Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keuwuwan Amira dan Julian
Rey? (Batin Amira)
'Selesai acara ini, ke ruanganku sebentar. Ada yang harus kita bicarakan.'
Amira meniup fringe/poninya sambil memutar bola mata. Dia masukan kembali ponselnya ke dalam saku dan saling bertatapan dengan Reyhan.
"Selanjutnya, Amira dari MIPA-2. Maju ke depan sama lawan kamu."
Julian dengan sigap langsung berdiri dan menarik pergelangan tangan Amira. Dia membawanya ke atas panggung diiringi suitan dari para murid yang berusaha menggoda mereka karena berita baru pagi ini.
Keadaan aula menjadi sangat riuh atas sikap Julian memperlakukan Amira. Amira tentu sangat malu dan tidak enak hati pada Tristan.
Lihat saja, ekspresi Tristan kini sudah seperti banteng yang hendak menyeruduk. Menakutkan!
Berbeda dengan Reyhan, dia tidak fokus pada sikap Julian. Fokusnya justru teralihkan pada balutan perban di telapak tangan Amira.
Kening Reyhan sampai mengerut dengan mata membulat.
Rara terluka? Apa yang terjadi dengannya? Tunggu, tunggu ... luka di telapak tangannya terasa familiar. Sepertinya aku pernah lihat. Ah, malam itu istri paman juga bukannya terluka di bagian yang sama? (Batin Reyhan termenung)
"Siang-siang beli ikan nila. Pulangnya beli asinan dan buah naga. Hey, Amira. Kenalin, Julian sang pengagum rahasia," ucap Julian melontarkan pantun pembuka.
Semua murid yang menonton pun tergelak sambil meneriaki.
"Bhahaha ... blak-blakan amat si Julian!"
"Awas Amira, jangan ketipu! Buaya ngomongnya emang kayak gitu, wkwkwk!"
"Berisik!" seru Julian pada teman segank-nya yang mengompor-ngompori.
"Bales dong, Amira!" teriak para murid.
Amira melirik penuh maksud pada Tristan. Dia ingin setidaknya membalas rasa sakit hatinya dengan kedekatan dia dengan Julian. Amira ingin menunjukan bahwa dirinya pun bisa dekat dengan pria lain seperti Tristan yang dekat dengan Siska.
Memangnya hanya dia saja yang boleh dekat dengan wanita lain?! (Batin Amira menggerutu)
"Beli jamu di pinggir jurang. Pulangnya ketemu teman lama di jalan. Hai kamu, si manis dari kelas seberan Boleh enggak kita kenalan?" balas Amira.
Cuit cuiwwwww~
"Lho, kan kita udah kenalan lama, Ra?" ujar Julian.
"Ceritanya belom kenalan, kampret!" geram Amira.
"Oh, oke, oke." Julian hanya manggut-manggut.
"Pergi ke Amerika beli somay. Pulangnya bawa oleh-oleh. Boleh," balas Julian.
"Ih hahaha, mana ada pantun kayak gitu?" tanya Amira sambil tertawa puas di atas panggung. "Emangnya di Amerika juga ada somay? Wkwk!"
Semua murid dan jajaran juri pun ikut tertawa.
"Ye, gak tau. Gado-gado sama seblak juga ada di sana. Udah, lanjut cepet," kata Julian sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana sekolah agar terlihat cool.
"Ada tugas dari Guru Biologi. Ngerjainnya sambil sakit gigi. Hai kamu yang selalu bikin aku gerogi. Aku ucapin dulu selamat pagi!" balas Amira sambil melirik Tristan karena secara tidak langsung dia mencantumkan nama Tristan di pantunnya.
"Slebewww!!" seru para murid sambil memukul-mukul benda apa pun yang ada di sekitar mereka untuk membuat suasana semakin ramai.
"Bu Siska pergi ke Surabaya. Perginya naik kereta. Kalau kamu belum ada yang punya. Ijinkan aku berkata cinta," balas Julian.
"Cikidaw aweu aweu!" sorak murid-murid lagi.
"Makan kedondong. Makan jamu. Tutor dong. Jadi idamanmu," balas Amira lagi sambil mengulum senyum karena cukup malu berada di posisi saat ini.
"Whahaha, cakep Amira!"
"Jawab dulu, Ra. Udah ada yang punya belum?" tanya Julian sambil menguarkan rambutnya yang bervolume. Menebar pesona pada para penonton perempuan.
Banyak pasang mata yang iri pada Amira sejak tadi. Namun, Amira mengabaikan itu semua. Dia berdiri di sana saat ini hanya untuk menyelesaikan tugas saja, bukan karena hal lain.
