Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Sisi Lain Calvin
Juwita cepat-cepat menutup mata, hendak memutar badan tapi kakinya mendadak lumpuh dan tak bisa digerakkan sama sekali sekarang.
"Pak Calvin, tutup badanmu!" seru Juwita lagi sambil menundukkan kepala.
'Ya ampun, Calvin kenapa sih? Apa dia sengaja?' batin Juwita sejenak. Bayangan burung perkutut Calvin mulai menari-nari di benaknya sekarang dan jantungnya mendadak kacau.
Bagaimana tidak, saat ini dalam jarak beberapa meter, Calvin telanjang bulat hingga membuat burung perkututnya terlihat. Calvin baru saja keluar dari kamar mandi, matanya terpejam, masih ada busa di tubuhnya, termasuk di area wajah terutama di bagian mata.
Kamar Calvin memang sejajar dengan pintu apartment, jadi tentu saja Juwita dapat melihat dengan jelas keadaan tubuh Calvin saat ini.
Calvin pun ikut terkejut dengan kehadiran Juwita di sekitar. Namun, sebisa mungkin dia bersikap tenang.
"Bagaimana aku mau menutup badanku! Cepat ambilkan aku handuk! Ini semua salahmu!" titah Calvin sambil menggerakkan kepala ke sumber suara.
Beberapa menit sebelumnya Calvin lupa membawa handuk ke dalam kamar mandi. Jadi, tanpa pikir panjang dia pun keluar dari ruangan. Di sini lah dia sekarang, dipergoki Juwita dalam keadaan telanjang bulat.
"Iy—a maaf, di mana handukmu?" Juwita tak berani membantah. Sebab sudah menjadi tugasnya menaruh handuk di kamar mandi, sebelum Calvin membersihkan diri.
"Aku tidak tahu, aku lupa menaruhnya, cari lah di kamarku," balas Calvin, menyeringai tipis.
Calvin pun menghapus busa di mata hendak melihat Juwita.
"Apa kamu bisa mundur ke belakang? Atau bisa bersembunyi di gorden dulu, biar aku bisa masuk ke kamarmu sekarang." Juwita mendadak panik dan suaranya terdengar sedikit bergetar sekarang.
"Oooh jadi kamu mulai berani ya sama aku, tidak mau! Cepat carikan aku handuk!" seru Calvin lagi, tapi diam-diam menahan senyum.
Entah mengapa melihat Juwita cemas seperti saat ini, jiwa jahil Calvin seketika bangkit.
"Iya iya." Juwita mulai kesal lantas secara perlahan membuka mata, namun posisi kepalanya masih menunduk. "Aku masuk!"
Detik itu pula Juwita berlari kecil menuju kamar Calvin, dan hampir saja menabrak pintu karena dia tidak mengangkat kepala sejak tadi.
"Geser lah Cal—vin!" Sesampainya di kamar, Juwita semakin gugup dan panik. Dia pun kembali menutup mata karena dia dapat melihat kaki jenjang Calvin sekarang.
Tanpa berniat mengalihkan pandangan dari Juwita, Calvin lantas perlahan mundur ke belakang.
"Iya, coba cari di lemari kecil di sudut ruangan, sepertinya ada di situ," katanya sambil menyipitkan mata karena busa sabun membuat matanya mulai terasa perih.
"Sebelah kanan atau kiri?"
"Sebelah kirimu, kamu maju saja dan raba-raba lah di sisi kirimu itu," sahut Calvin.
Dengan cepat Juwita melaksanakan perintah Calvin dan mengambil handuk di lemari. Setelah itu, Juwita perlahan mendekati Calvin kemudian menyerahkan handuk putih tersebut.
Kini Juwita sudah berani mengangkat dagu. Kendati demikian, matanya masih tertutup dengan rapat.
"Ini ambil lah dan cepat pakai!" Dengan takut-takut Juwita menyerahkan handuk kepada Calvin. Tangannya sedikit bergetar kala aroma sabun dari tubuh Calvin menusuk indera penciumannya sekarang.
Hening, tak ada tanda-tanda handuk akan diambil Calvin. Tanpa diketahui Juwita, Calvin tengah menikmati wajah gugup Juwita. Tiba-tiba satu ide brilian melintas di benak Calvin.
"Calvin, ini han—ahhh!" Juwita tersentak ketika tangannya ditarik Calvin, hingga membuat dadanya menabrak tubuh Calvin.
Juwita reflek membuka mata dan makin panik. Kepanikan Juwita semakin bertambah saat matanya ini tiba-tiba menoleh ke bawah, di mana burung perkutut Calvin belum disangkar.
Juwita akhirnya menjerit kembali, "Ah Calvin, cepat tutup badanmu itu!" Juwita hendak berlari tapi tangannya ditahan Calvin sekarang.
Calvin tersenyum tipis, Juwita tak dapat melihat senyumnya itu.
"Sabar lah, tidak usah berteriak histeris seperti itu Juwi," ucapnya lalu mengambil cepat handuk dari tangan Juwita.
"Bagaimana aku tidak berteriak, burungmu maksudku ...." Pipi Juwita langsung merah merona, burung perkutut Calvin membuat pikiran Juwita berkelana ke mana-mana sekarang.
Calvin tersenyum jahil. "Jadi, kamu mau melihat burungku? Kemari lah lihatlah." Calvin hendak menarik tangan Juwita kembali.
"Jangan mesum Pak!" Dengan sekuat tenaga Juwita menghempas tangan Calvin kemudian berlari kencang keluar kamar.
