Fiandra tak menyangka jika dirinya akan berjodoh dengan seorang dosen yang selalu memarahinya bernama Ilham. Mereka di paksa menikah dan menjalani pernikahan, meskipun keduanya menolak. Keinginan kedua orang tua Fiandra dan Ilham begitu kuat untuk menikahkan mereka, hingga mereka melakukan satu cara, untuk menjebak keduanya agar bisa menikah... bagaimana kisah mereka? akankah cinta hadir di tengah permusuhan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit Apa
Karena Ilham sedang sakit, Fi berinisiatif membuatkan makanan untuk suaminya. "Hua masak apa ya?" gumamnya sambil membuka tudung saji sambil mengamati makan sisa semalam."Hmm..ada nasi semalam, ayam goreng semalam dan lalapan semalam, dan sambel mangga semalam, bikin apa ya," gumamnya sambil menautkan dua alisnya untuk berpikir. "Ah bikin nasi goreng saja."
Ketika membuka pintu kulkas, matanya memindai setiap rak, mencari sesuatu. Jari-jarinya menelusuri kotak-kotak makanan, hingga akhirnya terhenti pada sebuah bungkusan kecil yang terlihat seperti permen. Dengan rasa penasaran, dia membuka bungkusan itu dan terkejut menemukan terasi di dalamnya.
"Ini terasi ya? kok bungkusan seperti permen sih? apa jangan-jangan terasi tapi rasa permen, ya?"
Karena penasaran dia membungkus dan mencicipi sedikit terasi itu, rasanya yang asin dan aroma khasnya seketika memenuhi lidahnya. Sejenak dia terdiam, merasakan kenikmatan yang tidak terduga."Hmm enak," gumamnya sambil mengangguk.
Semakin dia memakannya, semakin dia merasa ketagihan. Fia tak bisa berhenti, dia terus memakan terasi mentah tersebut, lupa dengan tujuan awalnya untuk memasak untuk suaminya.
"Fi!" panggil Ilham dari dalam kamar.
Fia tersadar, dengan segera dia membuang sampah terasi.Lalu cepat dia mencuci tangan dan mulai mempersiapkan makanan untuk suaminya.
Sambil menumis bumbu, Fia membuka pintu kulkas lagi lalu menggigit bungkusan dan mengunyah terasi yang membuatnya kecanduan itu. Setelah selesai, ia membawa sepiring nasi itu ke kamar.
Sinar mata Irfan berbinar saat melihat sang istri meletakkan piring berisi nasi goreng di meja makan sambil tersenyum lebar. "Wah tau saja istriku, suaminya sudah lapar," ujar Ilham seraya bangkit dari meja riasnya.
"Iya ini masakan spesial! silah dimakan, ya Pak! aku mau siap-siap dulu!"
"Iya Sayang."
Dengan semangat Ilham menyendok lalu membuka mulutnya. Namun, seketika itu pula, ekspresi wajahnya berubah drastis. Rasa asin yang begitu pekat langsung terasa di lidahnya, membuatnya tidak tahan hingga akhirnya muntah.
"Uek... asin banget!"
Ilham merasa kecewa ingin sekali marah dan memprotes masakan istrinya yang terlalu asin.
Namun, dia tahu betul, jika dia marah, Fi akan merajuk dan tidak berbicara dengannya, suatu situasi yang sangat ingin dihindari itu. "Bisa bisa nanti malam ngak di kasih susu aku nanti, kalau banyak protes."
"Ini nasi goreng, apa permen nano-nano sih! ramai kali rasanya," dengusnya tapi hanya bisa di dalam hati karena takut di marahin sang istri.
Ilham menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal. Sambil berpikir bagaimana caranya agar ia bisa memakan nasi goreng itu. Tiba-tiba ia melihat segelas air yang di nampannya. Ide muncul seketika di pikiran Ilham.
Ketika Fi lengah, dengan cepat ia mengambil gelas dan menuangkan air putih ke dalam piring nasi gorengnya, mencoba mengencerkan rasa asin yang berlebih. Dia mengaduk-aduk nasi goreng dengan sendok, berharap rasa asinnya berkurang. Setelah itu dengan tekad yang kuat, Ilham memaksa dirinya untuk menelan nasi goreng tersebut, sesuap demi sesuap, meskipun rasanya masih jauh dari menyenangkan.