Amira ditanya begitu oleh Julian tentu saja jadi tertekan. Dia terdiam sambil melihat Tristan dari ekor matanya. Tristan masih memperhatikannya dalam diam.
"Ra?" bisik Julian.
"Hm?"
"Udah ada yang punya belum?" tanya Julian sekali lagi.
Amira menelan salivanya sambil meremas ujung seragam. Dia berusaha tenang dan berkata dengan gugup, "B-belum."
"Belum ada yang punya katanya, guys!" teriak Julian pada para hadirin.
"Sikat, Julian!" kata teman segank-nya.
Kepala Sekolah yang sejak tadi hanya mengamati di kursi agungnya dibuat senyum-senyum atas tingkah anaknya.
Namun, Amira merasakan aura yang sangat kuat dan mendominasi dari meja juri. Dia tidak ingin menoleh untuk melihat karena sudah bisa dipastikan Tristan lah yang menjadi pusat aura gelap tersebut.
Benar saja. Tristan sedang mendengus sebal. Kedua matanya menyipit dan sorot matanya sangat tajam. Dia melihat tingkah Amira dari ujung kaki sampai kepala dengan penuh kejengkelan.
Berbeda dengan Reyhan, karena ini hanya sebuah tugas dari salah satu Guru, dia terimakan saja Amira dan Julian yang saling menggoda itu. Meski ada sedikit rasa tidak nyaman di hatinya karena Reyhan dapat menilai tingkah laku bocah ala Korea itu yang sepertinya bukan hanya gombalan semata, melainkan memang diam-diam mengagumi sosok Amira.
"Paman?" panggil Reyhan sambil berbisik.
Tristan hanya menoleh dengan tatapan dingin saja.
"Bagaimana kondisi tangan istri Paman? Sebelumnya di perjamuan makan malam dia melukai tangannya sendiri, kan?"
Tristan terdiam sambil menyipitkan matanya. Kenapa Reyhan tiba-tiba bertanya seperti itu? Sejak tadi Reyhan terus memperhatikan Amira. Apa mungkin Reyhan merasa ada yang janggal?
"Sudah diobati. Hanya luka kecil saja," jawab Tristan sambil mengalihkan fokus kembali pada Amira.
"Mana mungkin luka kecil sampai mengeluarkan banyak darah? Lalu, apa benar istri Paman hamil? Nenek sebelumnya bilang begitu."
"Tidak benar. Nenekmu salah paham," jawab Tristan sekenanya.
Reyhan membulatkan mulutnya sambil manggut-manggut. "Emm ... Paman, ada yang ingin aku tanyakan lagi. Mengenai pernikahan Paman, kenapa Paman merahasiakannya dari semua orang? Bisakah Paman memperlihatkan seperti apa istri Paman? Di perjamuan sebelumnya aku belum melihatnya dengan jelas."
Tristan kembali menoleh sambil bersandar dan melipat kedua tangannya di atas perut.
"Banyak bicara. Kenapa tidak tanyakan saja pada nenekmu?" tanya balik Tristan.
Reyhan menggelengkan kepalanya. "Nenek bilang, biar Paman saja yang memberitahu. Aku merasa ada sesuatu yang misterius dari pernikahan Paman. Aku ingin tahu. Paman tolong beritahu aku agar aku tidak mati penasaran."
"Berhentilah jadi Guru. Bantu ayahmu mengurus perusahaan, baru nanti aku beritahu," kata Tristan dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Ck, Paman! Lama-lama Paman jadi mirip Ibu!" tekan Reyhan sambil mendengus kesal.
Suara tepuk tangan bergemuruh tiba-tiba, memecah suasana diiringi suara siulan teman-teman Julian dari IPS-1. Hingga perbincangan antara paman dan keponakan itu tidak dilanjutkan lagi.
Amira dan Julian yang sudah menyelesaikan tugasnya memberi salam penutup pada para juri dan semua murid.
"Burung irian, burung cendrawasih. Cukup sekian dan terimakasih," ucap Amira dan Julian serentak sambil menarik kedua sudut bibirnya.
"Amira, jangan dulu turun! Coba dong gombalin Pak Tristan sama Pak Reyhan pake pantun, hihi ...," kata salah satu murid dari IPS-5, ngelunjak.
"Wah, iya tuh bener!"
"Iya Amira, coba gombalin Pak Tristan sama Pak Reyhan. Boleh kan ya, Bu Wiwit?"
...
Terus dukung karya ini dengan like, komen atau memberikan hadiah!
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor