"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Racun
Udara berdesir dengan antisipasi saat Zhi Hao melangkah keluar dari Dunia Cincin, jantungnya berdebar kencang dengan semangat baru. Aroma familiar kediaman Klan Zhi memenuhi hidungnya, aroma yang menenangkan yang telah lama hilang. Dia telah menghabiskan bertahun-tahun di dalam Dunia Cincin, mengasah keterampilannya, mendorong batasnya, dan akhirnya, menemukan kekuatan yang jauh melampaui apa pun yang pernah dia bayangkan.
Note: Perbedaan waktu, Dunia Cincin 1 Tahun, dunia besar 1 Hari.
Saat dia berjalan melalui koridor yang familiar di kediaman Klan Zhi, perasaan melankolis menyelimuti dirinya. Dia mengingat tawa, persahabatan, kehangatan yang pernah memenuhi lorong-lorong ini. Sekarang, itu adalah tempat bisikan dan kecurigaan, tempat di mana kehadirannya disambut dengan rasa takut dan ketidakpercayaan.
Dia mencapai pintu masuk ke kamar ayahnya, tangannya melayang di atas pintu yang indah itu. Dia bisa mendengar nafas ayahnya yang berat, suara yang menggemakan beban yang dia pikul sendiri. Dia harus kuat, harus berani, untuk menghadapi kebenaran yang menunggunya di balik pintu itu.
Tiba-tiba, suara familiar menerobos kesunyian.
"Hao! Itu kamu! Kupikir aku tidak akan pernah bertemu kamu lagi."
Zhi Hao berbalik dan melihat Zhi Lingfeng, kakaknya, wajahnya dipenuhi kekhawatiran dan kelegaan. Zhi Lingfeng adalah salah satu dari sedikit orang yang tidak pernah meninggalkannya, yang selalu percaya padanya, bahkan ketika semua orang lain telah berpaling.
"Kak Lingfeng," Zhi Hao berhasil berkata, suaranya tersedak emosi. "Senang bertemu kamu."
"Apa yang kamu lakukan di sini? Aku telah mencarimu selama berhari-hari. Di mana kamu selama ini?"
"Hao, aku tahu kamu telah menyembunyikan sesuatu dariku. Aku mendengar desas-desus, bisikan tentang kekuatan barumu. Katakan padaku, apakah itu benar? Apakah kamu telah menyembunyikan kekuatanmu dari kita semua?"
Suara Zhi Lingfeng dipenuhi dengan campuran kekhawatiran dan tuduhan. Matanya, yang biasanya begitu cerah dan hangat, sekarang dipenuhi dengan kecurigaan.
"Kak Lingfeng," dia mulai, suaranya gemetar sedikit. "Ada begitu banyak yang tidak kamu ketahui, begitu banyak yang tidak bisa kukatakan padamu sekarang. Tapi aku berjanji, aku akan menjelaskan semuanya. Hanya... tolong, jangan sekarang."
Zhi Lingfeng menatapnya, ekspresinya tidak terbaca. Keheningan terbentang di antara mereka, jurang kata-kata yang tak terucapkan dan ketakutan yang tak terucapkan.
"Baiklah, lupakan saja soal itu. Tapi aku ingin menantangmu sekarang," ujar Lingfeng dengan nada yang berapi-api.
"Kak Lingfeng, aku tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Ada beberapa hal penting yang harus aku sampaikan pada Ayah," balas Zhi Hao dengan nada serius.
Tanpa membuang waktu, Lingfeng menghunus pedangnya dengan gerakan tegas yang menunjukkan dia tidak akan menerima penolakan. "Jika kamu menghindar dari tantanganku, kau akan menyesal," katanya dengan tatapan yang tajam dan penuh ancaman.
Langkah Lingfeng cepat dan penuh tekad, meninggalkan jejak debu di baliknya. Pedangnya berkelebat dengan kecepatan kilat, mengarah langsung pada Zhi Hao. Namun, dalam sekejap, sosok yang ia serang hanyalah bayangan. Zhi Hao muncul di belakangnya dengan senyuman licik.
"Dia... dia begitu cepat? Kapan dia berpindah?" gumam Lingfeng dalam hatinya, terperangah oleh kecepatan yang tak terduga.
Beng!
Suara tepukan tangan terdengar, dan sebuah rasa sakit yang tak tertahankan menjalar di bahu Lingfeng—meskipun hanya tepukan ringan, kekuatannya jauh melebihi yang diperkirakan.
"Kekuatannya... sungguh luar biasa," gumam Lingfeng lagi, kali ini dengan rasa hormat yang meningkat.