"Cepat pakai handukmu itu! Aku akan menunggu di luar!" Sebelum menutup pintu Juwita berseru. Setelah itu bunyi dentuman pintu terdengar di sekitar.
Brak!
Meninggalkan Calvin tertawa terbahak-bahak sambil membekap mulutnya sendiri. Lelaki tak mau Juwita tahu jika dirinya sedang tertawa kuat sekarang.
"Seru juga mengerjainya," gumam Calvin pelan kemudian.
Sementara itu, di luar pintu, Juwita menarik napas panjang karena burung perkutut Calvin belum menghilang dari dalam otaknya sejak tadi, justru membuat pipinya menjadi panas.
'Dasar gila! Calvin ternyata mesum juga! Dia sangat menjengkelkan, ah dari dulu dia memang menjengkelkan kok!' seru Juwita, berusaha mengingat-ingat bagaimana sikap Calvin.
Menurut Juwita, Calvin terlalu dingin, jarang berbicara tapi jika dia ingat-ingat kembali Calvin akan tersenyum dengan teman akrabnya saja dulu. Juwita pun tidak tahu bagaimana kepribadian Calvin sebenarnya karena tidak berteman akrab, tapi hari ini Juwita dapat melihat sisi lain Calvin, yang menurutnya sangat lah mesum.
Juwita menggeleng cepat. "Ah sudahlah Juwita, ayo fokus lah berkerja!" sahutnya kemudian berteriak lagi.
"Pak Calvin, kita harus cepat pergi ke kantor karena hari ini ada pertemuan dengan kolega di restaurant!"
Tak ada jawaban, Juwita mengendus kasar kemudian memutuskan duduk di ruang dekat kamar Calvin.
Tak lama kemudian, Calvin pun keluar dari kamar.
"Pak, kenapa belum pakai baju?"
Juwita mengerutkan dahi sedikit lalu memalingkan muka ke samping, karena Calvin hanya memakai handuk saja yang tersampir di pinggangnya, otomatis otot-otot sixpack Calvin jadi terlihat dengan sangat jelas sekarang.
"Untuk apa pakai baju? Lagi pula hari ini aku mau beristirahat saja." Secepat kilat Calvin duduk di sofa yang bersebarangan dengan Juwita.
"Apa?" Juwita menoleh ke depan dengan tatapan terkejut. "Pak, hari ini ada pertemuan penting dengan para investor."
"Itu tugasmu, atur jadwal pertemuan jadi besok saja, aku benar-benar lelah," ujar Calvin lalu melipat tangan di dada hingga membuat otot-otot lengannya tertarik ke belakang.
Benar-benar terlihat seksi, rambut basah Calvin membuat Juwita mulai salah tingkah terlebih lelaki itu memandanginya dari tadi. Sebisa mungkin Juwita bersikap tenang, walaupun sebenarnya jantungnya sangat berisik di dalam sana.
"Tapi Pak—"
"Tidak ada tapi-tapi, itu tugasmu,"ucap Calvin sambil menyeringai tipis.
Dengan muka tertekuk sempurna, Juwita tiba-tiba bangkit berdiri,"Ya sudah lah, kalau begitu aku ke kantor. Aku mau—"
"Siapa yang menyuruhmu pergi! Duduk lah, kalau mau menghubungi para investor, lakukan dari sini!" titah Calvin, kali ini ekspresinya tampak dingin dan serius, sehingga membuat Juwita tak berani membantah lagi.
Juwita semakin manyun, secara perlahan menjatuhkan bokong di sofa lalu mengambil laptop dan ponsel di tas kerja.
"Iya, aku akan berkerja dari sini, tapi bisakah Bapak memakai baju sekarang," kata Juwita sembari meletakkan peralatan kerja di sampingnya seketika.
Senyuman jahil terukir lagi di wajah Calvin. "Tidak mau, ini tubuhku, suka-suka aku mau memakai baju atau tidak, apa kamu ada masalah dengan badanku, huh?"
Juwita melirik ke depan. "Bukan begitu Pak, tapi—"
"Tapi apa, kenapa denganmu? Apa badanku ini menganggu penglihatanmu,"ucap Calvin dengan senyum penuh arti. "Bukankah kamu suka melihat otot-ototku ini?"
Juwita terperangah sesaat, kemudian reflek bangkit berdiri. "Tidak, aku tidak menyukai otot-otot Bapak! Biasa saja tuh, aku menyuruh Bapak memakai pakaian karena badan Bapak sangat lah jelek!" seru Juwita. Padahal matanya sibuk memperhatikan badan kekar Calvin sejak tadi.
Calvin menyadari apa yang dikatakan Juwita tidak sesuai kenyataan. Sebab dia dapat melihat Juwita tak dapat mengalihkan pandangan mata dari otot-otot sixpack-nya sejak tadi.
"Benarkah?" Calvin tersenyum jahil lantas bangkit berdiri.
"Iy—a, badan Bapak sangat lah jelek, sampai-sampai minusku bertambah sekarang!" Tanpa sadar Juwita berteriak.
Secepat kilat Calvin melangkah ke depan, menghampiri Juwita dengan cepat. Membuat Juwita mulai panik sekarang.
"Bapak, ma—u apa?" Juwita menoleh ke kanan dan ke kiri hendak berlari karena merasa ada marabahaya besar akan datang.
Namun, belum juga kakinya bergerak, Juwita tersentak ketika tangannya disambar Calvin seketika.
"Pak!"
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?