Retaknya Sebuah Kaca
Azzura tampak termenung menatap nanar ibunya yang sedang terbaring lemah di bed pasien.
Tangannya tak lepas terus menggenggam jemari ibunya yang tampak sedang tertidur dengan selang yang masih terpasang di hidung.
"Ya Allah ... aku harus bagaimana? Di mana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibu? Termasuk perawatan untuk kemo selanjutnya."
Air mata mulai menetes memikirkan nasibnya.
"Gajiku sebagai barista nggak akan cukup untuk membiayai pengobatan ibu. Bahkan uang pensiunan ibu dan almarhum ayah pun nggak akan mencukupi."
Azzura melepas genggaman tangan sang ibu kemudian mengecup keningnya.
"Bu, aku berangkat kerja dulu ya. Aku akan berusaha mencari pinjaman untuk biaya pengobatan ibu. Apa pun itu, ibu harus sembuh supaya kita bisa bersama lagi."
Setelah itu, Azzura meninggalkan ibunya yang masih terbaring lemah dengan mata yang terus terpejam.
Dengan langkah gontai, ia melangkah lunglai sambil memikirkan cara untuk mendapatkan pinjaman.
"Apa sebaiknya aku meminjam uang saja pada Nyonya, ya? Nggak apa jika harus membayar dengan menyicil," gumamnya.
Bruuukk ....
Langkahnya terhenti lalu perlahan mendongak.
"Ah ... maaf Dok, saya nggak sengaja," ucapnya sambil menunduk lalu mengatupkan kedua tangan di dada.
"Nggak apa-apa. Lain kali kalau jalan jangan melamun," pesan Pak dokter lalu mengulas senyum.
Azzura mengangguk pelan. Lanjut mengayunkan langkah menuju area parkir.
*******
Setibanya di Cafe tempatnya bekerja, Azzura menarik nafas dalam-dalam.
"Zu, semangat," ucapnya sambil mengangkat tangannya menyimbolkan semangat.
Ia pun melangkahkan kaki memasuki cafe lalu menyapa temannya yang lebih dulu tiba darinya.
"Zu, kok kamu telat?" tanya Nanda sahabatnya.
"Aku mampir ke rumah sakit sebentar menjenguk ibu," jawab Zu dengan seulas senyum.
"Bagaimana keadaan Tante?"
Azzura menghela nafas. "Ibu harus dioperasi, Nanda. Makanya saat ini aku lagi bingung cari pinjaman. Kamu tahu kan biaya operasi kanker itu sangat mahal, belum lagi jika harus menjalani kemoterapi," jelas Zu dengan raut wajah sedih.
"Yang sabar ya, Zu. Nanti kami akan coba membantu dengan menggalang bantuan," usul Nanda seraya mengelus punggung sahabatnya.
"Terima kasih ya, Nanda," ucap Zu.
Keduanya kembali bekerja melayani pembeli yang sedang memesan minuman.
Setelah membuat minuman pesanan seseorang, Azzura beberapa kali memanggil nama si pemesan. Namun, sang pemesan tak kunjung menghampiri meja bartender cafe.
"Nan, ini yang mesan orangnya mana sih?" tanya Zu. "Dari tadi aku panggil, orangnya tak kunjung kemari."
"Oh itu, gadis blasteran yang sedang duduk di sana," tunjuk Nanda, mengarahkan telunjuk ke arah gadis yang sedang asik memainkan ponsel.
"Ngeselin banget sih?! Nungguin sebentar saja nggak bisa," gerutu Zu lalu menghampiri gadis itu.
"Maaf ... Nona, ini minuman pesanan Anda," ucap Zu lalu meletakkan cup minuman coklat di atas meja.
"Lama banget sih!" bentaknya.
"Maaf," ucap Zu mengalah.
"Segampang itu, kamu meminta maaf, hah!! Apa kamu nggak tahu siapa aku?" bentaknya lagi.
"Kamu kekasihnya Close, benar kan," jawab Zu singkat.
"Bukan cuma kekasih, tapi bakal jadi istrinya sekaligus calon menantu keluarga besar Kheil Brandon," ucap gadis itu lagi menyombongkan diri.
"Huh!! Ngeselin banget! Jika saja kamu bukan kekasihnya Close, aku pasti sudah memakimu," gerutu Zu dalam hati lalu meninggalkan gadis blasteran itu.
********
Sore harinya ....
Dengan perasaan getir, Azzura memberanikan diri melangkah ke arah ruang kerja sang owner cafe.
Sebelum mengetuk pintu, ia menarik nafas dalam-dalam demi menetralkan perasaanya yang sedang getir lalu mengetuk pintu.
