Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Gita tersenyum mendapat kiriman foto dari putrinya yang sudah mendapatkan teman baru.
"Syukurlah kamu sudah dapat teman baru. Maaf Mama tidak bisa memberikan keluarga yang sempurna buat kamu."
"Bu Gita," panggil Ulfa yang membuat Gita mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
"Iya, Bu Ulfa."
Ulfa adalah pemilik perusahaan produksi film yang bekerjasama dengan Gita.
"Saya sudah berhasil mendapatkan dana sponsor yang besar untuk drama kamu."
Gita tersenyum mendengar kabar itu. Itu berarti penggarapan dramanya akan segera dilakukan. "Saya senang sekali mendengarnya. Kalau begitu kita bisa segera menjadwalkan syuting untuk para pemain."
"Tapi saya ada sedikit saran bagaimana kalau ending di dalam cerita itu sedikit diubah. Dalam novel aslinya, kisah itu berakhir karena tidak adanya rasa saling percaya. Mungkin itu yang membuat novel itu beda dari yang lainnya. Tapi jika di adaptasi ke dalam drama, lebih baik mereka dipertemukan lagi dan akhirnya bersatu. Pasti akan menjadi ending yang indah yang membuat penonton gagal move on."
"Ending yang indah. Bu Ulfa, keindahan dalam suatu cerita tidak harus bersatu dengan main lead."
"Oke, kalau begitu hadirkan second lead. Para pembaca kamu saja masih mengharapkan adanya season dua. Bagaimana kalau kita menghadirkan epilog yang menakjubkan."
Gita hanya terdiam. Dia masih tidak bisa memutuskan hal ini, karena kisahnya benar-benar sudah berakhir.
"Kamu pikirkan hal ini. Mumpung belum mulai syuting. Satu lagi, besok kita mengadakan makan malam bersama sebelum memulai proyek ini. Kamu harus hadir. Saya juga mengundang Pak Arnav selaku pimpinan Tama Group yang telah memberi dana sponsor buat kita."
Seketika Gita menjatuhkan ponsel yang dia pegang. "Pak Arnav?"
"Iya, kamu kenal?" tanya Ulfa.
Gita menggelengkan kepalanya pelan.
"Pokoknya kamu harus datang. Kamu ajak putri kamu tidak apa-apa. Dia pasti sangat senang melihat mamanya sudah berhasil menghasilkan sebuah karya besar."
Gita hanya mengangguk kaku. Dia mengambil ponselnya setelah Ulfa keluar dari ruangannya. "Mengubah ending? Sepertinya tidak akan aku lakukan."
Arnav Wiratama.
Ketiknya di pencarian google.
Pemilik dan pemimpin Tama Group telah berhasil memasarkan brand-brand ternama.
Gita membuka profil Arnav. Dia melihat foto profil Arnav yang nampak gagah dengan setelan jas. "Wajah kamu tidak banyak berubah."
Pencarian Gita tidak berhenti disitu. Dia terus menelusuri biografi Arnav. "Duda anak satu? Apa Arnav memang belum menikah lagi?"
Dia terus menggulir dan mencari nama Arvin. "Kenapa di sini tidak ada fotonya Arvin? Apa Arnav memang sengaja membatasi foto Arvin di sosial media?"
Kemudian dia mencari nama Arvin Wiratama di pencarian tapi hasilnya sangat banyak. "Harusnya Arvin masih SMA." Dia terus mencari nama Arvin. "Banyak sekali nama Arvin."
Gita meletakkan kembali ponselnya. "Aku ingin sekali bertemu Arvin meskipun hanya sekali. Semoga saja takdir membawa kita untuk bertemu."
...***...
Arvin duduk di depan kelasnya. Dia serius menatap layar ponselnya. Selama ini dia mencari nama Gita Amanda di pencarian google tapi selalu tidak menemukan. Kali ini dia menemukan sebuah biografi milik seorang penulis novel.
"Gita Asmara?"
Arvin membuka biografi itu tapi hanya ada informasi tentang perusahaan penerbitnya yang berada di Surabaya.
Apa Mama memang jadi penulis? Kata Nenek, Mama ke Surabaya dan bergabung dengan perusahaan penerbit.
