Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. RSK
Meninggalkan Close yang tengah kalut dengan perasaannya, lain pula dengan Azzura yang kini sedang berada di salah satu restoran sedang memesan makanan.
Sambil menunggu, ia memesan taksi online.
"Ya Allah, tega banget Close menuduhku mandul. Sakit banget rasanya. Ini bahkan lebih sakit daripada ia sering memukulku."
Sepasang mata Azzura berkaca-kaca. Ia kembali bergumam, "Momy, daddy maafkan aku, jika nggak bisa mempertahankan rumah tanggaku kelak. Jika jalan terakhir adalah berpisah, aku rasa itu jauh lebih baik daripada harus terus menerus membohongi kalian."
"Zu!" panggil seseorang seraya menghampiri gadis berhijab itu.
"Kak Farhan," sahut Azzura lalu tersenyum tipis. "Mau makan di sini ya, Kak?"
“Ya," jawab Farhan.
Tak lama berselang, makanan orderan Azzura di antar oleh salah satu waiter. Tak lupa sang barista mengucapkan terima kasih. Setelah mengambil paper bag makanan, ia pun berpamitan pada Farhan.
"Kak, aku duluan ya."
"Mau ke mana?"
"Mau ke rumah sakit jenguk ibu," sahut Azzura.
"Bareng aku saja," tawar Farhan.
"Makasih Kak, tapi aku sudah pesan taksi online. Lagian Kak Farhan sudah terlanjur order makanan," tolak Azzura dengan seulas senyum.
"Nggak apa-apa aku minta di bungkuskan saja. Ongkos taksinya biar aku yang bayarin," celetuk farhan.
"Nggak usah, Kak. Lain kali saja." Azzura kemudian meninggalkan Farhan yang masih menunggu pesanan makanannya.
"Ah ... sayang sekali," gumam Farhan dengan senyum tipis kemudian membatin, 'Farhan, jangan gila kamu. Dia itu istrinya orang.'
Sementara itu, Azzura yang sudah berada di luar restoran, sedang menunggu taksi pesanannya.
Pikirannya kembali larut mengingat ucapan sang suami.
"Aku benar-benar nggak habis pikir dengan sikap dan kelakuan Close. Apa dia nggak punya perasaan bersalah padaku? Ah, ngapain juga aku memikirkan pria laknat itu," gumam Azzura dengan senyum miris.
Tin ... tin ... tin ...
Suara klakson mobil seketika menyadarkan Azzura. Ia pun mengarahkan pandangan ke sumber suara.
"Dengan Mbak Azzura Zahra?" tanya bang supir.
"Iya, Bang," jawab Azzura kemudian membuka pintu mobil. "Langsung ke alamat tujuan ya, Bang."
"Baik, Mbak," balas bang supir.
.
.
.
Prasetya Hospital ...
Di taman, Yoga juga Bu Isma juga Nanda sedang duduk di bawah pohon rindang. Seketika pria itu teringat saat pertama kali ia mendapati Azzura sedang menangis di tempat itu.
Tampak raut binar bahagia dari wajah bu Isma setelah berada di taman itu.
"Nak Yoga, Nanda, terima kasih, Nak. Karena kalian selalu menyempatkan waktu menjenguk ibu. Maaf, karena ibu, kamu dan Azzura sama sekali tidak punya waktu untuk berbulan madu."
Mendengar ungkapan Bu Isma, Yoga dan Nanda saling berpandangan. Nanda mengatupkan bibir menahan tawa karena melihat ekspresi bengong Yoga.
"Nggak apa-apa, Bu. Ibu lebih penting daripada aku dan Azzura pergi berbulan madu," jelas Yoga dengan santai.
'Maaf Bu, aku terpaksa berbohong. Ya ampun, pacar saja nggak punya apalagi istri yang ingin di ajak pergi berbulan madu. Ngenes banget diriku, mana Azzura itu istrinya orang lagi,' batin Yoga.
Ia menggenggam kedua tangan Bu Isma. Sedetik kemudian idenya langsung tercetus.
"Bu, aku punya ide." Yoga menatap wajah pucat Bu Isma.
"Ide apa, Nak?"
"Bagaimana jika Minggu depan kita ke puncak rame-rame," cetus Yoga dengan seulas senyum.
Mendengar nama puncak, Nanda dan Bu Isma langsung tersenyum senang.
"Kita menginap di salah satu villa di puncak itu selama dua hari. Senin pagi baru kita pulang," cetus Yoga lagi.
"Maksudmu rame-rame?" tanya Nanda.
"Kita berempat dan kak Farhan juga kak Aida," jelas Yoga. "Tapi kita tanya Azzura dulu sekaligus meminta izin sama nyo ... eh, maksudku momy." Yoga meralat cepat supaya Bu Isma tak curiga.
"Azzura pasti setuju, Nak. Sebelumnya dia memang akan mengajak ibu ke sana. Tapi, belum sempat soalnya ibu belum sehat," timpal Bu Isma mengingat putri semata wayangnya itu.
Tak lama berselang, ponsel Nanda bergetar. Dengan cepat ia merogoh kantong celana.
"Zu," gumamnya lalu menggeser tombol hijau. "Zu ... apa kamu ..." ucapannya terjeda saat menatap Bu Isma.
"Kalian di mana? Apa ibu di bawa ke ruangan ICU lagi? Aku takut!" Suara Azzura terdengar panik. Karena saat ini, ia sudah berada di kamar rawat.
Nanda tergelak mendengar nada panik sahabatnya itu kemudian berkata, "Nggak, ibu baik-baik saja, Zu. Kami lagi di taman tepatnya di bawah pohon rindang, sekalian saja ke sini."
Azzura menghela nafas lega sambil mengusap dada. "Alhamdulillah, syukurlah. Kalian membuatku panik saja. Ya sudah aku ke sana sekarang."
Sesaat setelah berada di area taman. Dari kejauhan, Azzura memandangi sang ibu yang sedang bercengkrama dengan Yoga juga nanda. Senang sekaligus bahagia yang ia rasakan kini.
"Entah apa yang mereka bahas sehingga ibu tersenyum lebar seperti itu," gumamnya seraya mengayunkan langkah ke tempat sang ibu.
Begitu langkahnya terhenti, Azzura langsung menyapa ketiganya. Yoga juga Nanda serta Bu Isma langsung menoleh.
"Sayang."
"Zu," sahut Nanda, Yoga juga Bu Isma bergantian.
"Apa kalian sudah makan?" tanya Azzura dengan seulas senyum.
"Belum, kami menunggumu, Zu," jawab Nanda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya sudah, kita makan bareng saja. Tadi sebelum ke sini aku mampir membeli makanan. Sesuai request Paksu," kelakar Azzura seraya menatap Yoga merasa lucu.
"Pppppffff ... hahahaha!" Seketika suara tawa Nanda terdengar nyaring.
"Ck ... apaan sih?!" Azzura berdecak kesal seraya mencubit lengan sahabatnya.
"Paksu? Jika kalian beneran jadi pasutri, aku orang pertama yang bersukacita, Zu. Tinggalkan saja si pria bajingan itu," goda Nanda.
Azzura geleng-geleng kepala mendengar ucapan sahabatnya. Sedangkan Bu Isma juga Yoga menatap bingung kedua gadis itu.
"Kalian ngomongin apa sih? Bisik-bisik pula," timlal Yoga penasaran.
"Mau tahu apa mau tahu banget?" tanya Nanda disertai senyum jahil.
.
.
.
Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏 Bantu like dan vote setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