cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Kekuatan jati diri Ashura dan Ashinamaru.
Deburan drum perang menggema, irama kematian yang mengiringi tarian maut di medan pertempuran. Ribuan prajurit Zhang Bao menyerbu, tombak dan pedang mereka membentuk badai baja yang tak terbendung. Asap hitam membumbung, menari-nari di antara sinar matahari yang menerobos celah awan, menerangi pemandangan mengerikan: tubuh-tubuh bergelimpangan, darah membasahi tanah kering yang berdebu. Bau anyir darah dan keringat menyengat hidung, bercampur dengan aroma tanah yang hangus terbakar.
Di tengah kekacauan itu, Kei dan Reina berdiri teguh, dua sosok yang seakan tak terusik oleh badai di sekitar mereka. Kei, dengan dua pedang kegelapannya, mengayunkan senjata itu dengan gerakan cepat dan mematikan. SLASH! SLASH! Dua prajurit Zhang Bao tumbang, tubuh mereka terbelah dua oleh kekuatan kegelapan yang pekat. Aura hitam pekat mengepul dari pedang Kei, seakan menelan jiwa musuh-musuhnya.
Reina, dengan katananya yang berkilauan emas, bergerak lincah di antara prajurit-prajurit itu. SWISH! THUD! Setiap ayunan katananya menghasilkan suara desingan yang mematikan, diikuti oleh bunyi tumpul saat baja menusuk daging. Wajahnya serius, namun matanya tetap tajam mengamati setiap pergerakan musuh. Ia melirik ke arah prajurit-prajurit Liu Bei yang kelelahan, wajah mereka pucat pasi, napas tersengal-sengal. Rasa iba menusuk hatinya.
Dengan suara lantang yang terdengar di atas gemuruh pertempuran, Reina memberi perintah, "Prajurit Tuan Liu Bei... mundur! Segera!"
Para prajurit Liu Bei, yang hampir tak berdaya, sontak terhenyak. Mereka bingung, namun melihat tekad di mata Reina, mereka pun menurut, berhamburan mundur ke arah Kei dan Reina.
"Kei... Reina..." bisik Ashinamaru, suara lembut namun tegas di benak Reina, "... saatnya."
"Iya!" sahut Ashura di benak Kei, suaranya berat dan penuh perintah, "Kei, gunakan Marui Yami no Sora! Lompat, berputar, dan serang!"
Kei mengangguk, matanya berkilat dingin. Ia melompat, tubuhnya melayang ke udara. WHOOSH! Sepasang sayap kegelapan muncul di punggungnya, membantunya melayang lebih tinggi. Ia berputar di udara, tubuhnya menjadi pusaran kegelapan yang mengerikan. CLANG! CLANG! CLANG! Pedang-pedangnya berputar, membentuk pusaran maut yang memotong udara. Ia terjun, tubuhnya melesat ke bawah seperti meteor yang jatuh dari langit.
BOOM! Kei mendarat, kedua pedangnya membelah barisan musuh. Darah menyembur, membasahi pedangnya. Ia berputar, mengayunkan pedang-pedangnya dengan gerakan diagonal dari atas kanan ke bawah kiri. HAAAH! teriakannya menggema, diikuti oleh gelombang kejut berbentuk bulan sabit beraura kegelapan yang menghancurkan ratusan prajurit Zhang Bao. Kegelapan di pedangnya menghilang.
"Oh..." Kei bergumam, matanya tertuju pada pedangnya yang kembali bersinar, "Jadi, begitu..."
"Itu adalah kekuatan jati diri ku. Darah musuh yang mengenai pedangmu akan menjadi aura kegelapan," jelas Ashura, suaranya berat, "tapi aura itu akan hilang setelah kamu melepaskan gelombang kejut."
Reina tersenyum tipis, "Bagus, Kei. Kita harus mengakhiri ini secepat mungkin." Ia mengayunkan katananya, SWISH! sebuah gelombang energi emas melesat, menebas puluhan prajurit Zhang Bao. THUD! THUD! THUD! Tubuh-tubuh musuh jatuh berjatuhan, menambah tumpukan mayat di medan pertempuran.
Pertempuran masih jauh dari selesai, namun dengan kerjasama Kei dan Reina, pertahanan mereka semakin kuat. Mereka menunggu saat yang tepat untuk melancarkan serangan pamungkas, mengakhiri kekacauan yang melanda medan pertempuran. Suara teriakan, benturan senjata, dan raungan kematian masih bergema, mengiringi tarian maut mereka di tengah badai perang.
Dentuman keras mengguncang bumi. Serangan demi serangan saling beradu di medan perang yang dipenuhi debu dan asap. Bendera-bendera koyak beterbangan di tengah terjangan angin kencang, menyertai teriakan para prajurit yang bercampur dengan desingan panah dan gelegar pedang. Ribuan prajurit bertempur dengan sengit, tubuh-tubuh jatuh berguguran di antara genangan darah yang semakin meluas. Di tengah kekacauan itu, Liu Bei dan Zhang Fei, bagai dua dewa perang, menebas musuh-musuh mereka dengan gerakan cepat dan mematikan. CLANG! SWISH! THUD! Suara pedang beradu dan tubuh jatuh memenuhi udara.
Beberapa prajurit Liu Bei, mata mereka melebar takjub, menyaksikan Kei dan Reina dengan ternganga. Kehebatan mereka dalam pertempuran, menghindari setiap serangan dengan gerakan yang begitu lincah dan mematikan, membuat mereka seakan menyaksikan dewa yang turun ke bumi. Mereka bersujud, menghormati kekuatan yang luar biasa itu.
"Hidup untuk dewa yang ada di depan kita!" teriak salah satu prajurit, suaranya bergetar penuh kekaguman di tengah hiruk pikuk pertempuran. BOOM! Sebuah meriam meledak di kejauhan, menambah gemuruh perang.
"Hidup!!" teriakan itu dibalas oleh beberapa prajurit lainnya, sujud mereka membentuk sebuah pemandangan yang kontras dengan keganasan pertempuran di sekitar mereka.
Kei, dengan tatapan dingin dan tajam, mengamati setiap gerakan Liu Bei dan Zhang Fei. CLANG! Pedang Zhang Fei menebas musuh dengan kekuatan dahsyat, membuat tubuh musuh terpental beberapa meter. "Tidak kusangka melihat para warrior Cina bertarung secara langsung…" gumam Kei dalam hati, suaranya nyaris tak terdengar di tengah gemuruh perang.
Reina, mendengar sorakan para prajurit, menoleh ke belakang. Hati Reina terenyuh melihat kesetiaan dan kekaguman mereka. Dengan langkah ringan, dia berlari mendekati para prajurit yang masih bersujud.
"Ya ampun, kalian kenapa sih…" Reina berhenti dan berjongkok di depan mereka, suaranya lembut namun tegas. "Aku mohon, semuanya duduk dan lihat aku…" suaranya sedikit gemetar, tercampur rasa haru dan kepanikan.
Para prajurit pun duduk bersimpuh, menatap Reina dengan penuh hormat.
"Dengar kan aku… aku bukan dewa, kita sama-sama manusia. Lain kali, tidak boleh sujud di depan sesama manusia ya…" mata Reina berkaca-kaca, terharu melihat kepercayaan mereka yang begitu besar. WHOOSH! Sebuah panah meluncur di dekat mereka, mengingatkan mereka akan bahaya yang mengintai.
"Tapi… kekuatanmu seperti dewa, Nona…" salah satu prajurit berbicara dengan suara gemetar, matanya masih tertuju pada Reina.
"Aku tahu itu… dan kalian semua bisa melakukannya…" Reina tersenyum lembut, mencoba menenangkan mereka. Karena lelah berjongkok, dia ikut bersimpuh di tanah yang berdebu dan berlumuran darah.