Arvin melihat sudah banyak karya yang dihasilkan oleh Gita Asmara.
Novel best seller yang berjudul Bukan Cinta Sejati akan segera diadaptasi menjadi drama series.
"Rencana syuting di kota ini?"
Arvin mencari alamat Gita Asmara tapi dia tidak menemukannya. Informasi di media sosial juga sangat minim. Dia sangat misterius.
"Kenapa aku merasa kalau Gita Asmara itu adalah Mama?"
Arvin meluruskan pandangannya dan melihat seseorang yang sedang menatapnya diam-diam. "Ngapain tuh anak?"
Arvin berdiri dan menghampiri Vita yang berdiri di dekat bunga bougenville. "Hei, ngapain kamu?"
Vita berlari menjauhi Arvin. Entah mengapa tiba-tiba dia menjadi salah tingkah. Banyak pertanyaan yang mau dia ajukan pada Arvin tapi dia masih takut.
"Ada apa? Kamu menguntitku?" Arvin menahan tangan Vita.
Tersadar mereka berada di tengah lapangan dan memancing perhatian teman lainnya. Seketika Arvin melepas tangannya dan membalikkan badannya pergi meninggalkan Vita.
Vita meremat tangannya sendiri sambil berjalan menuju kelas. Kenapa juga dia kabur saat Arvin mengejarnya. Dia hanya ingin bertanya tentang Arvin tapi dia bingung harus bertanya bagaimana karena dia sendiri tidak tahu nama asli Papa dan kakaknya.
"Hei, anak baru. Berani sekali dekati Arvin!"
Vita menghentikan langkahnya dan hanya menggigit bibir bawahnya. Seumur-umur dia tidak pernah berurusan dengan senior. Kini ada empat senior perempuan yang memutarinya.
"Culun yang sok cantik! Kita aja ditolak sama Arvin. Gimana dengan lo!" Salah satu dari mereka melepas kacamata Vita dan melemparnya kesana kemari.
"Kacamataku balikin, Kak!"
Mereka berempat semakin tertawa melihat wajah panik Vita. Hingga akhirnya ada sebuah bola basket yang melayang ke arah mereka yang membuat kacamata itu jatuh dan pecah.
"Yah, kacamataku."
"Ops, ini bukan salah kita tapi salah dia."
"Kalian jangan pernah bully adik kelas!"
Vita berdiri dan masih menatap kacamatanya. Dia tidak akan bisa melihat dengan jelas tanpa kacamata itu.
"Bella, Siska, Erna, Eva, ngapain kalian!"
Mereka berempat segera kabur mendengar suara Arvin.
"Kacamata lo pecah. Lo gak papa kan?"
Vita mengernyitkan dahinya menatap seseorang yang sekarang sedang membungkukkan badannya di hadapannya.
"Nama gue Shaka." Shaka mengulurkan tangannya pada Vita.
Vita hanya menatap samar uluran tangan itu. "Kakak udah buat kacamataku pecah!"
"Gue hanya bantu lo biar gak dibully."
"Tapi gak kacamataku juga yang jadi korban. Aku gak bisa lihat dengan jelas kalau gini."
"Tenang, ada gue yang bisa jadi mata lo."
Vita berdengus kesal. Baru kali ini ada buaya yang menggodanya. Dia berjalan pergi tapi pandangannya yang buram membuatnya hampir terjatuh. Untung ada Arvin yang segera menahan lengan Vita.
"Aku antar ke kelas," kata Arvin sambil memegang tangan Vita menuntunnya ke kelas.
Shaka melipat kedua tangannya. "Gak salah Arvin pegang cewek? Biasanya dia paling anti. Tapi lucu juga tuh murid baru," gumam Shaka.
Arvin mengantar Vita sampai di depan kelasnya. "Aku peringatkan sama kamu, jangan pernah mengikutiku lagi!"
"Tapi aku cuma mau tanya soal ... Soal ...."
Arvin membalikkan badannya dan pergi tanpa menunggu kalimat Vita.
Akhirnya Vita masuk ke dalam kelasnya dan duduk di bangkunya meski berulang kali kakinya terbentur kaki meja.
Duh, gimana caranya mastiin. Kak Arvin galak banget. Mana fansnya juga bar-bar lagi.