kisah gadis cantik dan sholehah bernama Anindya Zahrani yang harus rela menikah dengan pria begajulan yang suka mabuk dan main perempuan bernama Arkala Mahesa.
Dya terpaksa menerima perjodohan yang dilakukan oleh almarhum Ayahnya dan juga sahabatnya Pak Anggara Mahes yang merupakan seorang konglomerat,demi melaksanakan amanah terakhir dari sang Ayah.
Kala yang tidak pernah setuju menikah dengan Dya kerap memperlakukan Dya dengan Kasar.Bahkan tidak segan segan Kala membawa wanita yang disebut kekasihnya masuk kedalam rumah bahkan kedalam kamarnya.
Akankah Dya terus bertahan??atau menyerah??
Lalu bagaimana reaski Kala saat Dya akhirnya memilih menyerah dengan pernikahannya.
Akankah Kala melepaskan Dya ataukah mempertahankan dan berubah menjadi lebih baik lagi??
Bantu Follow yuukkk
IG : triyani_trian87
tiktok : Triyani_87
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Triyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.19
"Mas Kala?"
"Den Kala?"
Ucap Bi Surti dan Dya secara bersamaan saat melihat siapa orang yang tadi berdehem dibelakang mereka.
"Masak apa Bi? Saya lapar," tanya Kala pura pura tidak tahu apa yang keduanya wanita beda generasi itu bicarakan.
"Oh, Den Kala sudah mau makan, lagi? Ini Den tadi Bibi masak masakan kesukaan Den Kala dibantuin sama Non Dya." jawab Bi Surti mencoba menetralkan perasaan gugupnya karena takut Kala mendengar apa yang tadi dia bicarakan bersama dengan Dya.
Bi Surti menunjukan beberapa menu yang sudah siap dimeja makan. Di antara nya adalah, ada sup ayam kampung, cah kangkung, balado telur, dan ada ikan bakar madu yang merupakan makanan kesukaan Kala.
Apalagi ikan bakar madu buatan Bi Surti yang terasa berbeda dari ikan bakar yang dijajakan direstoran restoran atau dikaki lima.
"Baiklah, aku makan duluan nggak apa apa, kan? Kebetulan aku masih harus minum obatkan?"
"Boleh kok Mas. Lagi pula tadi Papa ngasih kabar tidak akan sempat makan siang dirumah, begitu pun Bang Arka tapi kita tanggung masak. Akan lebih bagus kalau Mas Kala mau makan, jadi makanan nya nggak akan mubazir," jelas Dya sembari mengambilkan piring untuk digunakan oleh suaminya.
"Mau aku ambilkan?" tanya Dya ragu.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri," jawab Kala masih dengan nada ketusnya.
"Ya sudah, ini piring nya. Aku pamit kalau begitu, ya?"
"Mau kemana lagi?" tanya Kala yang tiba tiba meninggikan suaranya membuat Dya dan Bi Surti terlonjak kaget.
"Ke_kemar Mas, ma_mau sholat Zuhur dulu. Ke_kenapa memangnya?" tanya Dya, terbata karena kaget saat Kala meninggikan suaranya.
"Oh. Tidak, ya sudah sana,"
"I_iya Mas."
Dya pun langsung bergegas menuju kedalam kamar untuk melakukan kewajiban nya. Menghadap dan mungkin sedikit bercerita dan meminta kekuatan pada pemilik kehidupnya.
Kala sendiri kini tengah menikmati menu makan siang nya seorang diri, karena setelah Dya pergi. Bi Surti pun ikut pamit untuk melakukan hal yang sama dengan Dya.
*
*
"Sore ini kita pulang," ucap Kala yang tiba tiba datang mengejutkan Dya yang baru saja menyelesaikan ibadahnya.
"Apa sebaiknya kita tunggu Papa pulang? Masa pulang tanpa pamit? Kan nggak sopan,"
"Ya sudah kalau gitu, kamu pulang setelah pria tua itu pulang saja kalau begitu. Kita pulang terpisah,"
Lagi lagi Kala berbuat sesuka hati yang membuat Dya selalu menghela nafas panjang dan berat. Menurut salah, tidak menurut dosa. Sungguh Dya kini berada diposisi yang serba salah.
"Baiklah, kita pulang sama sama saja kalau begitu,"
"Ya sudah. Siap siap sana,"
"Katanya pulang sore? Kenapa harus bersiap sekarang?"
"Tidak jadi sore, sekarang saja,"
"Astaghfirullah al adzim," gumam Dya, tapi masih bisa tertangkap oleh indra pendengar Kala, meski samar samar.
"Nggak usah beristighfar, aku bukan ngajak kamu bermaksiat, ya. Aku cuma ngajak kamu pulang. Apa ada yang salah?" seru Kala saat mendengar gumaman Dya.
Tanpa kata lagi, Dya pun bergegas membenahi mukena yang dia pakai untuk dibawa sekalian ke apartemen yang Dya tempati bersama dengan Kala saat ini.
Akan tetapi, ada pemandangan yang berbeda kali ini. Dimana saat Dya membuka mukena bagian atas, Kala tidak lagi melihat mahkota Dya seperti dini hari tadi.
Kini Dya memakai hijab instan sebelum memakai mukenanya. Hingga saat Dya membuka mukena itu aurat Dya masih tertutup rapat.
Dan entah kenapa? Hal itu membuat Kala sedikit kecewa karena tidak lagi bisa melihat wajah cantik Dya yang tanpa hijabnya.
"Apa kamu tidak pernah melepas penutup kepala itu? Memangnya tidak kepanasan, ya? Apalagi dobel dobel gitu?" tanya Kala yang merasa penasaran dengan penampilan Dya saat ini.
Bukan kah tidak masalah jika Dya memperlihatkan auratnya didepan keluarga yang satu darah dan juga didepan suaminya.
Akan tetapi, kenapa Dya masih belum juga membuka penutup kepalanya meski hanya berdua saja bersama dengan Kala.
"Insha Allah nggak, Mas. Aku memakainya Lillahi ta'ala, jadi tidak akan menjadi kendala. Justru, Aku merasa nyaman dan aman saat menggunakannya. Memangnya, kenapa ya Mas?" jawab Dya sembari memasukan barang barang yang akan dia bawa pulang.
"Tapi, bukan kah kalau didepan suami diperbolehkan untuk membukanya? Lalu, kenapa saat kita berdua saja, kamu masih menggunakan penutup kepala itu?" tanya Kala lagi, yang membuat Dya tersenyum kecut.
"Bukannya tidak mau menunjukan diri Mas, Aku hanya melakukan apa yang Mas minta dan Mas inginkan. Memberi jarak dan batasan karena pernikahan ini hanya sementara. Bukan kah Mas sangat membenciku dan berharap Aku pergi? Lalu, untuk apa aku menunjukan diriku pada pria yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan suami?" jawab Dya, cukup menohok.
Deg...
Kala tiba tiba bagai terkena benturan yang sangat keras saat Dya menjelaskan bagaimana situasi pernikahan mereka saat ini.
Kala lupa jika dirinya lah yang menolak kehadiran Dya, dan dirinya juga lah yang memberikan batasan batasan itu pada Dya. Jadi, tidak salah bukan jika Dya masih menutup dirinya dari pria yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya.
*
*
...🌸🌸🌸...
ng beda"&bermacam