*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Ijab Kabul
...Suamiku, jangan pernah meninggalkan seseorang yang baik untuk orang yang kini kau anggap terbaik. Pada saatnya nanti, jika kau akhirnya memilih pergi. Kau mungkin akan sadar bahwa yang terbaik sebenarnya sudah ada padamu sejak lama....
...Jika seorang pria mendambakan sosok istri yang sempurna, seorang perempuan juga memimpikan sosok suami yang sempurna. Namun keduanya tidak menyadari bahwa mereka diciptakan untuk saling menyempurnakan....
***
Yudha mengatakan telah siap untuk mengucapkan ijab kabul. Tampak senyum semringah terpancar dari wajah Ibu Desy. Begitu juga Weny. Vira bisa membaca hatinya Weny, jika wanita itu memang menaruh hati pada suaminya.
"Jika pengantin pria dan wanita telah siap kita mulai saja ijab kabulnya. Bagaimana ibu Vira? Apakah ibu siap untuk dipoligami?" tanya Pak Penghulu.
Semua mata tamu undangan memandang ke arah Vira. Wanita itu menarik napas menahan sebak di dada. Yudha ikut membalikkan tubuhnya menghadap Vira.
Cukup lama wanita itu menjawabnya, hingga kembali Pak Penghulu bertanya. Semua tamu tampak berbisik. Pasti membicarakan diri Vira. Orang-orang itu tentu menganggap dirinya bodoh, dan Vira tidak peduli.
Melihat Vira yang belum juga menjawab, ibu Desy mertuanya menjadi geram. Wanita itu mencubit paha Vira,sehingga dia kaget.
"Cepat jawab, semua menunggu jawaban darimu. Jangan buat malu!" ucap Ibu menatap Vira sadis.
Vira tersenyum. Memandangi kesekeliling. Semua seperti menertawakan kebodohan dirinya.
"Saya bersedia untuk dipoligami jika itu memang demi kebaikan bersama," ucap Vira akhirnya.
Setelah mendengar ucapan Vira, barulah Ibu mertuanya itu kembali tersenyum. Dia lalu memandangi wajah Weny, tampak wanita itu juga tersenyum dengan manisnya.
"Baiklah, sekarang kita mulai Ijab kabulnya," ucap Pak Penghulu.
Tangan Yudha dan tangan ayahnya Weny telah berjabat. Vira berdiri dari duduknya. Dengan perlahan dia masuk ke kamar.
Dalam kamar sayup-sayup terdengar suara Yudha yang mengucapkan ijab kabul. Dada Vira terasa sesak. Apa lagi ketika terdengar saksi mengatakan sah. Tanpa bisa Vira cegah air mata jatuh membasahi pipinya.
"Ya Allah sebenarnya aku tidak ingin bersedih. Sebenarnya aku ingin tetap terlihat kuat. Ingin sekali bercerita, tapi tidak tahu ingin cerita dengan siapa? Ya Allah kuatkan aku, jika aku rapuh peluklah aku, dan jika aku lemah berikanlah kekuatan pada hatiku," ucap Vira sambil memegang dadanya yang terasa sesak.
Terdengar suara tawa dari ibu Desy mertuanya. Semua pasti saat ini sedang bersuka cita atas pernikahan Yudha dan Weny. Tubuh Vira luruh ke lantai. Mulai hari ini tiada lagi Yudha yang penuh perhatian. Pasti semua itu akan terbagi.
"Izinkan aku untuk menangis sebentar, bukan aku tidak ikhlas atas takdirmu. Tetapi biarkan aku lumpuhkan segala kelelahan yang aku rasakan sebentar saja. Terlihat kuat bukan berarti aku tidak pernah meneteskan air mataku. Dalam kondisi ini aku bersyukur atas ujian, karenanya aku menjadi lebih kuat. Semoga aku bisa bersabar ketika diberikan ujian lagi," gumam Vira dengan diri sendiri.
Semua tamu undangan sedang menyantap hidangan yang tersedia. Satu persatu tamu undangan pulang setelah mengucapkan selamat pada kedua pengantin.
Yudha memandangi kesekeliling ruangan mencari keberadaan istrinya Vira. Namun, sepanjang mata memandang, tidak tampak wanita itu.
"Kamu mencari siapa, Mas?" tanya Weny. Dia melihat pria yang saat ini telah berstatus sebagai suaminya itu kebingungan.
"Apa kamu melihat Vira?" tanya Yudha.
"Tadi saat Mas akan mengucapkan ijab kabul, Mbak Vira berdiri. Entah kemana perginya."
"Aku mencari Vira dulu!" ucap Yudha.
Pria itu berjalan meninggalkan pelaminan. Yudha menuju kamar. Namun, langkah kakinya terhenti saat seseorang menahan dengan memegang lengannya erat.
"Mau kemana kamu?" tanya Ibu Desy. Dia yang melihat Yudha meninggalkan pelaminan, mengikuti anaknya itu.
"Aku ingin mencari Vira, Bu. Dari tadi aku tidak melihat keberadaannya," ucap Yudha.
"Jangan dicari. Biar saja dia bersembunyi. Itu lebih baik. Dari pada ditanya tamu undangan akan membuat dia tambah sedih dan takutnya dia akan menjelekkan kamu," ujar ibu.
"Tapi, Bu ...." Ucapan pria itu terhenti karena ibu telah menariknya kembali ke pelaminan.
"Jangan buat Weny malu karena harus bersanding seorang diri," ucap Ibu.
Yudha akhirnya kembali ke pelaminan. Menerima ucapan selamat dari para tamu undangan.
...***************...
Sementara menunggu novel ini update bisa mampir ke novel teman mama di bawah ini. Terima kasih.