Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
“Enak benar kamu jam segini baru pulang,” Nadia di kejutkan oleh suara Sarah yang sedang berdiri di depan pintu. Nadia sampai lupa kalau Sarah juga penghuni rumah ini, bukan penghuni biasa tapi dia adalah Nyonya di rumah tempatnya tinggal.
“Nyonya,” sapa Nadia sambil menunduk.
“Kamu itu harus tahu diri kalau kamu hanya pembantu di rumah ini, jangan kelayapan seenak kamu. Tahu Nenek kamu yang sudah tua itu lagi sakit, kamu yang harus gantikan pekerjaannya bukan malah keluyuran sepulang sekolah” maki Sarah. Padahal saat itu ada beberapa orang di sekitarnya yang Nadia kenali sebagai asisten dan teman-teman Sarah.
“Kalau pembantu aku, sudah aku usir”, kata salah satu teman Sarah.
“Iya, pembantu kayak gini jangan di kasih hati”, seloroh yang lain.
Sarah semakin panas di buatnya. Dia memberi tatapan tajam pada Nadia membuat gadis itu menunduk karena takut dan malu. Di rendahkan seperti itu di depan orang-orang tentu saja membuatnya malu.
“Masuk,” bentak Sarah. Nadia jalan masuk lewat pintu belakang sambil masih menundukkan kepalanya.
“Aku benar-benar tidak akan memaafkan kamu” bisik Nadia menoleh kebelakang dan melihat teman-teman Sarah masuk ke dalam mobilnya masing-masing.
Rupanya mereka datang untuk mengambil barang yang mereka titip untuk di belikan saat Sarah berada di Paris kemarin. Dan Sarah sangat marah mengetahui Bi Mina berada di rumah sakit karena di jemput paksa oleh sekertaris suaminya. Dia semakin marah melihat Nadia yang pulang saat matahari hampir terbenam.
“Tuan Bintang terlalu memanjakan kamu jadi kamu seenaknya begini,” lanjut Sarah mengomeli Nadia. Dia mendatangi gadis itu di kamarnya.
“Mulai besok aku nggak mau tahu, pulang sekolah kamu sudah harus ada di rumah. Kalau kamu terlambat sedetik saja, kamu dan Nenek kamu yang sudah tidak berguna itu akan saya usir dari rumah ini.”
Plakk... Sarah membanting pintu kamar Nadia saat dia keluar. Sementara Nadia mengepalkan tangannya melihat perlakuan dan kata-kata yang Sarah ucapkan.
“Nad, sabar yah,” Tuti yang melihat Sarah keluar dari kamar Nadia langsung masuk ke dalam dan memeluk gadis itu.
“Jangan masukkan ke hati, kamu tahu sendiri kan Nyonya sarah seperti apa,” kata Tuti berusaha menenagkan Nadia.
“Kamu mandi dulu, baru istirahat,” sambung Tuti.
“Kapan nenek sihir itu pulang?” tanya Nadia sambil mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes. Sakit di hatinya ternyata menyebabkan air matanya mengalir tanpa dia sadari.
“Tadi siang,” jawab Tuti.
“Nenek bagaimana?” tanyanya lagi.
“Kamu tidak usah khawatirkan Nenek, Nenek pasti sudah di tangani dokter hebat” kata Tuti lagi.
“Nyonya pasti akan mengadu sama Tuan, dan Tuan pasti akan membela kamu. Tuan pasti tidak akan setuju kalau Nyonya mengusir kamu dari rumah,” Tuti masih terus menenagkan Nadia, sementara gadis itu tdak henti-hentinya mengusap air matanya.
Setelah menenangkan dirinya, Nadia keluar kamar untuk membantu pekerjaan rumah walaupun Bintang sudah melarangnya. Dia tidak mau dapat omelan lagi dari Sarah.
“Loh, Mbak. Yang dua orang tadi pagi mana?” tanya Nadia ketika melihat sekeliling dan tidak melihat dua orang yang tadi pagi dia lihat.
“Oh, yang dua orang itu. Mereka tidak tinggal di sini, tugas mereka membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Sore mereka pulang,” jelas Tuti. Nadia hanya membentuk huruf O di mulutnya.
Nadia lalu membantu Tuti menyiapkan makan malam, sesekali matanya melirik mencari Bintang.
“Tuan Bintang sudah pulang?” iseng Nadia bertanya.