Meskipun sedikit tersiksa serta penuh perjuangan Ilham, akhirnya ia bisa menghabiskan makanan itu. Bersamaan dengan Fiandra yang sudah siap.
"Sudah selesai makannya, Pak?" tanya Fi sambil menghampiri suaminya itu.
"Iya, Nih lihat saja," kata Ilham sambil menunjukkan piring kosongnya.
"Wah habis!" seru Fiandra dengan wajah yang berbinar-binar.
"Iya, Sayang masakan kamu enak," puji Ilham sambil mengacungkan jempolnya.
"Oh ya, kalau begitu nanti sore aku masak lagi untuk kamu," ujar Fiandra dengan begitu semangat.
Bola mata Ilham melotot."Eh jangan!"cegahnya
"Lah kenapa?" tanya Fiandra sambil mendaratkan bokongnya di samping pria itu.
"Gak apa-apa, aku cuma gak mau kamu capek saja."
Fiandra tersenyum dengan rona wajah yang bersemu tersanjung dengan perhatian suaminya.Namun tak ingin menikmatinya berlama-lama karena mengejar waktu. "Ah udah yuk, kita berangkat sekarang. Nanti aku telat lagi ke kampusnya."
Baru saja melangkah tiba-tiba terdengar dering telpon. Dengan cepat Fiandra meraih benda pipih yang ada di dalam tasnya.
"Hallo Fi! lo gak kuliah?" tanya suara dari seberang telpon. Siapa lagi kalau bukan Ratu.
"Kuliah, tapi nanti, gue mau ke rumah sakit dulu!"
"Ngapain ke rumah sakit? siapa yang sakit?"
"Laki gue!" celetuk Fiandra .
"Hah laki? emang lo sudah nikah?"
Fiandra menutup mulutnya baru sadar keceplosan. "Eh sudah dulu, ya. gue buru-buru nih!"
Blup..sambungan telpon terputus. Fiandra menyimpan kembali handphone lalu berjalan menghampiri Ilham yang sedang menunggunya.
Mereka berdua pergi ke rumah sakit. Karena kondisi Ilham yang masih lemah akibat muntah-muntah. Mereka memilih untuk menggunakan mobil taksi.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit perasaan Ilham tidak nyaman hingga membuatnya gelisah.
Setelah berjam-jam menunggu hasil lab, akhirnya nama Ilham dipanggil. Fi dengan hati berdebar menggenggam tangan suaminya, berjalan menuju ruangan dokter.
Di dalam ruangan, dokter menatap hasil tes dengan serius sebelum mengalihkan pandangannya pada suami istri itu. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujar dokter dengan senyum lembut. "Anda tidak menderita penyakit serius, hanya kelelahan dan sedikit dehidrasi."
Fi menghela napas lega, namun kelegaan itu tidak bertahan lama. Ilham yang sejak pagi terlihat pucat, tiba-tiba memucat lebih hebat dan bergegas ke toilet terdekat. Suara muntah terdengar jelas, membuat Fi semakin khawatir.
"Dokter suami saya di opname saja, ya. Saya khawatir," tukasnya.
"Boleh nanti saya berikan surat pengantar," ujar dokter itu.
Setelah itu mereka keluar dari ruangan dokter. Fi yang gusar langsung menghubungi Nyak Romlah. Baru beberapa saat telpon itu langsung tersambung.
"Halo Fi. Assalamualaikum!"
Suara gemetar Fia memecah kesunyian. "Nyak, Ilham muntah terus, dokter bilang tidak serius, tapi aye khawatir."
Romlah di seberang sana terdengar cemas namun mencoba menenangkan menantunya itu. "Mungkin hanya masuk angin atau makanan yang tidak cocok Fi! lo jagain laki loh, ya. Nyak akan datang sebentar lagi."
"Oh iya, Nyak!"
Setelah Menutup telepon, Fi duduk di samping Irfan yang kembali dari toilet dengan langkah goyah. Wajahnya pucat pasi, matanya sayu.
"Ayo Pak kita ke UGD."
Dengan rasa cemas Fiandra membawa Ilham menuju ruang UGD untuk mendapatkan penanganan intensif. Sakit apa ya Ilham?
apa kabar dengan duo enyak udah dapat belum berburu para duda 😍 semoga dapat ya nyak 😂😂😂😂