Menikah adalah hal yang membahagiakan. Tapi tidak saat aku menikah. Menikah membawaku kedalam jurang kesakitan. Dilukai berkali-kali. Menyaksikan suamiku berganti pasangan setiap hari adalah hal yang lumrah untuk ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Arsen masih terlihat kesal. Ita, Naina hanya bisa terdiam sembari tertawa didalam hati. Kejadian siang tadi, masih terus membuatnya ingin terpingkal-pingkal.
Flash back On.
" Pergilah! atau kau ingin melihatku dan Naina berhubungan badan? " Tanya Arsen yang benar-benar malas meladeni Riana.
" Ar!!! " Bentak Riana. Dia merasa, Arsen benar-benar keterlaluan.
" Pergi!
Riana terdiam sembari mengusap air matanya. " Ok. Aku akan pergi. Tapi aku, tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.
" Terserah lah... " Arsen benar-benar enggan berdebat dengan Riana yang tidak ada habisnya.
Sebelum meninggalkan ruangan Arsen, Riana melemparkan tatapan sinis kepada Naina. Yang pasti, Naina hanya tersenyum melihatnya.
" Ingatlah. Aku, adalah orang yang selalu berhasil merebut apapun darimu. " Riana meninggalkan ancaman untuk Naina.
Baiklah,... mari kita lihat. Apa kau akan berhasil atau tidak kali ini.
" Kau, memang selalu menang dulu, " Naina menimpali dan tersenyum di akhir kalimat.
Itu hanya kan terjadi dulu. Dan kali ini, bahkan sampahku pun, tidak akan ku biarkan kau mengambilnya.
Brak....!
Riana membanting pintu dengan keras.
" Tuan, anda tidak berniat mengejar tunangan anda? " Tanya Naina dengan wajah yang sedikit mengejek.
" Dari pada mengejar dia, bukankah lebih penting mengejar kenikmatan? " Arsen mendekati Naina. Menempelkan tubuhnya sembari mengelus pipi Naina.
Naina menghentikan tangan Arsen dan menatapnya. " Kenikmatan yang anda maksut, sudah pergi, Tuan.
" Bukankah ada kau? " Tanya Arsen yang mulai menggerayangi tubuh Naina.
" Maaf membuat anda kecewa. Saya sedang datang bulan.
" Apa?! " Arsen sontak menghentikan kegiatannya.
" Jangan berbohong. Tadi pagi kita kan,
" Datang bulan saya, datang setelah itu. " Naina menyela ucapan Arsen yang belum selesai.
Arsen menatap Naina kesal. Dia mengangkat tubuh Naina dan membaringkan di atas sofa. Dia mulai menaikkan rok Naina dan memeriksa sendiri.
" Oh Shit!!!! Kenapa darah sialan ini harus keluar sekarang?! " Arsen memang mengumpat kesal, tapi dia tetap membenahi apa yang tadi ia buka.
" Itu, bukan kuasa saya, Tuan. " Naina menjawab sembari memalingkan wajah. Malu, dia benar-benar malu sekali. Bagaimana tidak? hanya untuk memastikan, Arsen benar-benar melihat nya sendiri. Oh, tidak, dia juga melepas bagian dalam Naina.
" Kalau begitu, bantu aku dengan cara yang lain. " Arsen mulai membuka ikat pinggangnya.
Apa?! cara yang lain?????
Naina mengingat kembali kejadian beberapa hari uang lalu. Hari dimana, dia dengan bodohnya mengikuti segala perintah Arsen. Hari dimana dia, kehilangan semua kepercayaan dirinya.
Kenapa? harus dengan cara itu?
' Tok.....! tok.....! Suara ketukan pintu, membuat Arsen mendesah sebal. Terpaksa dia harus membenahi celana dan ikat pinggangnya.
" Selamat siang, Tuan. " Sapa Tomi tertunduk sopan setelah memasuki ruangan Arsen.
" Katakan! " Arsen menatap Tomi tajam.
Tomi sekilas menatapnya lalu kembali menunduk. Paham benar apa yang sedang Arsen pikirkan.
Aku benar-benar masuk di momen yang salah. Memang anda ingin melakukan apa Tuan? dirumah kan bisa? sekarang, jadi aku kan yang kena getahnya.
" Rapat akan dimulai dua puluh menit dari sekarang Tuan.
Arsen terdiam sembari menahan kekesalan. Kenapa? disaat seperti harus ada rapat. Ingin sekali rasanya membubarkan orang-orang yang sudah menunggunya untuk rapat.
Cih! kalau saja, kakek tua tidak hadir pada rapat kali ini, aku benar-benar akan membubarkan rapat sialan ini.