“Sudah, paling lagi mesra-mesraan di dalam kamar. Melepas rindu.”
Nadia menelan ludahnya. Membayangkan Bintang sedang mencium Sarah dengan mesra membuat otaknya serasa mendidih. Hampir saja dia menumpahkan sop panas kalau saja Tuti tidak menegurnya.
“Kamu kenapa?” tanya Tuti mengambil mangkuk sup itu dari tangan Nadia dan meletakkannya di atas meja dengan hati-hati.
“Mbak...”
“Iya”
“Aku masuk kamar ya,” kata Nadia, sepertinya dia tidak akan bisa melihat sarah dan Bintang bermesraan.
“Iya, nanti aku bilang sama Tuan kalau kamu lagi tidak enak badan,” Nadia mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya.
Kebahagiaan semu yang hanya sesaat dia rasakan. Berani-beraninya dia berfikir bisa merebut Bintang dari Sarah Diandra yang sudah seperti bidadari. Nadia masuk ke kamarnya, dia kesal membayangkan Bintang dan sarah sedang bercumbu di dalam kamar.
Lancang memang, berani berfikir untuk merebut Bintang dari Sarah. Nadia berfikir untuk menghentikan kegilaannya sebelum sarah mengetahuinya. Tapi ada yang terasa aneh, dia merasakan sesak di dada mengingat Bintang sedang bercumbu bersama istrinya.
“Tapi dadaku sakit sih, mereka kan suami istri jadi wajar kalau mereka berada berdua di dalam kamar. Kenapa sepertinya aku cemburu yah” kata Nadia yang bercerita pada bayangannya di cermin.
“Tuan Bintang, apa aku benar-benar jatuh cinta sama dia. Aku sudah gila berarti kalau berani jatuh cinta pada seorang pangeran. Tapi kalau dia juga suka sama aku, kenapa tidak” Nadia tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin.
“Jangan menyerah Nadia, kamu harus bisa membuat Sarah Diandra membayar semua sakit hati kamu. Biarkan saja malam ini dia bersama suaminya, tidak akan lama lagi aku pasti akan memiliki semua hati dan perhatian suami kamu”
Sementara itu di kamar utama yang jauh dari perkiraan Nadia dan Tuti. Sedang terjadi perang dingin antara Bintang dan Sarah. Bintang marah saat Sarah mengatakan kalau sebaiknya mereka cari pembantu baru untuk menggantikan Bi Mina karena Nenek tua itu sudah tidak mampu lagi untuk bekerja sementara Nadia harus sekolah hingga tidak mungkin bisa bekerja penuh di rumah.
Bintang tentu tidak terima jika Nadia harus pergi dari rumahnya, dia masih berusaha memastikan perasaannya pada Nadia dan Sarah. Lebih dari itu, dia memang menyayangi Nadia terlepas sebagai apa gadis itu di hatinya.
“Kenapa kamu keberatan, toh mereka hanya pembantu, sayang, pembantu. Tidak ada yang istimewa dari mereka. Di luar sana banyak yang bisa bekerja lebih baik dari Bi Mina.” Kata Sarah dengan suara yang sudah meninggi.
“Tidak, Sarah. Buat aku mereka lebih dari sekedar pembantu, mereka sudah aku anggap seperti keluarga” kata Bintang.
“Keluarga? Mereka kamu anggap keluarga? Mereka hanya orang rendahan yang mencari makan dengan bekerja di rumah ini dan kamu anggap mereka seperti keluarga?” Sarah menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sarah yang sombong dan angkuh, tentu dia keberatan jika suaminya menganggap Bi Mina dan Nadia sebagai keluarga.
Mereka memang sangat berbeda prinsip. Bintang yang sejak kecil sudah hidup dengan harta berlimpah dari orang tuanya tidak pernah sekalipun merendahkan orang lain. Sementara Sarah, dia memang berasal dari keluarga kaya tapi masih jauh di bawah keluarga Bintang. Dia bisa mendapatkan apa yang dia miliki sekarang berkat kerja kerasnya, dan setelah menajdi istri Bintang barulah dia bisa mendapatkan semua yang dia inginkan.
“Kita sudahi pembahasan ini, aku tidak mau lagi mendengar tentang Bi Mina dan Nadia”, kata Bintang. “Ayo, aku sudah sangat lapar”, lanjutnya mengajak istrinya keluar untuk makan.
kalau di kehidupan nyata sudah pasti salah.