Kekecewaanya terhadap sang Ayah membuat Azzura menerima dengan lapang ketika sang ayah akan memasukannya ke sebuah pesantren.
Ingin menolak namun hatinya terlalu lelah dengan keadaan.
Satu hal yang ia harapkan bahwa langkahnya menerima keputusan sang ayah hanya agar sang bunda kelak akan bahagia dan tak mendapat siksaan atas semua dosa-dosa nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R²_Chair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan
...Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kau ingin dan sabar menahan diri dari sesuatu yang kau ingini.”...
...Ali bin Abi Thalib...
...🍃🍃🍃...
Suasana di depannya memang terasa asing,dimana 2 bangunan dengan masing-masing berlantai 3 yang terhalang sebuah aula besar serta beberapa pepohonan tinggi.
Dan beberapa gadis berlalu lalang dengan pakaian gamis dominan putih dan hitam serta sebagian lagi atasan tunik dengan kain jarik seperti pengganti rok .
Zura mengerutkan keningnya saat sepanjang jalan ia melihat para gadis yang mereka sebut santriwati selalu menunduk jika bertemu dengan mereka ,bahkan dari arah jauh pun saat melihat ke arahnya mereka langsung menundukan pandangannya.
Ck
aneh !
Hanya satu kata yang ada di benak zura.
Entah lah ia merasa suasana ini tak pernah ia bayangkan sedikitpun.
Tapi satu hal yang ia tahu,jauh di hatinya yang terdalam terasa begitu damai dan hangat.
Zura hanya bisa berharap disini, di tempat asing ini ia tidak akan merasakan lagi kerapuhan pada hatinya.
Bolehkah zura egois sekali saja,
ia hanya ingin dengan ia berada di sini,di tempat baru ini jauh...jauh dari semuanya..Ayahnya akan merasa menyesal dan merindukannya.
Lamunannya buyar saat deheman seseorang tepat di belakangnya.
Dari awal zura tak terlalu menghiraukan ucapan nafa saat ia memperkenalkan beberapa bangunan.
sejak tadi hanya nafa lah yang terus mengeluarkan suara.
Sedangkan zura hanya mengangguk sedangkan Gus Ilham hanya menjawab dengan deheman saja.
Zura menaikan sebelah alisnya.
"Ya ?"
"Bisa kita lanjutkan ?"
Zura menghembuskan nafas kasarnya saat mendengar pertanyaan Gus Ilham.
"Hmm"
Mood zura belum pulih sepenuhnya dari kemarin.
Apalagi melihat sikap Gus ilham yang dingin dan tegas semakin memperburuk moodnya karena dalam bayangannya Gus ilham adalah salahsatu orang yang harus ia hindari karena mungkin tidak akan asyik untuk di ajak berteman.
Untuk nafa so far so good !
baik,sopan,ceria dan yang lebih penting entah kenapa ia merasa nyaman dekat dengan nafa.
Mungkin karena ia menginginkan seorang saudara atau adik jadi ia merasa seperti mempunyai adik.
Nafa yang baru kelas 6 SD terlihat begitu manis dan lucu.
Tak bisa di pungkiri walaupun dulu ia tidak merestui ayahnya menikah lagi,bahkan tidak menganggap Ibu Nay ada tapi jauh di lubuk hatinya ia menginginkan saudara.
Kadang ia merasa iri jika melihat teman-temannya memamerkan kedekatannya dengan adik atau kakanya.
Tak terasa zura dan nafa sampai di sebuah ruangan,tepatnya di sebuah kamar dengan sebuah papan bertuliskan " 04 AL-SA'ADAH "
Zura memperhatikan pintu di depannya kemudian ia melihat sekelilingnya,berjejer 4 buah pintu dan ia berada di paling ujung.
Nafa memutar handle pintu dan membukanya perlahan.
Setelah mengucap salam dan memintai izin untuk masuk Zura dan Nafa langsung menghampiri 3orang gadis yang sedang duduk di karpet plastik tepat di tengah-tengah ranjang 2 tingkat.
3 orang penghuni tersebut kaget melihat kedatangan sang ning bersama seorang wanita cantik bermata lentik.
Mereka langsung berdiri
"Mari ning silahkan duduk "
"Terimakasih teh,ini nafa mau nganter Ka Zura beliau santriwati baru terus kata Aa kamarnya disini sama teteh-teteh. "
"MasyaAllah ning itu teteh nya meni cantik ya ning,manis lagi,hidungnya mancung terus bulumatanya lentik meni udah kaya boneka barby aja ya ning "
Zura hanya bisa memaksakan senyumnya saat orang di depannya memujinya.
Bukannya sombong tapi memang Zura tak menyukai jika ada yang memujinya.
