"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Cinta Rendi
"Eh, Lia, tiba-tiba kok aku ingat omongan kamu, ya?", ujar Iteung.
Lia menghentikan makannya dan menatap Iteung dengan heran. "Ucapan ku yang mana?",
"Itu loh, yang semalam. Kamu kan bilang kalau pak Karso itu menggunakan pesugihan. Menurutmu, apa yang terjadi pada Mba Nah itu apakah ada hubungan nya dengan pesugihan yang dilakukan oleh pak Karso itu?", tanya Iteung.
Lia terdiam sejenak , dia sedang memikirkan jawaban apa yang harus diberikan pada Iteung.
"Maksud kamu gimana?", tanya Lia.
"Iya,... kemarin kamu sempat mengingatkan soal ini pada mbak Nah, tapi ia kan tidak percaya dan nyatanya ia sekarang malah celaka. Jadi semua apa yang kamu katakan itu memang benar. Tapi aku ingin tahu, dari mana kamu tahu semua itu,.. Lia?", tanya Iteung penasaran.
Nah loh,... kalau sudah begini,... sekarang Lia yang kalang kabut mencari jawaban.
"Ehh. ..itu ya? Aku sih tidak tahu pasti soal itu. Karena aku juga bingung bagaimana cara menjelaskan nya padamu ", ucap Lia.
"Nak Iteung!", panggil pak Karso.
Lia dan Iteung tertegun sejenak saling pandang.
Pak Karso!
Mereka tak menyadari kehadiran lelaki itu. Pak Karso sudah berdiri tak jauh dari mereka berdua.
Lia menatap Iteung. Keduanya saling pandang dengan wajah ketakutan. Takut jika Pak Karso mendengar pembicaraan mereka.
Saking takutnya, jantung Lia dan Iteung berdetak kencang.
Bila sampai lelaki itu mendengar pembicaraan mereka, maka habis lah riwayat mereka. Syukur - syukur kalau cuma di pecat, itu sih nggak masalah.. Yang ditakutkan oleh Lia dan Iteung adalah jika mereka oleh Pak Karso di jadikan target tumbal selanjutnya. Aduh bisa berabe.
Pak Karso berjalan mendekat ke arah mereka berdua. Keringat dingin mengucur di dahi Iteung dan Lia. Tangan Iteung sampai gemetaran. Wajahnya nampak tegang.
"Kalian kenapa?", tanya pak Karso.
Mendengar pertanyaan Pak Karso, wajah keduanya sedikit merasa lega.
"Tidak,...kami tadi sempat berpikiran jika bapak datang ingin memberitahu kami jika bapak tidak mau membayar biaya pengobatan Mbak Nah ", ucap Iteung.
Ia mencari alasan untuk mencari tahu apakah pak Karso mendengar percakapan dirinya dan Lia.
"Huh, apa kamu pikir aku sangat miskin!", gerutu pak Karso kesal.
Lia dan Iteung nyengir menatap satu sama lain, mendengar gerutuan pak Karso. Mereka pun yakin jika Pak Karso tidak mendengar pembicaraan mereka.
Pak Karso terdengar menghela nafas panjang.
"Begini, nak Iteung... Bapak mau pergi ke suatu tempat, tapi tidak ada yang menunggu Rendi di sini. Bapak mau minta tolong padamu agar kamu bisa menunggui Rendi dulu selama bapak pergi sampai bapak kembali ", ucap pak Karso.
Iteung melirik Lia dengan yang malah kini sedang melirik ke arah nya. Dia masih belum faham apa maksud lelaki paruh baya itu sesungguhnya.
"Lia kan ada. Maksud bapak, bapak mau minta tolong Iteung buat ngejagain Rendi karena bapak mau cari juru masak dadakan buat di rumah makan", ucap pak Karso menjelaskan.
"Ya udah, deh. Nanti Iteung yang akan jagain Mas Rendi selama bapak pergi ", ujar Iteung.
"Makasih ya, Nak Iteung. Kalau begitu sekarang kamu bisa ke ruangan Rendi, bapak mau berangkat sekarang biar nggak nunggu terlalu lama. Lebih cepat lebih baik", ucap pak Karso.
"Iya pak. Saya akan menyelesaikan sarapan saya dulu setelah itu saya akan ke ruangan mas Rendi", ujar Iteung.
"Iya, nak Iteung. Terima kasih karena sudah mau menolong bapak. Kalau begitu bapak pergi dulu", ucap pak Karso sembari berlalu pergi.
Setelah kepergian pak Karso, Lia dan Iteung menyelesaikan sarapan pagi mereka yang sempat tertunda.
