Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Saat ini Alice sedang berada di kantin, seperti biasa untuk mengisi perut yang terus menerus berbunyi ribut.
Gadis itu tidak sendiri, dia di temani oleh Karla yang mulai menempelinya entah karena apa.
"Gue tadi denger, cara bicara lo udah nggak kaku lagi. Kenapa?"Tanya nya penasaran, Alice menusuk-nusuk bakso yang ada di mangkuk nya.
"Dapat berkah."
Karla tersenyum kering mendengar jawaban aneh itu, seharusnya dia sadar. Meski cara bicara Alice berubah, otaknya tidak pernah berubah.
Karla hanya bisa menghela nafas panjang. Alice sedikit unik untuk cara berpikir nya yang logis, dia bahkan tidak akan bertanya tentang gadis itu yang masih saja menusuk-nusuk bakso yang sudah tidak berbentuk lagi.
"Gue lihat, lo nggak pernah ngejar Darrel lagi. Kenapa?"
Kali ini giliran Alice yang bertanya dengan nada yang sama seperti yang di lakukan oleh Karla tadi.
Mendengar itu, Karla memutar mata nya malas, Alice sangat cepat belajar, pikir nya sarkas.
"Malas. Toh dia juga nggak bakalan nerima gue, selalu Ruby yang ada di mata pemuda sialan itu"Jawabnya datar padahal hubungan nya saja tidak jelas, tambah nya dalam hati.
Alice mengangguk paham, "Ruby." Gadis itu menjeda ucapan nya.
"Kenapa dengan Ruby?"Tanya Karla bingung. Alice menyipitkan mata nya sambil menatap bakso yang ia tusuk sedari tadi.
"Dia..."
Karla semakin penasaran dengan apa yang ingin di ucapkan oleh Alice.
"...Disini."
"Ha?"
Karla tidak paham. Alice menunjuk ke depan, Karla mengikuti nya. Dimana dia melihat Ruby berjalan ke arah mereka dengan wajah datar nya.
Dia semakin heran ketika musuhnya itu berdiri di depan nya dan menatap nya dengan tajam. Alice memakan bakso nya dengan santai sambil menonton pertunjukan drama.
"Apa yang udah lo bilang ke Darrel, hah?!"Ucap Ruby dengan marah.
Karla tidak mengerti, "Lo ngomong apa sih? Gue nggak ngerti"Balas nya kesal.
Dia melihat sekeliling, dimana murid-murid yang lain menatap penasaran ke arah mereka.
Ruby menggeram, "Lo! Darrel bilang sama gue buat nggak dekat dia lagi. Dia bilang, benar apa yang lo katakan padanya, lo ngomong apa sama Darrel, sialan!"Teriak Ruby yang sudah terbakar api amarah.
Karla menatap nya tidak percaya, "Gila nih cewek"Ucap nya spontan.
Ruby tidak terima itu, dia melihat apa yang ada di atas meja dan mengambil gelas lalu
menyiram Karla dengan cepat.
Srashh
Tetesan air berjatuhan dari rambut dan wajah Karla. Dia sedikit terbatuk karena air yang masuk ke dalam hidung dan mulut nya.
Alice menurunkan nampan yang ia ambil untuk menutupi wajah nya agar tidak terkena air percikan dari siraman Ruby.
"Lo memang udah gila!"Bentak Karla marah. Dia mendorong Ruby menjauh darinya.
Tangan nya mencari tissue, Alice dengan cepat memberikan sekotak pada gadis itu. Karla mengambil nya dan mengelap baju nya dengan tissue meski masih saja tetap basah.
Mana dia tidak pakai jas lagi, baju nya jadi terlihat tembus pandang. Mora dan Ziva baru saja tiba, mereka sedikit kewalahan karena mengejar Ruby yang tiba-tiba saja keluar dari kelas sejak dering pertama bel berbunyi.
Bahkan gadis itu melewati guru yang masih berada di pintu kelas. Dari belakang juga ada Darrel dan teman-teman nya. Mereka tidak tahu kalau Ruby akan berbuat seperti itu pada Karla.
Ruby tersenyum sinis, "Kenapa? Mau marah lo."
Gadis itu melipat tangan nya dengan santai dan menatap Karla dari atas ke bawah.
"Darrel nggak pernah mau sama lo tapi dengan keras kepala lo selalu mengejar dia bahkan sampai mempermalukan diri lo sendiri."
Karla terkejut mendengar itu, dia melihat murid-murid sekitar tiba-tiba saling berbisik.
Dia menatap Ruby tajam, "Terus kalau gue emang ngejar Darrel kenapa? Merasa tersaingi ya lo? Takut kan?"Balas gadis itu tajam.
Alice akan memberikan Karla dua jempol jika dia tidak sedang sibuk memakan bakso nya.
Ruby tertawa kecil meski dalam hati dia sudah memakai Karla yang berani menghina nya seperti itu.
"Gue, takut? Lo bodoh kalau berpikiran seperti itu"Ucap Ruby dengan sinis.