"Sudahlah, Kak. Kita akhiri saja semua ini," kata Zhi Hao, menawarkan kedamaian dengan suara yang tenang namun masih memegang kendali atas situasi.
*
Zhi Hao merasakan denyutan di dadanya saat ia mengetuk pintu kamar Ayahnya. Dengan suara gemetar, dia memanggil, “Ayah,” namun hanya keheningan yang menjawab. Dengan ketegangan yang memuncak, ia melibatkan kesadaran Ilahi yang diperoleh dari pelatihan intensif di Dunia Cincin milik Dewa Penghancur. Kemudian, ketakutannya menjadi kenyataan. Melalui celah pintu, ia melihat sosok Zhi Sao tergeletak lemah di lantai. Dengan nafas tercekat, ia mendobrak pintu dan melompat masuk.
Zhi Hao berlari mendekati Ayahnya, menopang tubuhnya dengan gemetar. “Ayah, kamu keracunan! Siapa yang berani melakukan ini padamu?” katanya dengan nada penuh kekhawatiran dan amarah. Dengan cepat, ia mengeluarkan Ramuan Penyembuh ajaib yang disimpan dalam Kediaman Dewa Penghancur. Ramuan itu, seolah memiliki kekuatan mistis, langsung ia berikan pada Ayahnya.
Dengan tangan gemetar, Zhi Sao menerima ramuan dan meminumnya. Seolah mendapatkan kembali kekuatannya, matanya perlahan terbuka, dia menatap Zhi Hao dan mengangkat tangan dengan susah payah. “Nak...” suaranya serak.
“Shh, jangan bicara dulu, Ayah. Aku akan membantumu ke tempat tidur,” kata Zhi Hao sambil menggendong Zhi Sao ke tempat tidur dengan hati-hati. Setelah berada di tempat yang lebih nyaman, Zhi Sao, dengan napas yang telah membaik, berbisik, “Aku hanya salah makan sesuatu.”
Zhi Hao mengernyit, tidak percaya, "Tidak mungkin orang sepertimu melakukan kesalahan sepele seperti itu." Kekhawatiran dan kebimbangan mewarnai nada suaranya.
"Jujurlah padaku, Ayah," desak Zhi Hao, suaranya bergetar. "Apa yang terjadi? Mengapa kau tiba-tiba sakit?"
Zhi Sao terbaring lemah di ranjang, wajahnya pucat pasi. Nafasnya tersengal-sengal, tubuhnya gemetar. "Kembalilah dulu, aku ingin istirahat," ujar Zhi Sao, suaranya lemah.
Zhi Hao tidak mengerti dengan ayahnya. Ia tahu, Zhi Sao adalah seorang yang kuat, tak mudah tumbang oleh penyakit. Namun, ia tak membantah. Ia menunduk, hatinya dipenuhi rasa gelisah.
"Sayangnya kamu bukan Anakku," bisik Zhi Sao, suaranya nyaris tak terdengar. "Dan Anakku sendiri yang memberikan racun ini padaku."
Zhi Sao menutup matanya dengan tangan, seolah menyesali segalanya. "Aku telah gagal menjadi ayah yang baik untuknya. Aku terlalu fokus pada kekuatan dan ambisiku, hingga melupakan anakku sendiri."
Di luar kamar, Zhi Hao mendengar gumaman Zhi Sao merasa tubuhnya gemetar. Ia tak menduga kalau dia bukan Anak Kandung dari Patriark Zhi.
Racun yang diberikan Zhi Long bukanlah racun biasa. Itu adalah racun langka yang hanya bisa ditemukan di Lembah Maut, tempat yang dijaga ketat oleh sekelompok pembunuh bayaran.
Sementara itu, di Lembah Maut, Zhi Long sedang tersenyum puas. Ia telah berhasil mendapatkan racun yang mematikan dan memberikannya kepada ayahnya.
"Aku tidak peduli padamu, bahkan kalau kamu orang tuaku," gumam Zhi Long, tatapannya dingin. "Sebagaimana kamu tidak peduli padaku. Seolah aku bukanlah anakmu."
Zhi Long merasa terabaikan oleh ayahnya. Sejak kecil, Zhi Sao selalu sibuk dengan latihan dan urusan Bisnis dan Politik di Kota Linggau, jarang meluangkan waktu untuknya. Zhi Long merasa dirinya hanya bayangan di mata ayahnya, tak pernah mendapat pengakuan. Meski ia sudah berusaha keras.
"Sekarang, sebaiknya aku pergi mengurus pengiriman senjata," ujar Zhi Long, matanya berbinar. "Aku ingin melakukan kerjasama dengan orang yang memesan ini."
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk