"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhenti sendirian.
"pada akhirnya, luka itu tetap menjadi milik ku, dan tidak pernah menjadi milik orang lain. Sementara waktu tetap berputar, dan tidak akan perduli kepada pendamba seperti ku.🥀
"bruk!"
"siapa kak?"
Keduanya segera menoleh secara bersamaan, akan tetapi wajah Raina menunduk, dan rambut panjang miliknya menutupi wajahnya, sehingga Brian tidak bisa melihat dengan jelas, di tambah lagi Bara segera berlari menghampirinya, membuat Raina semakin tertutup tubuh Bara.
Bara tidak menjawab pertanyaan dari Brian, dengan segera Bara membawa Raina kembali masuk kedalam kamarnya. Raina masih belum bisa mencerna dengan jelas, dia bahkan merasa terkejut, tulang di seluruh tubuhnya terasa tak bertenaga seketika ketika membayangkan Brian, yang saat ini menjadi iparnya.
Sungguh, dunia terlalu sempit untuk Raina, yang bahkan tidak pernah mengalami perubahan siklus di hidupnya. Di mana hidupnya hanya tentang bekerja, ke kampus, mengerjakan tugas, istirahat, dan bekerja lagi. Hanya saat ini saja, siklusnya mulai berubah, karena dia memiliki masalah lain, di mana dia harus menjadi istri Bara, karena tidak bisa mengganti rugi kerugian yang dia sebabkan.
"kamu ngapain sih?" tanya Bara dengan kesal, sementara Raina segera tersadar, dari pikirannya.
"aku ingin meminta tolong, "jawabnya dengan menyerahkan lengannya pada Bara..
"astaga, darahnya sudah mulai naik." ujar Bara ketika melihat darah mulai masuk kedalam cairan milik Raina. Dengan segera, Bara melepaskannya, bahkan itu terlihat tidak sulit untuk di lakukan.
"hah, mudah sekali." ucap Raina dengan heran, dia bahkan memutar pelan pergelangan tangannya, memeriksanya sekali lagi, dan masih tidak percaya lengannya baik-baik saja, tanpa berdarah.
"istirahat lah," ucap Bara dengan mengemasi beberapa sisa obat yang Raina minum.
"maaf ya pak, aku bikin susah terus." ujar Raina dengan merasa bersalah. Karena akhir-akhir ini, dia merasa semakin mempersulit Bara.
"jangan panggil pak!"
"berapa kali, aku harus bilang!" ujar Bara mulai meninggi nada bicaranya, kedua matanya menatap tajam Raina, yang saat itu, segera menggigit kecil bibirnya.
"maaf, aku lupa lagi." ujar Raina dengan segera.
"aku panggil apa dong, mas kali ya?" Raina justru balik bertanya dengan takut.
"terserah!" jawab Bara dengan segera berlalu meninggalkan Raina, yang masih mencoba menetralkan jantungnya yang terasa seakan melompat saat itu juga.
****
Bara menghempaskan tubuhnya kasar, pada ranjang kamarnya, tak lama kemudian tangannya meraih laptop di meja yang juga tak jauh dari posisinya. Dia segera memeriksa kemajuan gedung yang sedang di perbaiki.
Rupanya, gedung itu sudah kembali seperti sedia kala, dan para mahasiswa bisa kembali melanjutkan kegiatan belajarnya, dengan tatap muka seperti biasanya.
Sementara Raina, tidak bisa terlelap sama sekali. Dia tidak bisa tidur, dia merasa lapar, padahal dia sudah makan setelah dokter Andre pergi beberapa waktu lalu. Raina mencoba melirik jam dinding, yang menunjukan pukul satu malam, dia segera bangkit dari ranjangnya, dan berjalan keluar kamar.
"kamu gak bisa tidur dalam keadaan lapar padahal," tiba-tiba Raina teringat ucapan Brian kala itu, saat kedua matanya kembali melihat di mana Brian tadi duduk bersama Bara di sofa itu.
Hati Raina melemah lagi, Raina selalu lemah ketika dunianya tentang Brian. Dia bahkan lebih mencintai Brian dari pada dirinya sendiri. Tetapi tidak kali ini, Raina mencoba memberi semangat pada dirinya sendiri.
"waktu tetap berputar Raina, apapun dia di masa lalu, kamu tetap tidak bisa mengubah itu, tidak ada yang lebih penting dari menjalani takdir dengan sabar, semua sudah ada jalannya masing-masing." ujar Raina dengan tersenyum kecil, kemudian mengusap pelan sudut matanya yang mulai basah.
'bisa Raina, kamu pasti bisa tanpa Brian!' batin Raina lagi.
"mari menikmati hari Raina, ujar Raina pada dirinya sendiri.
"kamu, ngapain malam-malam di luar begini?" tanya Bara yang baru saja keluar dari kamarnya, dan berjalan pelan menghampiri Raina yang sedang berada di depan kitchen dapur.
"gak bisa tidur, aku lapar." jawabnya dengan jujur.
" loh, bukannya tadi sudah makan?" tanya Bara dengan heran.
"lapar lagi," jawab Raina dengan nyengir kuda miliknya.
Akan tetapi, Bara justru fokus pada tubuh Raina memakai dres berwarna moca beberapa saat yang lalu. Parahnya lagi, kenapa Bara baru menyadarinya sekarang.
"kamu kenapa tidak memakai penutup dada mu?" tanya Bara dengan tidak mengalihkan pandangannya.
Mendengar itu, Raina segera menyentuh dadanya, dan berbalik membelakangi Bara.
"sejak Andre datang seperti itu?" tanya Bara mulai meninggi.
"tidak pak, ah tidak mas!"
"aku memakainya tadi, tapi aku memang biasa melepasnya saat akan tidur, lagi pula terlalu kencang, itu bukan ukuran ku." jawab Raina lagi dengan berbalik menghadap Bara, dua jemarinya di angkat ke atas sebagai tanda kesungguhannya.
"kamu ya, benar-benar,"