Karla mendengus, "Terus kenapa lo tiba tiba datangin gue hanya karena Darrel minta lo buat jauhin dia? Bukan nya kerena takut?"
Enak sekali perempuan ini, ingin menumpahkan semua kesalahan pada diri nya. Ruby terdiam mendengar itu sedangkan Alice terkekeh geli.
"Lo sama Darrel itu hubungan nya nggak jelas. Pacaran bukan, temanan bukan, semua bukan tapi seakan-akan Darrel itu milik lo. Lo nggak berhak larang siapapun buat deketin dia, selagi kalian tidak punya hubungan apa-apa"Lanjut Karla lagi sarkas.
Dia sedikit terkejut ketika merasakan tubuh nya di tutupi oleh jas sekolah, dia menatap Alice yang baru saja melakukan itu.
"Risih lihat pakaian basah lo"Ucap gadis itu santai.
Kini, Alice hanya memakai kemeja sekolah nya saja, yang mana membuat bentuk tubuh gadis itu terlihat bagus. Alice cantik, tubuh nya juga bagus dan sehat. Hanya saja selama ini dia menutupi semua dengan pakaian kolot nya.
Alice menatap Ruby sambil tersenyum dan menyenderkan wajah nya di tangan. Dia juga melihat ke arah teman-teman gadis itu serta Darrel yang bingung ingin melakukan apa sekarang.
"Ruby...Ruby"Panggil Alice yang mana menarik perhatian gadis berambut cokelat itu, dia menatap Alice tajam dan merasa tidak senang.
"Itu, ada Darrel. Kenapa nggak marah sama dia aja, Karla disini tidak berurusan dengan kalian lagi"Ucap nya santai.
"Nggak usah ikut campur urusan orang lain"Sentak Ruby sinis.
Alice mengangkat bahu acuh, "Hanya ingin lo sadar aja jaga batasan mu. Ini bukan saat nya untuk menambah musuh"Kata Alice sambil tersenyum tipis.
Dia mengangkat jari nya dan menunjuk ke arah Darrel. "Lo bawa dia pergi. Kalau bisa kurung aja. Soal nya kalau lepas suka buat ribut"Ucap Alice sedikit menghina Ruby.
Ruby yang mendengar itu merasa marah, dia ingin mendatangi Alice namun segera di tahan Darrel.
"Lepasin! Tuh cewek emang perlu di beri pelajaran. Biar nggak suka ikut campur sama urusan orang lain"
Ruby berusaha melepaskan tangannya dari Darrel, "Awas lo ya, gue bakalan balas lo"Teriak nya pada Alice yang hanya melambaikan tangan dengan santai pada Ruby ketika gadis itu di tarik pergi oleh Darrel.
"Tuh, majikan nya udah pergi, kalian nggak ikut?"Tanya Alice tanpa perduli pada Mora dan Ziva.
Mora menatap nya tajam sebelum dia menarik Ziva agar pergi meninggalkan kantin.
Karla segera duduk ketika mereka sudah pergi. "Gila sih kata gue"Ucap nya tidak habis pikir dengan kejadian barusan.
Alice menatap dingin pada murid lain nya yang masih melihat ke arah meja mereka. Semua dengan cepat menarik pandangan nya dan berpura-pura sibuk.
Alice pun tersenyum, dia memakan bakso
nya lagi. "Dia udah makin kehilangan arah"Ucap gadis itu ringan.
Mungkin, plot cerita sudah bosan karena Alice selalu saja ada dimana-mana. Jadi sebagaimana cerita berjalan, dunia ini sudah tidak perduli lagi.
Karla mengelap kembali seragam nya. Hah... dia malas sekali mengganti baju. Dia melihat Alice yang masih dengan santainya makan.
"Kalau, gue lihat-lihat. Lo nggak pernah takut ya sama Ruby"Kata nya penasaran.
Alice mendorong mangkuk nya, baksonya sudah habis. Dia segera meminum jus jeruk nya, yang untung saja selamat dari tangan jahil Ruby.
"Ngapain takut. Dia cuman seorang gadis remaja yang masih sangat labil"Jawab Alice sederhana.
Dia bersendawa kecil sambil menutup mulut harus jaga image di depan publik. Karla menggaruk kepala nya yang tidak gatal, benar sih tapi kan...
"Eh, pertandingan basket nya, kapan di adakan?"Tanya Alice tiba-tiba.
"Besok, setahu gue"Jawab Karla singkat. Dia seperti nya memang harus mengganti pakaian, tidak mungkin menunggu hingga kering.
Alice menatap kosong mangkuk bakso nya yang masih tersisa kuah sedikit. Besok, ya? Entah apa yang akan terjadi nanti.
Dia sedikit tidak nyaman. Gadis itu menghela nafas panjang, "Gue malas banget datang besok"Gumam nya pelan.
Karla terkekeh, "Gue juga, terlebih lagi saat tahu sekolah geng Jupiter bakalan hadir"Timpal nya.
Alice mengangguk, itulah alasan nya malas datang besok. Sudah lah, takdir memang harus terus berjalan dan di lewati, suka tidak suka.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah