Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13: Percakapan dengan Penduduk Desa
Kehangatan matahari pagi mulai menyinari lembah kecil tempat mereka beristirahat semalam. Kabut tipis berputar di antara pepohonan, dan udara sejuk menusuk kulit mereka saat mereka melanjutkan perjalanan menuju desa kecil yang telah disebutkan oleh kepala desa sebelumnya. Dengan langkah yang lambat dan hati yang masih berkecamuk, mereka memasuki desa itu dengan penuh ketidakpastian.
Desa ini tampak sederhana dan terpencil, dengan rumah-rumah kecil dari kayu yang berjejer rapi di sepanjang jalan setapak. Suasana desa sangat tenang—beberapa anak bermain di halaman rumah, sementara para wanita sibuk dengan aktivitas mereka di taman belakang rumah. Suasana itu terasa tenang dan damai, tetapi ketenangan ini menyimpan rasa khawatir yang tak terlihat.
Amara memandang ke arah rumah-rumah tersebut dengan penuh rasa penasaran. “Desa ini seperti memiliki sejarah yang cukup tua. Tak ada yang mengungkapkan apa-apa tentangnya, tetapi kita harus menemukan petunjuk di sini.”
Raka mengangguk dan memimpin mereka berjalan lebih dekat ke salah satu rumah yang terlihat seperti pusat aktivitas desa. Di depan rumah, seorang pria tua dengan tubuh yang ramping dan keriput di wajahnya duduk di kursi kayu. Matanya menatap tajam ke arah mereka sambil memegang alat tenun yang setia digunakannya setiap pagi.
“Kita harus bertanya kepada dia,” bisik Raka kepada yang lainnya sambil melirik pria tua itu.
Mereka mendekati pria tersebut, dan Raka membuka percakapan dengan hormat. “Permisi, Pak. Kami adalah petualang yang sedang mencari informasi tentang petunjuk ini. Apakah kami bisa berbicara dengan Anda sejenak?”
Pria itu mengarahkan pandangannya kepada mereka. Matanya yang berwarna cokelat tua menatap mereka dengan tajam, seperti sedang membaca niat mereka. “Ada apa dengan kalian di sini?” suaranya tenang namun memiliki ketegasan yang mengintimidasi.
“Kami mendengar dari kepala desa bahwa Anda mungkin memiliki informasi terkait jejak yang kami cari. Kami sedang berusaha menemukan petunjuk yang akan membantu kami memahami sebuah legenda yang penting,” ujar Amara dengan hati-hati, mencoba merangkai kata-kata dengan lembut agar tak membingungkan pria tua tersebut.
Pria itu memerhatikan mereka sejenak sebelum meletakkan alat tenunnya di samping kursi. “Legenda yang kalian cari adalah tentang apa?” tanyanya, suaranya masih sama tenangnya.
Raka menarik napas sebelum mulai menjelaskan. “Kami mendengar ada petunjuk di tempat ini yang akan membantu kami memahami lokasi artefak yang penting. Informasi itu datang dari beberapa jejak yang kami temui. Kami percaya bahwa petunjuk itu ada di sekitar sini.”
Pria tua itu menatap mereka dengan penuh perhatian sebelum akhirnya berujar, “Datanglah ke pendopo. Di sana kita bisa berbicara lebih banyak.”
Mereka bertiga saling berpandangan sejenak. Ada ketegangan yang terpendam di udara, tetapi mereka memilih untuk mengikuti arahan pria itu. Dengan hati-hati, mereka berjalan menuju pendopo—aula kecil tempat pertemuan penduduk desa. Pendopo ini berdiri megah dengan arsitektur yang khas: atapnya dibuat dari jerami dan dinding kayu yang dihiasi ukiran khas desa.
Sesampainya di dalam pendopo, mereka bertemu dengan beberapa penduduk desa yang tengah berkumpul untuk berbicara dan melakukan kegiatan harian mereka. Ruangan ini berisi beberapa orang tua yang memandang mereka dengan rasa penasaran, seakan mencoba menebak maksud kedatangan mereka.
Pria tua itu duduk di kursi utama di tengah ruang pendopo. “Kita bisa berbicara di sini. Aku adalah kepala adat desa ini. Namaku Pak Luhur,” ujarnya sambil memandangi mereka satu per satu. “Kalian bertiga mungkin memiliki niat yang besar, tetapi kalian harus tahu bahwa mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan legenda bisa menjadi berbahaya.”
Amara mengerutkan keningnya. “Mengapa bisa berbahaya, Pak Luhur?”
Pak Luhur menatap mereka lebih dalam, matanya seakan menembus hati mereka. “Legenda itu bukan hanya cerita kosong. Ada kekuatan yang dijaga oleh leluhur kami untuk melindungi keseimbangan alam dan ketenteraman masyarakat. Namun, ketika petunjuk ini ditemukan, ada pihak-pihak yang berusaha merebutnya demi kepentingan mereka sendiri.”
Raka memegang dagunya sambil berpikir. “Apakah maksud Pak Luhur ada pihak yang memiliki kepentingan jahat terkait petunjuk ini?”
Pak Luhur mengangguk pelan. “Ya. Sudah beberapa kali kami mendengar desas-desus tentang kelompok yang mencari artefak ini untuk digunakan demi tujuan mereka sendiri. Kekuatan yang mereka cari bisa mengubah banyak hal jika digunakan dengan niat yang salah.”
Percakapan ini semakin memadatkan perasaan tegang dalam diri mereka. Arjuna menegakkan posisinya dan bertanya, “Lalu apa yang harus kami lakukan, Pak Luhur? Apakah ada petunjuk yang bisa kami temukan di desa ini?”
Pak Luhur menatap mereka lama, seakan berpikir sebelum berbicara. “Kalian harus memahami bahwa mencari jawaban tidak akan mudah. Ada tempat kuno yang bisa memberikan jawaban, tetapi kalian harus mendengarkan petunjuk dan waspada di setiap langkah kalian.”
“Di mana tempat itu?” Amara bertanya dengan tegas, berharap jawaban segera muncul.
“Pergilah ke puncak Bukit Tengah. Di sana ada makam kuno yang sering kali menjadi tempat para leluhur memberikan petunjuk bagi mereka yang memiliki niat tulus. Tapi hati-hati. Jalan menuju Bukit Tengah berbahaya. Banyak yang mencoba mencari jawaban, tetapi hanya mereka yang berjiwa murni yang berhasil kembali dengan pengetahuan yang mereka cari.”
Raka saling bertukar pandang dengan Amara dan Arjuna. Ini adalah petunjuk yang mereka tunggu-tunggu. Namun, peringatan dari Pak Luhur membuat mereka semakin berpikir tentang konsekuensi dari perjalanan mereka ini.
“Baik, Pak Luhur,” ujar Raka sambil membulatkan tekadnya. “Kami akan menuju ke puncak Bukit Tengah dan mencari jawaban itu.”
Pak Luhur menatap mereka untuk terakhir kalinya. “Ingatlah, perjalanan ini bukan hanya tentang kekuatan atau artefak. Ini tentang keseimbangan, tentang warisan leluhur, dan tentang pilihan yang akan kalian buat nanti.”
Dengan kalimat itu, mereka mulai beranjak dari pendopo. Hati mereka dipenuhi dengan banyak pertimbangan. Perjalanan mereka semakin berat dan semakin menantang.
Di luar pendopo, angin berhembus lebih kencang. Kabut tipis masih berputar, seakan menyembunyikan banyak rahasia dari perjalanan mereka yang masih panjang.
---
Akhir Bab 13.