Sungguh ia membenci kemunafikan,entah memang penilaiannya terhadap orang lain terlalu buruk atau memang terlalu cuek tapi yang pernah zura alami yaitu dulu jika ada yang memuji dan memujanya di depan namun berbanding terbalik saat di belakangnya.
"Ka Zura kenalkan mereka teman sekamar kaka,teteh silahkan berkenalan sendiri ya. Nafa mau duduk dulu ya. Nafa cape abis keliling-keliling nemenin ka Zura "
Setelah di persilahkan nafa langsung merebahkan badannya di salahsatu kasur.
"Teh kenalkan saya ina,yang ini siti dan yang itu mariam "
Zura tersenyum samar
"ya,kenalkan juga gue Azzura,kalian bisa panggil gue zura "
"wwooaahh..teteh orang kota,orang jakarta ?"
siti terlihat antusias kala mendengar cara bicara zura
Tanpa di duga zura terkekeh melihat antusias salah satu gadis di depannya.
"iya,gue dari jakarta. Kalo kalian dari mana? "
"kami masih dari daerah sini teh,cuma beda desa aja "
"Btw gue tidur dimana ya ?"
"oh iya teh ini di kasur yang sebelah kanan bagian bawah,kalo yang atasnya bagian siti "
Tiba-tiba mariam memeluk tangan zura dan membawanya ke pojok ruangan.
Kemudian menunjukan sebuah lemari plastik kecil dengan pintu berwarna merah.
"Nah ini lemari teteh ! teteh bisa simpan barang-barang teteh disini.Dan sekarang kita bantu beresin baju-baju teteh ya"
"Eh,gak usah nanti biar gua aja yang beresin.Lagian baju-baju gue cuma sedikit ko"
Zura merasa sedikit sungkan dengan teman-teman barunya ini,mereka terlihat wellcome terhadap zura.
"Kalian bisa gak manggil gue zura aja,gak usah pake sebutan teteh gue risih dengernya lagian kita seumuran kan ?"
" memangnya teteh kelas berapa?"
"gue kelas 3 sma"
"wah..berarti kita gak seumuran teh,teteh di atas kita. Kita kan baru kelas 1 "
"iya,ya tapi kok kita kaya seumuran ya teh. Teteh sih cantik pisan jadi kaya seumuran sama kita.Kalo istilahnya mah teteh th babyface "
"Eh tapi gak tau muka kita yang ketuaan ya haha "
Tak lama terdengar gelak tawa dari 4 gadis tersebut,sedangkan Zura hanya tersenyum mendengar guyonan teman-temannya.
Hatinya terasa menghangat,hanya karena sebuah candaan biasa tapi membuat tawa bahagia.
Rasanya sedikit berbeda saat ia bersama teman-temannya di sekolahnya dulu.
Entah kenapa senyum dan tawa disini seolah nyata dan murni tanpa kamuflase.
Dalam hati kecilnya ia melantunkan do'a dan harapan semoga senyum ini selalu menular dan mengulang hingga hari esok dan seterusnya.
Setelah cukup berkenalan dengan teman sekamarnya,zura dan nafa kembali ke ndalem karena harus berpamitan dengan kedua orangtua zura.
Saking asyiknya,mereka berdua melupakan gus ilham yang sedari tadi menunggunya untung pondok santriwati dekat dengan kebun jadi ia bisa menunggu sambil berbincang dengan salahsatu pekerja disana.
"Astaghfirullah Aa maaf naf lupa kalo Aa nungguin,hehe maaf ya A abis nya tadi kita asyik ngobrol jadi kelupaan "
Nafa sungguh melupakan kakanya yang menunggunya dari tadi.
"iya,tidak apa-apa "
Gus Ilham mengusap kepala sang adik yang berbalut hijab warna putih.
Nafa kemudian berbalik dan mulai bejalan
"Ayo Ka kita kerumah sekarang,takutnya orangtua ka Zura udah nungguin "
Nafa berjalan terlebih dahulu meninggalkan zura dan Gus ilham.
Zura hendak berjalan menyusul nafa namun langkahnya terhenti kala terdengar suara Gus ilham saat zura melewatinya
"Selamat datang di pesantren Ar-Rahman,
Allahu yuftah'alaikum fil imtihan "
entah mengapa suara Gus ilham terdengar begitu sejuk di telinga zura membuat bibirnya sedikit terangkat.
Gus ilham pun tau walaupun mereka berdua saling memunggungi namun ia tahu bawa zura saat ini sedang tersenyum.
Dan yang lebih anehnya senyum itu menular pada diri Gus ilham yang saat ini juga sedang tersenyum.
"Ok thank !"
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
semangat yaa untuk update ceritanya ❤️
mampir juga dikaryaku✨