Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 TIDAK MASUK AKAL
Bunyi gemericik air dari kran. Kedua tangannya dibersihkan setelah menyelesaikan masakannya. Dua piring nasi goreng dengan toping telor mata sapi tersaji di atas meja.
"Hmm, harumnya. Enak nih." Seorang wanita datang dan langsung mencium bau nasi goreng yang mengunggah selera.
Pria itu masih berkutik di atas wastafel, ia sedang mencari kesibukan dengan mencuci peralatan alat masaknya.
"Beib, ayo makan sini." Istrinya memanggilnya dengan mulut yang sedang mengunyah.
"Kamu makan dulu, aku nanti," jawabnya.
"Kamu masih marah sama aku, Beib? Maaf, aku lakuin itu agar mama gak nyuruh kamu ceraikan aku. Aku gak mau pisah sama kamu."
"Caranya gak gitu, Karina!"
Sejak semalam, David merasa frustasi atas apa yang sudah dilakukan Karina. Awalnya ia sudah merasa senang mendengar Karina hamil, tapi ia begitu kecewa karna ternyata itu hanyalah bualan semata. Tidak sampai kekecewaannya sampai disitu, karna atas ucapannya kemarin membuat sikap Rissa pastinya nanti akan berubah. Ia harus bagaimana, jika Rissa mengetahui kebenarannya suatu saat ini.
"Ya sudah. Nanti bilang saja ke mama kamu kalau aku keguguran. Gampang kan?"
BRAKKKKKK!!!
David marah, ia menghantam meja dapur dengan kepalan tangannya. Ia melemparkan celemeknya ke sembarang. Saat David tiba-tiba pergi, ia ingin mengejarnya tapi bunyi bel apartemen terdengar bertubi-tubi membuatnya harus segera membuka pintu.
"Selamat pagi, Sayang. Kamu sudah sarapan? Mama bawakan makanan agar calon cucu Mama bisa berkembang sehat di perut kamu." Rissa memeluk Karina lalu mengelus perutnya yang masih rata. Karina cukup terkejut dengan perlakuan Rissa yang tiba-tiba tersebut.
"Mama sudah pulang dari rumah sakit?" tanyanya.
"Sudah. Mama sudah sehat. Ngapain lama-lama di rumah sakit. Oh ya, Maafkan Mama ya. Lupakan perkataan Mama kemarin, kamu tetap jadi menantu pertama Mama. Kamu harus jaga baik-baik calon cucu Mama ya, Karina." Senyumnya tak pudar sedari tadi, ia tak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini sebelumnya.
Dulu awal menikah, Rissa baik terhadapnya. Tapi sikap baiknya sewajarnya saja.
"Loh, makannya nasi goreng aja? Ini Mama bawa sayur terus ada buah-buahan. Kamu harus makan semua. Calon cucu Mama harus lahir dengan sehat. Dimana David?" tanyanya saat tak melihat putranya ada sekitar ruangan.
"Bentar, Ma. Karina panggilkan kayaknya di kamar."
"Eittzz.. Jangan, jangan. Mama saja, kamu duduk baik-baik di sini. Makan yang banyak, makan yang sehat. Jangan kecapekan."
Karina merasa bingung dengan sikap berlebihan ibu mertuanya.
"Ahh, badanku terasa sehat. Saat mendengar bahwa sebentar lagi aku punya cucu," ujarnya sembari berjalan.
Wanita itu terdiam dengan perasaan yang tak karuan.
"Bagaimana kalau mama tahu aku gak beneran hamil?"
Ia mengacak-acak rambutnya merasa frustasi. Dirinya tak menyangka bahwa kebohongannya sudah membuat ibu mertuanya merasa bahagia berasa di atas langit.
"David, kok kamu malah di sini. Itu istri kamu gak ditemenin."
"Ma, kapan datang? Mama sudah pulang dari rumah sakit?" David terkejut saat ia sedang duduk di pinggir kolam renang dan Rissa tiba-tiba datang.
"Baru saja. Mama gak sakit!" jawabnya merasa baik-baik saja. "Itu Mama bawakan sayuran dan buah-buahan untuk Karina. Cucu Mama harus sehat!" ujarnya di akhir kalimat dengan penekanan yang kuat. "Kamu harus manjain Karina. Suruh dia jangan berangkat ke luar negeri dulu. Biar di sini untuk beberapa waktu, tunggu perutnya agak besar. Hamil muda rawan untuk kemana-mana. Kamu sebagai suami harus bisa ngasih nasehat untuk—"
"Ma, Karina sebenernya—"
"Beib, kamu belum sarapan. Ayo sarapan dulu." Karina tiba-tiba memotong ucapannya, ia menarik tangan David. "Kamu mau ngomong yang sejujurnya? Hah? Kamu mau buat aku malu dan tambah dibenci?"
