(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Kennet duduk sambil menyilangkan kedua kakinya di sofa. Dia membaca kertas putih di tangannya. Ternyata mereka teman dekat Livia, tapi ia melihat sebuah tatapan cinta di kedua matanya. Ia merasa pria itu menyukai Livia mungkin saja suatu saat nanti mereka akan saling mencintai.
"Hadang dia dan beri pelajaran padanya."
Bernad mengangguk, dia pun menyuruh mengawasi pria bernama Alan itu.
Kennet sibuk dengan pikirannya. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Jika pria itu bukan selingkuhan Livia, lalu siapa pria yang menghamili Livia dan kenapa Livia tidak meminta pertanggung jawabannya.
Drt
Kennet melihat nama yang tertera di ponselnya. Dia melihat nama sang istri. Ia membiarkannya dan menyuruh Bernad mengangkatnya lalu menggunakan alasan bahwa dia sedang tidur.
"Sayang kau kemana?" tanya seorang wanita.
Bernad menatap Kennet. Sesuai perintahnya, ia akan melakukan sesuai keinginan Kennet. "Nyonya, saya Bernad. Maafkan saya, tapi tuan Kennet sudah tidur. Karena lelah keluar, tuan Kennet bermalam di hotel."
"Hotel mana? Aku akan menghampirinya."
"Tidak perlu Nyonya, tuan Kennet menyuruh anda di sana dan tidak mengkhawatirkannya. Maafkan Saya Nyonya, Saya masih banyak pekerjaan." Bernad memutuskan panggilannya dan menaruh ponselnya ke tempat semula.
Sementar itu, di sebuah ruangan sepasang suami istri masih terjaga. Anita mengingat pertemuannya dengan anak Livia, sedangkan Dimitri sedang memainkan ponselnya.
"Sayang, aku pernah melihat sosok Kennet kecil."
"Kennet kecil? Ada-ada saja, yang ada Kennet sudah berkepala empat." Sahut Dimitri.
"Bukan begitu, tapi sosok anak kecil yang mirip Kennet. Itu anaknya Livia. Sangat mirip, katanya anak pertamanya. Livia memiliki anak kembar lima."
Dimitri menaruh ponselnya di atas nakas. "Anak lima, entah bagaimana kehidupannya dulu. Dia wanita yang tangguh. Tapi kau berbicara begitu seolah kau memang melihat Kennet."
"Aku serius Sayang." Keukeh Anita. Suaminya masih menganggapnya bercanda. "Aku melihatnya sangat mirip dengan Kennet. Lain kali aku akan menunjukkanya pada mu."
"Sudah-sudah jangan membahasnya. Kalau ada Kennet jangan sampai mengatakan sesuatu. Kennet itu sensitif pada anak kecil. Bisa saja dia marah pada kita." Saran Dimitri. "Dia saja datang pada pesta ulang tahun anak kita sungguh luar biasa. Kau tau sendiri Kennet begitu membenci anak kecil. Dulu dia di khianati sama mantan istrinya dan sampai hamil makanya dia sangat membenci anak-anak." Imbuhnya. Ia hanya kasihan pada Kennet setelah mengetahui bagaimana kehidupannya.
"Emm baiklah." Anita mengalah, namun ia ingin memberitaukan pada suaminya itu tentang wajah anak pertama Livia. Anak laki-laki itu seperti Kennet versi kecil.
"Sudah tidur, jangan memikirkannya." Dimitri mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur di sampingnya.
Keesokan harinya.
Anita berpapasan dengan Kalisa. Dia tidak melihat Kennet di samping Kalisa.
"Kennet kemana?" tanya Anita. Ia merasa aneh dengan Kennet, pria itu pergi meninggalkan istrinya di rumahnya dengan alasan mencari udara segar atau sekedar berjalan-jalan. Seharusnya seorang suami di temani istrinya.
"Kata Bernad dia lelah dan menginap di hotel." Jawab Kalisa. "Sepertinya aku harus menghampirinya ke hotel. Aku sudah meminta alamat hotel itu pada Bernad."
"Iya, ya sudah kita sarapan."
Setelah selesai sarapan, Anita bersiap-siap menghadiri arisan di rumah temannya. Dia juga ingin membeli sebuah roti.
