Kinara Wirasti seorang wanita berusia 55 tahun, bertemu dengan kekasihnya di masa lalu yang bernama Anggara Tirta pria seumuran dengannya. Ternyata Anggara adalah mertua dari anaknya. Bagaimana kisah cinta mereka? Akankah bersatu di usia senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Pengacau
Ternyata Oma Salma sudah dipindahkan ke ruang inap, beliau sengaja mengatur sedemikian rupa. Kebetulan Anggara tidak ada, jadi lebih leluasa meminta bantuan ke dokter yang selama ini menanganinya.
"Nyonya, sepertinya Tuan Anggara sudah datang bersama seorang wanita," kata Bik Lasmi.
"Suruh saja mereka masuk!" Oma Salma membenarkan selimutnya.
Di luar ruangan, Anggara dan Kinara menghentikan langkahnya di depan pintu. Mereka melihat Niko yang berlarian menuju ke arahnya.
"Gimana keadaan Oma, Pah?" Niko terlihat sangat panik, napasnya terengah-engah.
"Tadi pingsan, Nik. Semoga tidak terjadi apa-apa," jawab Anggara, menepuk pundak putranya.
Ketika mereka hendak masuk ke dalam ruangan, ada seseorang suster yang menghentikan langkah mereka. Suster meminta menjenguk secara bergantian, karena kondisi Oma yang dinyatakan tidak stabil.
"Aku masuk duluan," ucap Anggara, menatap Kinara dan Niko secara bergantian.
"Biar aku saja, Pah." Niko mendahului Anggara, ia langsung masuk ke ruangan itu lebih dulu.
Oma Salma menatap Niko dengan kesal, beliau berharap Anggara dan calon istrinya yang masuk ke dalam lebih dulu.
"Anggara mana, Nik?" tanya Oma Salma.
"Ada di luar. Bagaimana keadaan, Oma?" Niko mendekati Oma Salma.
"Aku baik-baik saja, Nik. Kamu hampir saja mengacaukan rencanaku!" Oma Salma membuang mukanya.
"Oma Sayang, Papah tidak perlu dipaksa untuk menikah. Sebentar lagi juga menikah sama mamahnya Angel." Niko keceplosan.
Belum sempat menjelaskan semuanya, Niko sudah diusir oleh Oma Salma. Beliau marah besar, dan mengatakan kalau hubungan tidak tahu diri.
"Bilang sama Anggara, aku tidak merestui!" tegas Oma Salma.
Niko mengacak rambutnya, merasa bersalah sudah mendahului Anggara. Ia keluar dari ruangan itu, karena dilempari botol air mineral oleh Oma.
"Tunggu, Pah. Jangan masuk dulu, Oma hanya pura-pura sakit," kata Niko, merasa gusar.
"Maksudmu apa, Nik?" tanya Anggara.
Niko menceritakan kesalahan yang sudah diperbuatnya, ia juga meminta maaf ke Anggara dan Kinara. Ia tidak menyangka, Oma Salma tidak menyetujui hubungan Anggara dan mertuanya.
Raut wajah Kinara seketika berubah sedih, "Aku pamit pulang, Mas."
"Nara, kamu datang sama aku. Pulang juga harus denganku!" Anggara menggenggam erat tangan Kinara.
"Awww .... !" pekik Kinara. Tangannya yang masih terluka tidak sengaja ditekan oleh Anggara.
"Maaf, Sayang." Anggara mengusap lembut tangan Kinara.
"Ehmm ... ! Sepertinya dunia milik kalian berdua," Niko asal bicara.
"Diam, kamu!" Anggara menatap tajam Niko.
Kinara merasa sangat malu, ia menarik tangannya dari genggaman Anggara.
Agar tidak terjadi keributan, Anggara memilih mengantarkan Kinara pulang ke rumahnya dan menyuruh Niko menjaga Oma Salma. Ia merasa bersalah, tidak menjaga perasaan Kinara dengan baik.
"Sayang, maafkan aku. Aku janji akan berjuang mendapatkan restu dari ibuku," ucap Anggara.
"Gak papa, Mas. Aku sadar diri, memang seharusnya hubungan ini tidak terjadi." Kinara menatap iba ke arah Anggara.
Hubungan yang terjalin tanpa restu tidak akan selamanya awet, sehingga Anggara dan Kinara selalu sabar mendapatkan restu dari orang yang mencoba menghalanginya. Walaupun mereka berdua begitu menderita, tetapi berusaha saling menerima.
Anggara tidak langsung mengantarkan Kinara pulang ke rumahnya, ia membawa kekasihnya ke sebuah taman.
"Mas, kenapa kita kesini?" tanya Kinara, mengerutkan dahinya.
"Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu, Sayang," jawab Anggara.
Mereka berjalan menuju sebuah kursi, mendudukkan diri dan saling berpegangan tangan. Anggara ingin mengatakan sesuatu, tetapi takut Kinara tidak bisa terima.
Suasana malam begitu dingin, Anggara melepaskan jasnya lalu menyelimuti Kinara. Ia tersenyum menatap wajah cantik yang mulai berkerut itu.
"Nara, seandainya kamu tahu. Siang malam aku selalu merindukanmu, pasti kamu akan terus bersamaku." Anggara berucap dalam hati.
Kinara menyandarkan kepalanya di pundak Anggara, sosok yang selalu dirindukan. Bagi Kinara, laki-laki di dunia ini tidak ada yang perhatiannya sama dengan Anggara. Bersama Anggara, membuatnya lupa akan janjinya dengan Angel.
Memisahkan kedua orang yang saling mencintai, seperti menutup jendela di pagi hari yang penuh cahaya. Bagaimanapun dunia memisah, pasti akan menemukan jalan.
***
Di rumah sakit, Niko pusing dimarahi Oma Salma terus menerus. Beliau menyalahkan Niko, atas perginya Anggara.
"Oma, tenang dong! Jangan marah terus," ujar Niko, merasa putus asa membujuk Omanya.
"Gara-gara kamu Anggara tidak jadi menikah!" Oma Salma tetap menyalahkan Niko.
Niko membujuk Oma Salma pulang dari rumah sakit, dan tidak berpura-pura lagi. Tetapi, Oma menolak tetap ingin menunggu Anggara datang membawa calon istri.
"Dasar pengacau!" umpat Oma Salma.
"Oma ....
"Berikan aku cicit kalau ingin dimaafkan!" Ketika sudah berkeinginan Oma Salma harus dituruti, hanya Anggara yang bisa membangkang.
"Tidak bisa, Oma." Niko tidak ingin memberikan harapan lebih ke Omanya, karena sadar hubungannya dengan Angel sedang tidak baik.
Mereka lebih sering berdebat masalah Anggara dan Kirana, bukan karena masalah keluarga kecil mereka sendiri.
Oma Salma tidak mau mendengarkan Niko, beliau mengambil ponselnya menghubungi Anggara agar mau datang ke rumah sakit lagi.
"Oma, aku mau makan sate," kata Niko, melangkahkan kaki hendak keluar.
"Ikut!" Oma Salma menghentikan langkah cucunya.
"Oma, lagi sakit. Lebih baik istirahat saja," kata Niko mengedipkan sebelah matanya.
Niko menahan tawanya, melihat Omanya melepas selang infus yang hanya digunakan untuk pura-pura. Dengan sabar, ia menunggu Omanya merapikan diri.
"Setelah selesai makan, kita pulang ke rumah. Ini bukan hotel, Oma. Kasihan orang yang sakit tidak mendapatkan kamar inap." Niko membantu Omanya melipat selimut.
Walaupun sudah larut malam, Niko berusaha membuat Omanya tidak marah lagi. Ia mengajak keliling jalanan, menggunakan mobilnya. Tidak sengaja, Niko melihat mobil Anggara berada di pinggir jalan sebuah warung sate dekat taman.
"Niko, kenapa tidak berhenti? Warung sate terenak itu tadi." Oma Salma mendengus kesal.
Niko beralasan kalau warungnya terlalu ramai, tidak nyaman di banyak kerumunan orang. Padahal Oma Salma tahu, semua hanya akal-akalan Niko. Dulu beliau sering mengajak Niko berjalan-jalan, makan di tempat umum bahkan berlibur ke tempat ramai.
Hampir satu jam mereka mengelilingi kota, tidak ada warung sate yang buka selain di dekat taman tadi. Oma Salma juga sudah mengomel, merasa Niko hanya membohonginya.
"Balik ke tempat tadi!" pinta Oma Salma dengan tegas.
"Jalannya macet, Oma. Kita makan mie rebus di rumah gimana? Atau makan ayam goreng," ujar Niko, mengeluarkan jurus rayuannya.
"Tepati janjimu!" kata Oma Salma, tidak suka dengan orang yang ingkar.
"Baik, Oma." Niko memutar balik arah laju mobilnya, ia akan membawa oma kembali ke taman tadi.
Niko sangat berharap, Anggara sudah tidak ada di warung sate tadi. Ia takut Oma marah melihat Kinara, dan tidak menyetujui pernikahan Anggara.
Makin tua, makin jadi🤣
setuju kalian menikah saja
jamgan hiraukan angel
semoga segera dapat donor darah yg cocok dan bisa selamat
ayo semangat kejar kinara🥰
semoga kamu dapat restu anggara.. semangat