"Masuk," perintah suara dari dalam ruangan.
"Selamat sore Nyonya," sapa Zu dengan seulas senyum.
"Ah, Zu. Sore juga. Kemarilah."
Gadis berhijab itu mengangguk lalu duduk di kursi berhadapan dengan Nyonya Liodra.
"Ada apa, Zu?" tanya Nyonya Liodra dengan ramah.
"Nyonya, saya ke sini ingin meminta bantuan Anda. Maksud saya ... eeemm ... saya ...."
Azzura tampak ragu ingin mengutarakan niatnya.
"Katakan saja jangan ragu," kata Nyonya Liodra.
"Nyonya, boleh nggak, saya meminjam sejumlah uang pada Anda?" tanya Zu lalu menunduk.
"Meminjam uang? Tapi untuk apa Zu?" tanya Nyonya Liodra dengan alis yang saling bertaut.
"Untuk biaya operasi dan perawatan kemoterapi ibu saya, Nyonya. Ibu saya sakit kanker," jelasnya masih sambil menundukkan kepala. "Saya akan menyicil pembayarannya meski saya selamanya akan bekerja untuk Nyonya."
Senyum penuh arti terbit di bibir tipis wanita cantik paruh baya itu.
"Zu, saya tidak akan meminjamkan kamu uang. Tapi, saya akan membiayai semua perawatan ibumu selama dirawat. Tapi ada syaratnya."
Azzura langsung mendongak menatap Nyonya Liodra.
"Apa syaratnya, Nyonya? Saya akan menerima syarat itu demi melihat ibu saya bisa sembuh lagi," sahut Zu.
"Menikahlah dengan putraku, Close, maka semua biaya pengobatan ibumu akan saya tanggung," tawar Nyonya Liodra.
Azzura sangat terkejut dengan syarat yang di ajukan oleh Nyonya Liodra. Bukan tanpa alasan, dia tahu benar seperti Close. Pria angkuh, arogan, suka seenaknya terlebih ia sudah memiliki kekasih.
Ia tampak menimbang-nimbang. Di satu sisi ia merasa takut namun di satu sisi lain, ia sangat membutuhkan uang demi biaya operasi juga pengobatan lanjutan sang ibu.
Namun, demi kesembuhan ibunya, ia akhirnya menerima syarat itu meski erpaksa, walau sudah tahu resikonya seperti apa nantinya.
"Baiklah Nyonya, saya akan menerima syarat itu. Tapi, izinkan saya tetap bekerja di cafe ini," kata Zu.
"Baiklah, jika hanya itu yang kamu inginkan," kata Nyonya Liodra.
"Maafkan saya, Zu. Semua ini saya lakukan karena saya tidak menyukai Close terus berhubungan dengan Laura. Entah mengapa saya tidak menyukai gadis itu," batin Nyonya Liodra.
Setelah itu, Azzura berpamitan meninggalkan ruangan Bu Liodra.
"Ya Allah ... aku harus bagaimana? Sejak zaman kuliah, Close sangat membenciku bahkan nggak segan-segan menghinaku."
Ia terus mengayunkan langkah hingga sampai di parkiran. Baru saja ia akan mengenakan helm, pria yang baru saja ada di benaknya itu melewatinya dengan tatapan benci. Entahlah apa yang membuat Close membencinya.
Azzura menatap nanar punggung tegap putra sulung majikannya itu.
"Demi kesembuhan ibu, aku pasti kuat menghadapinya dengan lapang dada."
Ia pun menyalakan mesin motornya, meninggalkan tempat itu menuju taman kota untuk menghibur diri.
******
Sesaat setelah berada di taman kota, Azzura duduk bersandar di salah satu bangku taman. Ia mendongak, menatap langit yang mulai menggelap.
"Bu ... Ibu harus sembuh. Jika Ibu sembuh, aku janji akan mengajak Ibu jalan-jalan ke puncak. Kita akan bernostalgia lagi mengenang semua kenangan kita bersama Ayah saat beliau masih hidup. Bertahanlah Bu, jangan tinggalkan aku."
.
.
.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Mohon dukungannya ya, readers terkasih dengan meninggalkan rate, vote, like, gift dan meramaikan kolom komentar.
Maaf author memaksa. Tanpa dukungan dari readers terkasih, siapalah author recehan seperti aku. Happy reading 🙏😊🥰😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Epifania R
mampir kk
2024-04-04
0
Lina Asm
maaf thor maungai vote ga bisa
2023-05-04
1
Uthie
Coba mampir 👍♥️
2023-04-02
1