"B… bagaimana… caranya…" prajurit itu bertanya lagi, suaranya penuh harap.
Reina menyentuh dadanya, mencari kata-kata yang tepat. "Dari hati kalian… semangat berperang dan cinta perang lah yang membuat kalian semakin kuat… aku percaya… kalian semuanya adalah prajurit yang kuat dan tangguh yang mencintai pertempuran." Reina berdiri tegak, menjulurkan tangannya kepada prajurit itu. "Sekarang… berjuanglah untuk Tuan Liu Bei dan hancurkan semua musuh bersamaku!!" suaranya bergema, menginspirasi para prajurit.
Seketika, cahaya emas memancar dari tubuh Reina, menyinari para prajurit. Mereka meraih tangan Reina, berdiri dengan semangat baru. Cahaya emas pun muncul dari tubuh mereka, membuat mereka terlihat seperti makhluk surgawi di tengah medan perang yang berlumuran darah.
"Apa ini, badanku terasa ringan dan bugar…" salah satu prajurit berseru takjub.
"Hahaha… badanku terasa segar…" prajurit lain ikut menambahkan, suaranya penuh energi.
"Wah… aku jadi semangat untuk bertarung…" teriakan-teriakan gembira bercampur dengan suara pedang yang beradu di kejauhan.
Reina memberi instruksi dengan tegas. "Semuanya… bantu Tuan Liu Bei dan Zhang Fei… Hidup Tuan Liu Bei!!" teriakannya menggema, membuat para prajurit bersemangat.
"Hidup Tuan Liu Bei…" teriakan itu dijawab oleh semua prajurit, cahaya emas masih memancar dari tubuh mereka. HIIYAA! teriakan perang mereka menggema, menyertai langkah kaki mereka yang berlari menuju medan pertempuran.
Kei, yang awalnya fokus pada pertempuran Liu Bei dan Zhang Fei, melihat cahaya emas yang memancar dari tubuh para prajurit. Dia berjalan mendekati Reina.
"Reina… kenapa tubuh mereka bersinar?" tanya Kei, suaranya datar, namun nada kasih sayang masih terdengar.
"Itu adalah kekuatan jati diriku, Kei. Sama dengan Ashura, aku juga memiliki kekuatan jati diri. Kekuatanku adalah di saat Reina memberi semangat kepada prajurit sekutu, prajurit yang bersemangat akan memunculkan cahaya di tubuh mereka dan bertambah kuat dua kali lipat, dan akan menjadi sumber kekuatan untuk Reina." Ashinamaru menjelaskan dari dalam diri Reina. "Oh iya, Reina, coba periksa katanamu…"
Reina mengeluarkan katananya. Dia terkejut melihat perubahannya. "A… apa ini…" katananya yang tadinya baja tajam, telah berubah menjadi katana cahaya dengan gagang emas. "Wah… katanaku berubah menjadi katana cahaya…" suaranya penuh kegembiraan.
"Aku senang melihatmu senang, ReIna," Kei tersenyum tipis, menunjukkan sisi lembutnya yang jarang terlihat. "Apa misi selanjutnya, Ashura?"
"Pergi ke tempat Guan Yu… dan Reina, beri semangat Guan Yu. Manfaatkan kekuatan jati diri Ashinamaru. Dan ini peringatan, jangan ikut campur di saat Guan Yu bertarung dengan Zhang Bao…" instruksi Ashura terdengar tegas.
"Baiklah kalau begitu… ayok Kei…" Reina berjalan sambil melompat-lompat kegirangan, suaranya riang.
"Hei… nak… pacarmu ini berkebalikan dengan sikapmu…" Ashura berkomentar dari dalam diri Kei.
"Oh… kau benar," Kei menjawab singkat, berjalan mengiringi Reina.
"Apa ini… pemilikku tidak asyik… Ashinamaru… ayok tukaran tuan…!!" Ashura kembali berkomentar.
"Berisik…" Kei menggerutu kesal.