"Apa nggak papa ya Lia, aku nungguin anaknya pak Karso?", tanya Iteung yang sebenarnya masih merasa takut.
"Bismillah aja, Teung. Niatnya kan cuma nolongin. Insyaallah nggak papa", ujar Lia.
Tiba-tiba, seorang perawat menghampiri keduanya. " Permisi,...apa kalian penanggung jawab dari pasien yang bernama Enah?", tanya perawat itu.
"Ehh,... iya sus. Ada apa ya?", ucap Iteung.
"Apa anda berdua keluarganya?", tanya perawat itu lagi.
"Bukan, kami temannya sus, kami yang menjaganya selama di sini ", jelas Iteung lagi.
"Kalau begitu mari ikut saya. Pasien sebentar lagi akan di pindahkan. Silahkan di isi dulu formulir nya secara lengkap sebelum pindah ruangan".
Lia akhirnya bangkit dari duduknya untuk mengisi formulir karena dia yang akan menunggui Enah.
Setelah menandatangani formulir, akhirnya Enah di pindahkan ke ruang perawatan. Dia mendapatkan ruang perawatan yang hanya di isi oleh satu pasien saja karena kondisinya yang belum juga membaik.
Kondisi Enah masih belum sadarkan diri. Menurut dokter yang menangani nya, kondisi Enah cukup parah. Meskipun benturan di belakang kepalanya tidak menimbulkan pembekuan darah, namun parahnya benturan bisa menimbulkan dampak yang sangat besar bagi Enah dan buruknya bisa berakibat kematian.
Iteung mengantarkan Lia yang akan menunggui Enah sebelum pergi ke ruang perawatan Rendi.Dia juga sudah menelpon beberapa teman - teman yang bekerja di rumah makan untuk memberi tahukan kondisi Enah saat ini dan memberi tahu dimana ruang Enah dirawat saat ini.
Pihak keluarga Enah juga sudah di kabari tentang kondisi Enah saat ini. Tapi karena kepentok biaya ongkos, sampai saat ini keluarga Enah belum bisa datang menjenguknya. Mereka masih sibuk nyari utangan agar bisa segera datang ke Jakarta untuk melihat kondisi Enah.
Lia kini harus menunggui Enah seorang diri. Demikian pula halnya dengan Iteung yang harus menunggui Rendi seorang diri di kamarnya.
Iteung duduk seorang diri di kursi dekat ranjang pasien. Dia mengamati wajah Rendi yang lumayan tampan meskipun terlihat pucat.
Tiba - tiba, perasaan Iteung tak enak. Bulu - bulu kuduk nya meremang dan udara di sekitar ruangan itu terasa dingin. Iteung sampai merinding karena merasakan dingin yang teramat menusuk hingga ke tulang sumsum.
"Apa AC dalam ruangan ini terlalu kencang ya?", pikir Iteung heran.
Sedang asyik melamun, tiba-tiba Rendi membuka matanya. Iteung sampai kaget karena tak menyangka jika pemuda yang baru saja dia tatap itu membuka matanya.
"Mas Rendi sudah bangun, ya?", tanya Iteung lembut.
"Iteung,....",
"Mas Rendi mau apa?" tanya Iteung melihat sepertinya pemuda itu akan menyampaikan sesuatu.
"Bapak mana, Teung. Aku mau pulang", ucapnya sambil menahan rasa sakit di kepalanya.
"Loh, kok mau pulang. Mas Rendi itu masih sakit. Belum boleh pulang", ujar Iteung.
"Bapakku mana, Teung?", tanya Rendi.
"Bapak mas Rendi sedang ada urusan. Selama bapak pergi, aku yang akan menggantikan bapak menjaga mas Rendi", ucap Iteung jujur.
Hening,...
Ruangan itu terasa sangat menyeramkan apabila dalam keadaan hening seperti ini. Iteung merasa tak nyaman.
"Teung,... aku menyukai mu. Apa kamu juga menyukai aku? Tanya Rendi tiba-tiba.
Iteung tersenyum tipis mendengar ucapan anak majikannya. "Iteung juga menyukai mas Rendi", jawab Iteung.
Rendi tersenyum mendengar jawaban Iteung. "Kalau aku bilang aku mencintaimu, apa kamu akan menerima nya?", tanya Rendi lagi.
Mata Iteung mendelik mendengar ungkapan perasaan hati dari anak majikannya itu. Tenggorokan Iteung tercekat. Lidah nya terasa kering.
Apa yang harus dia jawab??
oiya kapan2 mampir di ceritaku ya..."Psikiater,psikopat dan Pengkhianatan" makasih...