~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teka teki fakta yang terlewatkan
Anastasia berdiri terpaku, matanya menyapu tempat sesaji yang kini terlihat berantakan. Keringat dingin membasahi pelipisnya, sementara tangannya gemetar memegang sisa dupa yang telah diputus dengan sengaja. Item yang hilang tidak seberapa, tapi dampaknya bisa menjadi sangat fatal. Dalam hati, ia tahu ini bukan kebetulan.
Dengan langkah tergesa, Anastasia bergegas ke lokasi lain. Suasana semakin sunyi, hanya suara gemerisik daun dan sesekali angin malam yang menyentuh kulitnya. Setiap tempat sesaji yang ia periksa menunjukkan pola yang sama. Salah satu kelengkapan sesaji hilang, rajah-rajah dicuri, dan wadah bunga yang kosong melompong.
Kekacauan ini jelas dilakukan oleh seseorang yang paham betul tentang ritual yang sedang ia jalankan. Keringat di tubuhnya semakin dingin saat kesadaran itu menghantamnya. Ini bukan sekadar sabotase—ini adalah peringatan.
Anastasia segera mengeluarkan ponselnya dan memanggil Adam.
“Dam, ini darurat. Ada yang mengacaukan ritual. Aku sudah memeriksa lokasi sesaji yang kita pasang dan semuanya dalam posisi tidak benar,” ujarnya, suara Anastasia tegang dan penuh emosi. “Aku butuh kamu ke sini sekarang juga.”
“Apa? Kamu dimana sekarang?”
“Sesaji terakhir di lantai atas.”
Di ujung telepon, suara Adam terdengar serius. “Aku akan segera ke sana. Tetap di tempat, Anastasia. Jangan lakukan apa-apa sebelum aku sampai.”
Anastasia mematikan telepon dan memandang sekeliling dengan perasaan campur aduk. Ia tidak bisa menahan perasaan bahwa seseorang, atau sesuatu, sedang mengawasinya dari balik kegelapan. Matanya mengedar ke sekitar, Anastasia berjalan mondar mandir. Perasaan gelisah dan cemas mendominasi dirinya saat ini.
“Hanya orang hotel yang tahu tentang ini. Cuma beberapa staff yang yang tahu … seseorang dari mereka berkhianat.” Anastasia bergumam pelan, ia menggigit bibir bawahnya sambil menerka mereka siapa yang telah lancang mengacaukan usahanya.
Adam tiba dengan napas sedikit memburu, bersamaan dengan Rama. Dukun muda itu mengenakan pakaian sederhana, dengan tas kecil berisi perlengkapannya yang selalu dibawanya ke mana-mana. Ia datang bersama asistennya. Begitu Rama melihat ekspresi Anastasia, ia tahu bahwa masalah ini jauh lebih rumit daripada yang dibayangkan.
Rama menghela napas panjang setelah mendengar penjelasan Anastasia. Ia berjongkok memeriksa sisa sesaji yang terlihat berantakan.
"Pantas saja," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri. "Sejak datang tadi, aku merasa ada sesuatu yang ganjil. Pagar pelindungku tidak terbentuk, bahkan aku melihat sosok-sosok astral yang berkeliaran di koridor. Semua ini tidak mungkin muncul tanpa alasan."
Adam melirik Rama dengan serius. "Kau bisa menanganinya, kan?"
Rama mengangguk perlahan, meskipun ada keraguan di matanya. "Aku akan mencoba memagari hotel ini untuk sementara. Ritual ini sudah terlalu rusak untuk diperbaiki sekarang, tapi setidaknya aku bisa memastikan tamu-tamu di sini aman sampai kita tahu siapa atau apa yang menyebabkan ini."
Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan segenggam garam hitam, rajah kecil, dan dupa yang masih utuh. "Kalian harus membantuku," katanya sambil menatap Anastasia dan Adam. "Aku butuh kalian menjaga area tertentu sementara aku mempersiapkan pengamanan. Jika ada gangguan, beri tahu aku segera."
Anastasia mengangguk cepat, meskipun pikirannya masih dipenuhi kekhawatiran. Sementara itu, Adam berdiri tegak, matanya memperhatikan setiap sudut seolah mencoba mencari ancaman tersembunyi.
Rama mulai bergerak cepat, menyebarkan garam hitam di titik-titik tertentu sambil mengucapkan mantra pelindung dengan suara rendah namun penuh konsentrasi. Aroma dupa mulai menguar, menciptakan rasa tenang yang aneh di tengah ketegangan yang mereka rasakan.
"Ini hanya langkah sementara," ujar Rama akhirnya. "Aku masih perlu menyelidiki lebih dalam siapa yang berani bermain-main dengan energi seperti ini. Tapi untuk sekarang, setidaknya tamu-tamu di hotel ini aman."
Anastasia menatap Rama dengan rasa lega, meskipun ia tahu masalah ini jauh dari selesai. Adam hanya berdiri di sampingnya, tangannya mengepal, siap menghadapi apapun yang mungkin datang.
Anastasia menatap Rama dengan serius setelah memastikan sementara situasi terkendali. "Rama, aku ingin kau tetap di sini," katanya tegas. "Untuk berjaga-jaga. Aku tidak tahu seberapa besar dampak dari kerusakan ritual ini, tapi kita tidak bisa mengambil risiko. Kau harus tetap ada jika sesuatu terjadi."
Rama mengangguk, meski ia tampak sedikit ragu. "Baik, aku mengerti. Tapi aku butuh ruang untuk melakukan persiapan lebih lanjut. Kalau energi negatif dari para hantu itu muncul, aku harus siap."
Adam, yang berdiri di samping mereka, dengan cepat merespons. "Kau bisa menggunakan kamarku. Aku bisa pindah ke kamar lain untuk sementara waktu. Yang penting, kau ada di tempat di mana kami mudah menghubungimu."
Rama menatap Adam sejenak, lalu mengangguk. "Itu bisa dilakukan. Aku juga perlu waktu untuk memperkuat perlindungan di area ini."
Anastasia menghela nafas lega. "Bagus. Adam, pastikan Rama punya semua yang dia butuhkan. Dan Rama, beri tahu aku segera jika kau merasakan sesuatu yang aneh atau menemukan petunjuk baru."
Adam mengangguk. "Aku akan urus semuanya."
Malam itu, Rama menempati kamar Adam, membawa serta perlengkapan dan asistennya. Ia mulai menyiapkan rajah tambahan dan mengamati setiap sudut ruangan dengan hati-hati. Ia tahu betul bahwa energi di hotel ini belum sepenuhnya stabil.
Adam dan Anastasia berdiskusi di ruang manager utama dengan wajah serius. Acara gala dinner sudah dimulai sejak satu jam lalu. Keduanya berharap tidak ada kendala apapun dalam acara.
“Siapa yang cukup berani atau cukup bodoh untuk bermain-main dengan kepentingan hotel ini?” ucap Anastasia yang berdiri menatap keindahan kota Yogyakarta malam ini.
“Seseorang yang tahu tentang masalah kita,” sahut Adam yang kini berdiri sejajar dengan Anastasia.
“Maksud kamu orang dalam?”
“Ya, mungkin salah satu staff kita?” Tanya balik Adam.
“Tapi untuk apa?”
“Jelas kan, bikin jelek reputasi hotel.”
Anastasia mengangguk pelan, ia juga setuju dengan pendapat Adam. “Jadi ada musuh dalam selimut,” ia menatap Adam yang lebih dulu bekerja di hotel itu. “Kamu curiga sama seseorang?”
“Entahlah, tidak ada yang menunjukkan gelagat aneh.”
“Aku nggak suka situasi ini Dam. Kalau masalah lain hotel aku mungkin bisa handle tapi ini … sedikit rumit. Apalagi tekanan Kanjeng Mami bikin aku … stres,” Anastasia mengeluh, menghempaskan tubuh lelahnya ke sofa.
“Tenanglah, semua akan baik-baik saja. Kita serahkan pada Rama.” Adam mengikuti Anastasia.
Keduanya terdiam sejenak dengan tatapan lelah.
“Hari yang melelahkan,” Adam kembali bicara.
“Yah, sangat lelah …,” Anastasia tiba-tiba teringat sesuatu. “Astaga, aku lupa! Oliver!”
padahal aku teh pingin tau flashback nya anna 😌