Anita pun berangkat tanpa sengaja dia melihat Livia dan wanita itu menurunkan anaknya di sebuah taman kanak-kanak. "Itu Livia." Dia menepikan mobilnya di jalan samping. "Livia." Sapa Anita.
Dia mengambil ponselnya dan sebuah kesempatan untuk memotret anak Livia. "Dia Caesar."
"Iya nyonya Anita."
"Livia jangan embel-embel Nyonya. Panggil saja aku Anita. Oh iya, terima kasih. Kue ulang tahunnya enak."
Livia tersenyum, Anita wanita yang ramah dan baik. Setiap bertemu pasti Anita akan menyapanya lebih dulu kalau ia tak melihatnya. "Em Anita kau mau kemana?"
"Aku mau ke rumah teman ku. Kebetulan aku melihat mu, jadi aku menghampiri mu." Jawabnya. Dia kagum pada Livia yang menjalani peran sebagai seorang ibu dan ayah. "Caesar, Charles, Damian, Killian dan Khanza. Ini ada uang untuk kalian." Livia mengambil beberapa uang merah untuk mereka.
"Tidak perlu Anita, uang saku mereka sudah cukup." Livia merasa tidak enak.
"Oh tidak, aku tidak memberikannya pada mu. Akh memberikan mu pada anak mu yang menggemaskan." Dia senang melihat anak-anak Livia. "Emm Sayang apa kalian ada yang mau ke rumah Tante. Tante punya anak, jadi Tante ingin kalian menjadi teman anak Tante."
Melihat uang merah di tangannya, tentu saja Charles mau. "Baiklah Tante, aku bisa menjadi teman bermain anak mu."
Livia tidak bisa menghalanginya, menolaknya takut membuat Anita sakit hati.
"Baiklah aku akan menjemput kalian. Livia aku meminta nomor ponsel mu."
Livia memberikan nomor ponselnya dan kemudian Anita menghubunginya. Ponsel Livia pun berbunyi.
"Livia terima kasih, aku harus pergi. Nanti aku ke toko mu."
Livia mengangguk, ia merasa memiliki teman. Ia senang, selama ini hanya Alan saja yang menjadi temannya.
...
Livia membuka tokonya, Alan pun datang beberapa menit kemudian. Keduanya membuat beberapa roti. Namun seharian ini tidak ada yang membelinya.
"Livia mungkin bukan rezeki kita." Ucap Alan. Tidak biasanya tokonya sepi. Setelah kejadian itu, tokonya tiba-tiba sepi.
"Iya." Seandainya saja ia menemukan ibu-ibu itu dan meminta penjelasannya. Pasti tidak akan terjadi seperti ini. Kedua pandangannya pun melihat sebuah mobil hitam di seberang jalan. Mobil itu selalu ia lihat apa lagi kejadian kemarin.
"Siapa ya?" Dia mengambil sebuah sampah dan membuangnya ke tong sampah. Livia menoleh ke arah mobil itu, ia seperti terhipnotis melihat mobil berwarna hitam itu.
"Livia." Alan memanggil. "Ada pesanan kue, aku akan mengantarnya."
"Tidak usah, biar aku saja. Kau urus di sini." Ucap Livia.
"Baiklah, kau berhati-hatilah." Livia mengambil kotak roti itu dan di bantu Alan. Dia pun mengendarai motornya menuju ke tempat yang di tuju. Dari belakang mobil hitam itu pun mengikutinya dari jarak jauh.
Livia menuju sebuah rumah megah. Dia menghampiri seorang penjaga dan mengatakan bahwa ia sedang mengantarkan pesana kue.
Penjaga itu membukakan gerbang, Livia mengendarai motornya kembali da. Masuk ke halaman rumah. Kini dia masuk dengan mengekori penjaga itu.
"Livia kau ternyata di sini," ucap Anita. Siapa sangka, temannya juga memesan kue dari Livia.
Livia tersenyum. "Iya, siapa sangka kita bertemu lagi." Livia berbasa-basi.
Sedangkan di tempat lain.
Kalisa tidak bisa menghubungi Kennet. Dia sudah datang ke hotelnya dan ternyata Bernad menghubunginya dan mengatakan bahwa suaminya telah pergi. Kalisa tidak tau apa yang di pikirkan Kennet, mulai kemarin Kennet sangat susah untuk di hubungi dan bertemu dengannya.
"Sebenarnya Kennet melakukan apa sampai dia melupakan istrinya." Geram Kalisa.