Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Yang Diabaikan
Vania langsung pergi tanpa pamit pada orang tuanya, walaupun lewat pesan, dia datang ke rumah Zaskia. Dia merasa sangat jengkel terhadap kedua orang tuanya.
Sampai disana, ternyata Zaskia sedang tidak ada di rumah. Itu berhasil membuat mood Vania semakin memburuk.
Salahnya sendiri, dia datang tanpa memberitahu terlebih dahulu.
Vania, memutuskan untuk pulang. Dia memilih jalan kaki untuk menyalurkan kekesalannya. Dia sengaja, agar nanti kecapean, dan orang tuanya kembali padanya.
"Akan kembali ku manfaatkan penyakitku, untuk menarik perhatian kalian kembali." batin Vania.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Ella dan Afandi memeluk erat tubuh Adira. Bahkan mereka berulang kali membisikkan ucapan minta maaf. Tapi, Adira tidak membalasnya sama sekali, dia hanya menatap nyalang ke arah Satria. Sehingga membuat Satria salah tingkah.
"Kita pulang ya." ajak Ella tetap memeluk Adira.
"Gak ..." tolak Adira.
"Pulang lah Adira. Maafkan kesalahan kami." mohon Afandi menatap anaknya.
"Untuk apa? Bukannya kalian bilang, kalo aku bukan anak yang kalian inginkan? Jadi, dengan alasan apa aku harus pulang?" beruntun Adira. Bahkan sekarang dia tidak lagi menangis.
"Maaf, maafkan kami. Ibu dan Ayah memang salah. Tolong, jangan lagi menghukum kami." isak Ella kembali memeluk Adira.
"Aku gak bisa." Tolak Adira mencoba untuk bangkit. "Tante ayo kita pulang." seru Adira.
"Shanum, tolong bujuk Adira untuk pulang." mohon Ella.
"Maaf Ella, aku gak bisa. Aku gak bisa memaksa Adira." ujar Shanum juga bangkit. Shanum dan Afandi, mereka sebaya. Jadi, tidak ada embel-embel Mbak atau Mas, dan sejenisnya.
"Ini semua pasti karena hasutan mu Shanum? Kamu senangkan? Akhirnya ada yang menemani hari tua mu nanti." tuduh Ella emosi. Bahkan dia dengan beraninya membentak Shanum di depan umum. Sehingga semua orang mem bisik-bisik kan Shanum.
"Bu! Aku gak mau pulang bukan karena Tante. Tapi karena Ibu. Karena Ayah, Karena kalian semua." teriak Adira kembali pengunjung kafe melihat mereka. "Ayo Tante. Maaf Ifana, tolong bilang sama sepupumu. Jangan jadi tukang ngadu." sindir Adira menatap bengis Satria.
Sebelumnya, Shanum juga telah membayar makanan yang mereka pesankan, di kasir.
"Aku?" tunjuk Satria pada dirinya sendiri, tak lupa dibawah tatapan tajam Ifana.
Adira kembali menangis saat sudah berada di dalam mobil. Dia bahagia, karena untuk pertama kalinya kedua orang tuanya memeluk dirinya, dan minta maaf kepadanya. Dia memang sangat rindu pelukan mereka, terutama Ibunya.
"Menangis lah, biar hatimu lega." ujar Shanum mengelus pelan tangan Adira.
"Maafkan aku Tante, gara-gara aku. Tante di permalukan." isak Adira menatap Shanum, yang hanya meliriknya sekilas. Karena Shanum, sedang fokus menyetir.
"Tak apa, mungkin karena Ibu terlalu sedih karena penolakan mu." sahut Shanum.
Afandi dan Ella memutuskan untuk mengikuti mobil Shanum. Mereka ingin kembali membujuk Adira agar mau memaafkan mereka, dan tentu saja mau ikut pulang serta.
Ifana langsung menatap garang ke arah Satria. Dia bahkan tidak percaya pada semua penjelasan Satria, bahwa dia tidak memberitahukan keberadaan Adira pada orang tua Adira. Namun, Ifana memilih tak percaya.
"Sumpah Ifana, bukan aku." ungkap Satria jengah dengan tatapan horor sepupunya itu.
"Jadi siapa? Dia antara kita berdua, hanya kamu yang mengenal orang tuanya Adira. Gak mungkinkan, kalau itu Tante Shanum yang beritahu, dia terlalu baik untuk dijadikan tersangka." sanggah Ifana.
"Tapi bukan aku Ifana, percayalah." ujar Satria. "Baiklah, aku akan cari tahu, bagaimana mereka tahu tentang keberadaan Adira." lanjut Satria.
"Adira, Satria mengaku, jika bukan dia yang memberitahu pada orang tuamu." Ifana mengirim pesan untuk Adira. Sebelumnya, mereka sudah kembali menukar nomor ponsel.
Ifana dan Satria, akhirnya meninggalkan tempat tersebut. Satria masih bertanya-tanya, kenapa orang tua Adira bisa tahu. Apa mereka mengikutinya? Tapi, bagaimana mereka tahu, jika ia mau bertemu Adira.
Banyak pertanyaan yang berputar-putar di otak Satria. Namun, semua tidak ada jawaban.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Johan diberitahu oleh Shanum, jika Afandi telah menemukan Adira. Namun Johan tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya berharap agar semua masalah cepat usai. Dan mereka bisa menyayangi Adira sama halnya seperti menyayangi Vania.
Johan juga meminta Shanum, agar membiarkan Adira bersama orang tuanya. Biarkan Adira meluapkan semua emosi dan keinginannya.
Setelah mendapatkan pesan dari Johan, Shanum langsung membiarkan Ella dan Afandi masuk ke kamar Adira. Walaupun, sebelumnya Adira sudah berpesan pada Shanum, agar membiarkannya untuk sendiri barang sebentar.
"Adira..." panggil Afandi membuka pintu kamar Adira.
"Kenapa kalian kesini? Apa belum cukup membuatku menderita? Apa belum puas kalian membuatku merana?" tanya Adira tanpa menoleh sedikit pun. Dia menatap lurus ke depan jendela.
"Nak, maafkan kami." isak Ella.
"Nak? Sekarang kalian baru memanggil ku Nak? Bahkan aku ingin kalian memanggilku dengan panggilan Nak, saat umur ku masih Sd. Aku juga ingin kalian panggil ku dengan sebutan sayang. Memang sederhana, namun, aku juga ingin kalian panggil begitu. Bukan hanya Kak Vania." ujar Adira menoleh pada orang tuanya dengan tatapan kecewa.
"Maaf, maafkan kami, yang terlalu lama mengabaikan kamu. Maafkan kami." bujuk Ella.
"Kalian memang mengabaikan aku. Aku memang anak yang kalian abaikan. Sampai ... Akhh..." rintih Adira memegang perutnya.
"Kamu kenapa?" tanya Afandi panik. Dia langsung memegang Adira yang merintih kesakitan.
"Lepaskanlah, aku gak butuh perhatian kalian. Keluar lah." usir Adira dengan berteriak.
"Kita ke dokter." ajak Ella ikut panik.
"Aku bilang, keluar Bu. Keluar." tekan Adira.
Adira semakin merasakan sakit di perut di bagian kiri atas, dan terasa nyeri di ulu hati.
Afandi dan Ella memutuskan untuk keluar walaupun dengan perasaan takut dan juga panik.
Sepeninggalan orang tuanya. Adira langsung tertatih untuk mengunci kamarnya. Kemudian dia jatuh pingsan.
Afandi menemui Shanum, yang memang telah menunggu mereka di ruang keluarga. Juga, telah menyiapkan aneka cemilan dan minuman.
"Maafkan aku Shanum" pinta Ella mengambil posisi di hadapan sepupu dari suaminya.
Shanum hanya tersenyum simpul. "Tidak apa, aku paham, dan aku juga tidak menyalahkan kamu." bijak Shanum. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?" lanjut Shanum. Afandi dan Ella mengangguk lemah.
"Kenapa?" pertanyaan singkat namun membuat Afandi ataupun Ella tercekat.
"Ini semua memang kesalahan kami Shanum. Tapi, kami harap kamu bisa membujuk Adira untuk kembali." mohon Afandi.
"Kenapa kamu tidak memberitahu kami, kalau Adira ada disini?" Afandi bertanya balik.
"Karena aku ingin tahu, sejauh mana usaha kalian untuk menemukan Adira. Lagipula, tanpa kalian minta, aku hampir setiap waktu meminta Adira kembali. Namun, dia kekeuh menolaknya."
"Apakah kamu tahu, kenapa Adira seperti menahan sakit di perutnya?" tanya Ella. Namun, Shanum hanya menyerit dahi bingung.