" Tuan, sepertinya anda harus pergi. " Naina menepuk pundak Arsen dengan senyum yang menghiasi bibir manisnya.
Arsen menatap Naina hingga rasanya tidak ingin berpaling. Ini, kali pertama dia tersenyum kepadaku.
" Tuan, " Panggil Tomi lagi. Kalau Tuannya masih saja menatap Istrinya, kapan rapat akan dimulai?
Sialan! ini juga kali pertama aku membenci Tomi. Sudahlah,.. aku mungkin sudah tidak waras. Rasanya, aku ingin mencium bibirnya terus menerus. Tapi, dibandingkan itu semua, melihat Naina yang tersenyum begitu padaku, rasanya aku merasa ada sesuatu yang melegakan hatiku.
" Huh......! akhirnya, aku bisa bebas dari predator itu. " Naina mengangkat kedua lengannya ke atas. Menggoyangkan tubuhnya serentak ke kanan dan ke kiri. Terlalu banyak duduk, pegal juga rupanya.
***
Diruang rapat. Arsen terdiam sembari fokus menatap layar laptop. Bukan fokus pada rapat. Tapi, dia fokus melihat apa yang Naina lakukan. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum.
Naina duduk dikursi Arsen. Kursi yang dianggap sebagai kursi kerajaan. Kursi yang tidak sembarangan orang bisa menyentuhnya. Kursi yang secara khusu dibersihkan oleh orang tertentu.
" Bodoh sekali! pakai otakmu! jangan biarkan kepalamu besar dengan otak sebesar debu! " Naina mengikuti gaya Arsen ketika sedang marah.
Naina mengaitkan jemarinya dan meletakkan didepan wajahnya. Tatapannya tajam sama persis seperti seorang Arsen. " Hei kau! ambil sampah ini!
" Naina! ambil Kopi untukku!
" Terlalu manis.
" Terlalu pahit
" Terlalu kental.
" Terlalu encer.
" Terlalu panas.
" Ini es kopi atau apa?!
" Ambil itu.
" Ambil ini.
Naina memundurkan kursinya, dia menyenderkan tubuhnya dengan nyaman. Sama persis seperti Arsen. " Hei kau! pijit kepalaku! Tidak itu terlalu sakit. Itu tidak terasa. Kenapa kau menekannya begitu kuat? kau mau membunuhku ya?!
***
Pft.......! Arsen hampir tak bisa menahan tawanya.
Semua orang menatapnya bingung. Begitu juga seseorang yang sedang menjelaskan tentang rapat kali ini. Dia hanya bisa gemetar sembari mencari kesalahannya. Dia beranggapan, ada hal yang tidak masuk akan sehingga Tuan Arsen begitu tidak tahan untuk tertawa.
Sementara para anggota Dewan yang lain, mereka saling menatap bingung. Mereka saling bertanya melalui tatapan mereka.
Apa yang Tuan Arsen pikirkan? apakah proyek kali ini semacam lelucon baginya?
Mereka hanya bisa menanyakan itu didalam hati mereka. Mau mengutarakan juga tidak memiliki keberanian. Usia mereka memang jauh lebih tua. Tapi, Arsen jauh lebih memiliki kekuasan dibanding mereka. Maka dari itu, mereka hanya bisa kebingungan mencari letak kesalahan dari presentasi hari ini.
Ya ampun Tuan.... tolonglah, lihat para Dewan walaupun sebentar. Mereka kebingungan Tuan. Tolong jangan bertingkah aneh sekarang.
Tomi hanya bisa memohon di dalam hati. Dia berdiri tegak dibelakang Tuannya itu. Yang secara otomatis, dia juga melihat apa yang sedang Tuannya lihat dilayar laptop.
" Apa sudah selesai? " Tanya Arsen sembari menatap para Dewan dan beberapa Staf yang gak lagi bersuara.
Mereka terdiam dan saling melempar tatapan.
" Baiklah, aku tertarik. " Arsen menutup layar laptopnya laku bangkit dari duduknya.
Semua anggota yang menghadiri rapat ikut berdiri sembari menundukkan kepala hingga Arsen tak terlihat lagi.
" Tidak perlu khawatir. Berikan salinan dari presentasi hari ini. Aku akan menyerahkannya kepada Tuan. Terimakasih atas kerja samanya. Selamat siang. " Ucap Tomi sebelum berlalu meninggalkan ruangan rapat.
Para anggota staf akhirnya bisa bernafas lega. Ternyata, tidak ada masalah dari presentasinya. Tapi kenapa Tuan Arsen bereaksi seperti itu? semoga saja firasat buruk ku tidak benar. Ucap para anggota yang menghadiri rapat.
..................