Di dalam ruang kamarnya, Karina menatap tajam suaminya. "Bisa gak sih, tunggu sebentar saja. Mama kamu sudah bersikap baik denganku kali ini. Aku juga ingin ngerasain dihargai dan diperhatikan."
"Aku gak bisa berlarut-larut bohongin Mama. Aku—"
"Aku kan bilang, nanti kita katakan saja kalau aku keguguran. Gitu saja."
"Kalau Mama tanya suratnya, hasil pemeriksaannya? Gimana?"
"Gampang itu. Intinya aku gak mau ya kamu membongkar semuanya sekarang. Tapi kalau kamu memang mau berpisah denganku, ya silahkan. Oh ya, satu lagi. Kalau mau juga jatuh miskin sekarang, silakan," ujarnya sembari menyentuh dagu suaminya dengan senyum miring.
"Sayang, kamu sedang jebak aku? Setelah semuanya—"
"Jebak?" Karina tertawa. "Aku melakukan apa? Bukannya itu semua atas kemauan kamu sendiri? Hah?"
"Sayang ....." David menahannya pergi.
"Aku sayang sama kamu, Beib! Apa yang ingin kamu dengar? Tidak mungkin aku tega membuatmu jatuh. Aku ingin kita hidup bersama!!!" Tangisnya pecah, David lekas memeluknya. Ia menyadari sepenuhnya atas kesalahannya. Dirinya terlalu memikirkan egonya tanpa tahu situasi yang dialami istrinya.
Hatinya mendadak lega, saat Karina mengatakan bahwa ia tak mungin melakukan itu padanya. Hidup matinya kini sudah berada di tangan Karina. Ia tak bisa berkutik sekarang.
"*Aku harus bujuk Mama untuk segera menceraikan wanita itu*."
"Lagi ngapain sih kalian berdua di dalam?" David dan Karina merasa terkejut saat Rissa ternyata ada di depan pintu kamarnya. "Mama masih di sini loh. Kalau mau bermesraan nanti saja," ujarnya sembari senyum-senyum.
"Ma, kita perlu bicara berdua." Rissa mengangguk dan duduk di sebuah sofa. Ia memperhatikan putranya yang terlihat gelisah.
"Ada apa, David?" tanyanya.
"Ma, Karina kan sedang hamil. Aku gak butuh lagi dong anak dari wanita itu. Aku ingin menyudahi pernikahan aku sm dia, Ma."
Larissa yang semula duduk berhadapan, ia berpindah posisi dengan duduk membelakanginya.
"Tidak bisa. Dia tetap istri kedua kamu. Tak ada yang berubah," jawabnya membuat David seketika bengong.
"Ma, bukankah niat Mama menikah aku sama dia karna Karina belum bisa memberikan seorang cucu? Sekarang Karina sudah hamil, Ma."
"Belum juga lahir. Kalau kamu punya anak dari Vania juga gak apa-apa. Mama jadi punya banyak cucu."
Jawaban Rissa membuatnya geleng-geleng kepala. "Terus kalau wanita itu gak bisa ngasih keturunan gimana?"
"Ya sudah. Berarti ada yang salah dengan kamu. Menghamili Karina saja bisa, masa menghamili Vania gak bisa!"
Semakin bengong David mendengar jawaban Rissa.
"Sudah ah. Intinya Vania itu tetap menantu Mama. Hm, juga Karina. Bilangin istri kamu, hindari makan makanan junk food. Mama lihat ada banyak makanan junk food di lemari dapur. Mama gak suka dan gak mau calon cucu Mama makan makanan yang gak bergizi. Kalau malas masak, beli saja di luar. Simple."
Larissa menyahut tas brandednya dan keluar dari apartemen milik putranya. Di luar apartemen sudah ada beberapa pelayan yang menunggu.
"Sudah sana masuk. Mama sudah ditemani beberapa pelayan. Gak usah khawatirin Mama." Rissa menolak saat David ingin mengantarnya sampai ke depan. "Oh ya, David. Apa perlu Mama aturkan lagi bulan madu kedua untuk kamu dan Vania?"
"HAH???" David hampir saja pingsan saat mendengar perkataan Mamanya yang tak masuk akal itu.