Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#25. Aku Tak Butuh Dia•
#25
Mobil Baldi berhenti asal saja di depan rumah mewahnya, ia disambut Debby, istri pertamanya. “Ada apa dengan wajahmu, kenapa banyak luka dan memar?” tanya Debby cemas.
Namun Baldi menepis kasar tangan Debby, kemudian bertanya. “Mana Clara?”
“Mana Aku tahu, dia kan tak pernah di rumah kalau malam.”
Entah karena uang haram atau apa, tapi memang beginilah kehidupan Baldi dan Clara, gemerlap malam menjadi ajang mereka memperturutkan hawa naf^su.
Tak peduli ada moral, etika, atau bahkan norma agama yang harus mereka jaga. Namun, sekali mencicipi nikmatnya uang haram, mereka akan terus terperosok ke lembah hitam, tanpa tahu dimana jalan keluarnya.
“Wanita sia^lan!” maki Baldi sembari menendang pintu rumah kemudian kembali melaju di jalanan.
Tujuannya adalah Black Shadow Night Club, tempat Clara berada saat ini. Bajingan kecil yang dulu menjebak Darren dengan kepemilikan obat terlarang ini, sebentar lagi akan bertransformasi menjadi penjahat kelas kakap, maka jika itu Clara sekalipun tak bisa menghalangi jalannya.
Sudah banyak, kesakitan yang Baldi lalui demi mencapai jalan ini, jadi kurir, hingga jadi babu para kroco-kroco Mr. X selama di rumah tahanan, ia jalani, semua sempurna tanpa ada kesalahan. Tak terhitung, cacian, bahkan banyak makian dengan bahasa kebun binatang, semua Baldi terima dan telan bulat-bulat, demi kesuksesan yang ingin diraihnya.
Tapi tiba-tiba adik yang ia percayai, justru membuat kekacauan, bahkan membuat nyawanya hampir melayang.
Baldi tiba di Club Malam, dan lagi-lagi ia mengabaikan mobilnya, toh ada anak buahnya yang akan mengamankan mobil tersebut, ia hanya melenggang masuk tanpa melewati prosedur pengamanan panjang, karena Baldi pemilik tempat tersebut.
“Dimana Clara?”
“Di ruang VVIP, Tuan, sedang menemani tamu penting.”
Sudah bukan hal aneh jika Baldi mendengar hal itu. Clara si mantan artis, ia tetap cantik mempesona kendati karir keartisannya sudah redup. Perawatan dengan biaya tak sedikit Clara lakukan demi terus meremajakan penampilannya.
Karena itulah, Ia tetap menjadi ratu di Black Shadow Night Club ini, kendati usianya tak lagi muda. Justru gadis cabe-cabean yang menjajakan diri di sana tak ada yang berani terhadap Clara, karena semua tahu siapa dia.
Pelanggan VIP selalu menyukai service yang Clara berikan, entah Clara pakai jampi-jampi apa. Namun Baldi tak peduli, yang terpenting adalah menyelamatkan dirinya dahulu, urusan Clara akan ia pikir belakangan.
Brak!!
Baldi menendang pintu ruangan VVIP, disana Clara tengah ber^cumbu mesra diatas meja, bersama salah satu pelanggannya. Dan terpaksa ia harus berhenti karena gangguan Baldi.
“Kak, aku sedang menemani tamu!” pekik Clara kesal.
“Wanita sia^lan!” Baldi menghampiri Clara, yang masih telentang diatas meja, dengan kondisi pakaian yang sudah sangat terbuka.
Pria itu menjambak kasar rambut ikal Clara, kemudian menyeret adik sepupunya fersebut, ke ruangan pribadinya.
Dengan kasar Baldi mendorong Clara hingga tersungkur di sofa. “Kak!!” pekik Clara kesal. Sepanjang jalan tadi, ia memaki, menendang, bahkan mencakar lengan Baldi, namun pria itu tak bergeming sedikitpun.
“Apa salahku? Kenapa Kakak tega mempermalukanku di depan tamuku?”
Baldi kembali mencengkeram kasar rambut Clara, hingga wanita itu. “Apa yang sudah kamu lakukan dengan laptop, di ruangan kerjaku, hah?! Kenapa semua data didalam sana bisa jatuh ke tangan polisi?” tanya Baldi dengan wajah bengisnya.
Clara pucat seketika, tapi ia yang tak merasa berurusan dengan polisi, tiba-tiba bertanya. “Polisi? Apa maksudmu?”
“Bodoh!! Sejak dulu otakmu memang tak pernah kamu gunakan untuk berpikir! Isinya hanya bersenang-senang saja,” maki Baldi.
“Sekali-kali gunakan otakmu untuk berpikir, jangan hanya bersenang-senang agar ia juga tak menyesal tinggal di tubuhmu.” Baldi kembali mengejek.
Ia mendekati tubuh Clara yang sudah tak berdaya, dan tergolek diatas sofa. Kedua telapak tangannya mulai men^cekik leher wanita itu, Baldi yang tengah dikuasai amarah mulai lupa bahwa Clara adalah adik kesayangannya.
“Siang tadi, kamu sengaja memasukkan polisi ke ruang kerjaku, hingga ia berhasil mencuri buku besar milik organisasi. DAN KARENA ITU JUGA!! Dia hampir menghabisiku!! Kamu tahu itu, Hah!?” Baldi menghempaskan kepala Clara dengan kasar.
Ia mengangkat jari telunjuknya untuk memperingatkan Clara. “Aku memang menyayangimu sebagai adikku, tapi sekali lagi kamu membuat masalah, aku tak segan-segan menyingkirkanmu.”
•••
Hari sudah malam ketika Rara dan Bastian menyelesaikan proses pengobatan, Danesh memastikan keduanya menyelesaikan pengobatan dengan benar, agar tak ada masalah di kemudian hari.
Meskipun Danesh membawa kedua anak buahnya ke William Medical Center, tak serta merta ia menginginkan perawatan gratis. Walau mungkin jika Danesh mau, ia bisa saja mengajukannya untuk anak buahnya.
Namun Danesh tetap melakukan pembayaran untuk pengobatan kedua anak buahnya, seperti saat ini.
Dari arah Cafe, Dhera memborong banyak makanan untuk makan malam mereka berlima. “Apa yang Kamu beli? Aku lapar sekali,” tanya Danesh.
Dhera menunjukkan isi dari kantong belanjanya, beberapa makanan berat serta kudapan untuk menu makan malam mereka sesaat lagi. “Nasi goreng ayam,” jawab Dhera.
“Itu pun tak masalah.”
Mereka berbincang sepanjang jalan, hingga tak menyadari ada dua orang yang tengah menatap kedekatan mereka.
“Danesh?”
Si pemilik nama segera menoleh ke sumber suara. Pria itu tersenyum ketika melihat keberadaan Kevin dan Gadisya. “Pa … Ma … “ Danesh menghampiri paman dan bibinya tersebut.
“Baru mau pulang?” tanya Danesh basa-basi.
“Iya, apa kamu terluka? Kenapa berkeliaran di Rumah Sakit?” tanya Mama Disya, sembari memeriksa wajah serta beberapa bahian tubuh Danesh.
“Nggak, Ma, Aku baik-baik saja, jangan khawatir.”
Gadisya menghembuskan nafas lega, “Ah, syukurlah, Mama khawatir sekali.”
“Lalu, siapa yang terluka?” tanya Kevin.
“Anak buahku, Pa. Mereka dikeroyok preman kemudian merampas barang bukti, yang baru saja kami dapatkan.”
Kevin dan Gadisya mengangguk, kemudian atensi mereka teralih, kala melihat keberadaan Dhera. “Lalu, Dia?”
“Oh, Dia juga salah satu anggota TIM kami, namanya Dhera.”
Dhera mendekat, kemudian mengulurkan kedua telapak tangannya untuk bersalaman, “kenalkan, Om Tante, Saya Dhera, rekan kerja Kapten Danesh.”
Kevin dan Gadisya menyambut hangat uluran tangan Dhera.
Kevin merangkul pundak Danesh, “Cantik juga, kapan kamu membawa gadis ini ke Geraldy Kingdom, Mommy dan Daddy-mu pasti senang menyambut calon menantu mereka.”
Danesh menelan ludah, ia tersenyum aneh menanggapi ucapan Kevin. Jangankan memikirkan kekasih, memikirkan kelanjutan penyelidikan saja sudah membuatnya sakit kepala. “Nanti deh, Pa, aku pikirkan lagi. Lagipula, Dhera bukan kekasihku, jadi Papa dan Mama dilarang menyebarkan gosip yang tidak benar, ya.” Danesh mengancam Kakak kembar Daddy Andre tersebut.
Kevin terkekeh gemas, melihat tingkah sang keponakan, pria itu hanya mengangguk kemudian berpamitan, karena ia dan sang istri hendak mengunjungi Alexa.
“Kedua orang tua Anda seorang Dokter?” tanya Dhera.
“Ah, bukan, mereka tadi Paman dan Bibiku.”
“Kenapa memanggil mereka Papa dan Mama?”
Danesh tersenyum, “Itu hanya kebiasaan kami sejak kecil.”
•••
Di lain tempat.
“Siap, Tuan!” jawab pria itu, usai menerima mandat.
“Jika dia melakukan kesalahan, segera singkirkan! Aku tak butuh kunyuk kecil yang kemungkinan bisa menghancurkan apa yang sudah aku rencanakan sejak lama.”