Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23- Rencana diam-diam
Luna duduk sambil menonton televisi selepas pulang bekerja, sedang Dean dia langsung masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri.
Pintu pun terbuka, ternyata Jeff lah yang membukanya, “err Luna, apa kau suka coklat?” tanyanya, sembari menghampiri. Dia juga baru saja pulang bekerja nampaknya.
“Kenapa memangnya?” tanya Luna sambil mendongak.
“Aku mendapatkan ini dari sponsor, cobalah jika kau suka,” ucapnya sambil menaruh kotak coklat di hadapan Luna.
“Baiklah, nanti akan ku makan,” ucapnya.
Luna pikir Jeff akan pergi setelah meletakkan kotak coklat tersebut, namun dia bergeming, “ada apa?” tanya Luna bingung.
“Err, itu produk baru, pemiliknya bilang dia ingin aku memberikan pendapat tentang rasanya, tapi aku tidak terlalu suka makanan manis, jadi aku memintamu mencobanya,” jelas Jeff.
“Oh baiklah.”
Luna beralih mengambil kotak coklat tersebut, namun belum sempat dia mengambil isinya Dean sudah menyambarnya lebih dulu.
“Biar aku yang mencobanya, kau tidak ingin jadi gemuk kan,” ujarnya.
“Makan satu tidak akan membuat Luna gemuk, Dean. Lagi pula sejak kapan kau suka makanan manis?” komentar Jeff.
“Sebelumnya aku memang tidak suka, tapi aku ingin mencobanya,” sahut Dean dengan nada datar.
“Terserah saja kalau begitu, tapi biarkan Luna mencobanya. Luna aku tunggu penilaianmu,” ucapnya sambil berlalu.
Dean menaruh kembali kotak coklat itu di tempat sebelumnya, setelah mencicipinya satu buah.
“Aku ingin bicara denganmu,” ujarnya.
“Bicara saja kalau begitu,” jawab Luna santai, sambil mengambil satu buah coklat juga dan memakannya.
“Besok kita pergi ke rumah sakit, aku sudah membuat janji dengan dokternya. Aku ingin kau segera hamil.” Terangnya.
“Baiklah, jam berapa?”
“Jam sepuluh. Kita berangkat terpisah, Ayah akan curiga kalau kita berangkat bersama."
“Oke.” jawab Luna singkat, “apa Jeff tahu soal ini?” tambahnya.
“Tidak, biarkan saja dia.” Ujarnya.
“Dean, apa kau merasa akhir-akhir sikap Jeff sedikit berubah?” cetus Luna, sambil mendongak menatap Dean.
“Mungkin itu hanya perasaanmu saja, menurutku dia masih tetap sama. Jangan terlalu banyak berpikir.” sanggahnya.
Luna hanya menganggukkan kepala sebagai respon.
Hari berganti.
Luna turun dari taksi di pinggir jalan dan beralih naik ke mobil milik Dean.
“Apa semuanya aman?” tanya Dean, saat Luna telah duduk di kursi penumpang.
“Aku rasa aman, tidak ada orang yang mengikutiku,” sahutnya sambil memasang sabuk pengaman. Mereka sudah seperti maling saja yang menghindari kejaran polisi.
“Bagus kalau begitu.” Dean langsung tancap gas menyeruak di antara mobil-mobil yang lain.
Setelah hampir satu jam perjalanan akhirnya mereka pun sampai di sebuah rumah sakit swasta berukuran sedang.
“Permisi Nona, saya sudah membuat janji dengan dokter Andrew, apa beliau ada?” tanya Dean pada sang wanita penjaga resepsionis.
“Sebentar ya Tuan, saya akan tanyakan dulu.” sahutnya ramah.
Luna dan Dean menunggu sejenak, membiarkan wanita itu berbicara di telepon.
“Maaf Tuan, Dokter Andrew tidak masuk hari ini,” ujarnya.
“Apa? Tapi kemarin saya sudah membuat janji dengan beliau, bagaimana mungkin dia tidak masuk hari ini,” protes Dean.
“Saya juga tidak tahu Tuan, tapi informasi itu yang saya dapat. Mohon maaf atas ketidak nyamanan anda, silahkan datang lagi lain kali. ” ucapnya sembari menunduk hormat.
“Ck sial. Susah payah aku datang kesini, tapi dia tidak ada,” decak Dean kesal.
“Coba hubungi dia lewat telpon,” usul Luna yang langsung di lakukan oleh Dean.
“Tidak aktif,” ucapnya.
Dean kembali ke mobil dengan wajah membrengut kesal di susul Luna yang juga ikut masuk ke mobilnya.
“Mungkin dia ada urusan mendadak, kita datang lagi lain kali,” ucap Luna menenangkan.
“Ck, kau tahu sangat sulit mengelabuhi Ayahku, jika sampai dia tahu soal rencana kita sudah pasti ini akan gagal,” keluhnya.
“Iya, tapi mau bagaimana lagi Dokternya juga tidak ada, kita bisa apa,” tanggap Luna santai, seakan ini bukan satu masalah untuknya.
“Kenapa kau sangat tenang, apa kau tidak peduli sama sekali dengan masalah ini?” protes Dean.
“Tentu saja aku peduli, tapi jika Dokternya tidak ada mau bagaimana lagi,” Luna mengedikkan bahunya pelan.
Dean mendengus kasar, dia pun memutuskan untuk kembali lagi kemari lain kali.
“Kita bertemu lagi di kantor,” ucap Luna sembari turun dari mobil Dean dan beralih menaiki taksi, bukan apa-apa dia hanya takut Tuan Adiyasa curiga dengan gerak-gerik mereka berdua.
Luna sampai sepuluh menit lebih lambat dari Dean dan langsung naik ke lantai atas tempat ruangannya berada.
Disana, tampak Dean sudah lebih dulu duduk di meja kerjanya, dia terlihat melamun menatap keluar jendela.
“Kau sedang memikirkan hal yang tadi?” tegur Luna.
“Ya, semalam dia yang bersemangat saat aku bilang aku akan menemuinya di rumah sakit, tapi sekarang lihat,” kesalnya.
“Apa kau curiga ada campur tangan orang lain dalam masalah ini?”
“Ya, tapi aku juga tidak ingin berpikiran buruk dulu. Mana tahu dia memang terkena masalah darurat.” ucapnya.
“Ya kau benar, lebih baik kau hubungi dia lagi dan buat janji ulang.”
Setelah itu Luna dan Dean pun disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, mereka memang bekerja di ruangan yang sama agar Luna lebih mudah untuk belajar dari Dean.
wkwkwkwkwk
jadi ingat dulu pernah baca hubungan poliandri tahun 2019