengamatan Dhera, Dean memberi kode pada Danesh karena Dhera masih memalingkan wajah karena melihat Danesh tanpa pakaian. “Dhera, kenalkan, dia Kakak kembarku.”
Akhirnya, kini Dhera tahu kenapa ia ditakdirkan memiliki anak kembar, karena ternyata si pemilik saham juga kembar. 😁
Dean kembali mengulurkan tangannya, kali ini Dhera menyambut uluran tangan tersebut, “Dean.”
“Dheandra.”
“Wooow nama kita mirip.”
“Ingat anak istri di rumah,” sindir Danesh yang tak suka melihat gelagat Dean, padahal Dean hanya mencoba mengakrabkan diri, namun Danesh salah memahaminya.
•••
Dan sekali lagi, para emak pembaca berteriak kesal mewakili suara hati Nyonya Bella, “MAKANYA BURUAN KAWIN!!! MEUNI BAONG PISAN.” 🤣🤣🤣
Eh, tapi emang udah kawin, kan? 🚶♀️🚶♀️🚶♀️