Aydin terhenyak, dunianya seakan tiba-tiba runtuh saat seorang gadis yang bahkan dia tak tahu namanya, mengaku sedang hamil anaknya.
Semua ini berawal dari sebuah ketidak sengajaan 3 bulan yang lalu. Saat diacara pesta ulang tahun salah satu temannya, dia menghabiskan malam panas dengan seorang gadis antah brantah yang tidak dia kenal.
"Kenapa baru bilang sekarang, ini sudah 3 bulan," Aydin berdecak frustasi. Sebagai seorang dokter, dia sangat tahu resiko menggugurkan kandungan yang usianya sudah 3 bulan.
"Ya mana aku tahu kalau aku hamil," sahut gadis bernama Alula.
"Bodoh! Apa kau tak tahu jika apa yang kita lakukan malam itu, bisa menghasilkan janin?"
"Gak udah ngatain aku bodoh. Kalau Mas Dokter pinter, cepat cari solusi untuk masalah ini. Malu sama jas putihnya kalau gak bisa nyari solusi." Jawaban menyebalkan itu membuat Aydin makin fruatasi. Bisa-bisanya dia melakukan kesalahan dengan gadis ingusan yang otaknya kosong.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEDATANGAN PAPA ALULA
Meski ini masih terlalu pagi, Jefri tak peduli. Dia melajukan mobilnya menuju rumah Alfath. Semalam, dia sudah meminta Alfath untuk mengirim lokasi. Dia tak mau menebak-nebak dulu saat ini, apakah Alfath yang menghamili Alula? Dia beberapa kali bertemu cowok itu sekolah. Pemuda itu terlihat baik dimatanya, tapi entahlah.
Rasanya dia masih tak percaya jika Alula hamil. Dia selalu mengawasi Alula, menurutnya dari pergaulan, cara berpakaian dan semuanya, Alula masih batas wajar. Terlalu mengejutkan baginya saat Iren mengatakan jika Alula hamil.
Jefri memarkirkan mobilnya didepan rumah Alfath. Celingukan didepan gerbang yang ternyata tidak dijaga oleh satpam. Mau langsung buka, rasanya kurang sopan, akhirnya dia putuskan untuk menelepon Alfath dan memberitahunya jika dia ada didepan rumah.
Tak lama kemudian, gerbang dibuka dari dalam. Muncul Alfath dari dalam yang langsung mencium tangan Jefri.
"Maaf Om, lama ya nunggunya?"
"Enggak kok. Om saja yang bertamu tidak tahu waktu." Ini memang masih jam 6. Terlalu pagi untuk ukuran orang bertamu.
"Mobilnya dimasukin kehalaman saja, Om," pinta Alfath.
"Gak usah, biar disitu saja," sahut Jefri sambil menatap sebentar kearah mobilnya.
"Mobil mahal Om, takut ilang."
"Bisa saja kamu, Al." Jefri tertawa ringan sambil menepuk lengan Alfath. "Udah, biarin aja disana."
Keduanya lalu masuk kedalam. Alfath mempersilakan Jefri duduk di ruang tamu, sementara dia masuk untuk memanggil Alula dan kedua orang tuanya.
Melihat sikap Alfath yang biasa, tak ada raut takut atau apapun, Jefri bisa memastikan, jika bukan pemuda itu yang menghamili Alula. Karena kalau iya, sudah pasti akan takut saat bertemu dengannya.
Cukup lama Jefri menunggu, sampai akhirnya, dia melihat Alula muncul dari dalam.
"Papa..." Alula langsung berlari dan menghambur dipelukan papanya yang sudah berdiri sambil merentangkan kedua lengan. Rasa lega seketika menyelimuti hatinya. Dia tak sendiri lagi sekarang, heronya sudah pulang. Hero yang selama selalu melindunginya. Sama dengan Alula, Jefri juga sangat lega melihat putrinya baik-baik saja.
"Maaf, kemarin Papa gak bisa jagain Lula," Jefri tak kuasa menahan air matanya. Dipeluknya erat sang putri yang sangat dia cintai sambil beberapa kali mengecup puncak kepalanya. Kalau saja terjadi sesuatu yang buruk pada Alula, dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
"Lula kangen, Papa."
"Papa juga, Nak. Papa kangen Lula."
Sementara di ruang tamu, Alula tengah melepas rindu dengan sang papa. Di dapur Mama Nara kalang kabut. Jelas dia panik dengan kedatangan papa Alula yang tiba-tiba. Masih basah diingatannya bagaimana dulu Papanya menghajar Ayah Septian yang datang untuk bertanggung jawab. Semoga saja sejarah tak terulang kembali. Sebagai ibu, dia tak tega kalau harus melihat putranya sampai dijadikan samsak.
"Mah, itu ada tamu loh," Alfath kembali mengingatkan. "Mama kok malah mondar-mandir kayak gini?"
"Ayahmu, cepat telepon Ayahmu. Suruh pulang."
"Ayah mana ada bawa hp ke masjid," sahut Alfath sambil memutar kedua bola matanya malas.
"Susul, cepat susul," titah Mama Nara yang kalut. Bayangan Aydin dihajar memenuhi pikirannya.
"Paling bentar lagi juga pulang, Mah. Kajian subuh biasanya cuma sampai setengah tujuh." Alfath menyahuti dengan santai, tak tahu seberapa cemas Mamanya saat ini.
"Susul mama bilang," bentak Mama Nara.
"Busyet, kok malah ngamuk-ngamuk." Alfath mengelus dada, jantungnya berdegup kencang gara-gara kaget bentakan Mamanya. "Iya nanti Al susul. Tapi sekarang, Al panggilin Abang dulu. Ngasih tahu kalau calon mertuanya datang."
"JANGAN," pekik Mama Nara. "Jangan beritahu Abang. Biar Mama dan Ayah dulu yang menemui Papanya Alula."
"Tapi, Mah."
"Cepetan." Bentakan Mama Nara membuat Alfath langsung kabur. Keluar dari pintu belakang untuk menyusul Ayahnya di masjid.