Xavier Zibrano, CEO muda yang selalu di paksa menikah oleh ibunya. Akan tetapi ia selalu menolak karena masih ingin menikmati masa mudanya.
Divana Veronika, gadis cantik yang rela meninggalkan orang tuanya dan lebih memilih kekasihnya.
Namun siapa sangka, kekasih yang ia bela mati-matian justru menghianatinya. Divana memergoki kekasihnya sedang berhubungan intim dengan sahabatnya sendiri di sebuah kamar hotel.
Dengan perasaan hancur, tak sengaja Divana di pertemukan dengan Xavier yang baru saja selesai menghadiri acara gala diner di hotel yang sama.
Divana yang sedang kalut akhirnya menawarkan sejumlah uang kepada Xavier untuk menghabiskan malam bersamanya.
Akankah Xavier menerima penawaran tersebut?
Yuk simak cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Ceklek....
Dengan perlahan Xavier membuka pintu kamar kembar, lelaki itu ingin memastikan keadaan kedua putranya.
Dia melihat Noel dan Noah tidur nyenyak diatas ranjang sambil memeluk mamanya. Xavier berjalan kearah ranjang, ia berniat membenarkan selimut mereka, namun tatapannya tak sengaja melihat sesuatu yang menyehatkan mata. Xavier melihat dada Divana yang sedikit menyembul keluar.
"Sial, kenapa dia tidak memakai bra, apa dia berniat menggodaku?.... Eh, tapi kenapa ukurannya lebih besar dari sebelumnya" lirih Xavier sambil melihat ukuran dada Divana. Dia dapat menebak ukuran dada wanita itu semakin besar, lebih besar dari dulu saat menghabiskan malam dengannya.
Pemandangan itu membuat pikiran Xavier melayang kemana-mana, celananya terasa sesak, ada sesuatu benda yang memberontak minta di lepaskan.
Xavier memutuskan segera keluar dari kamar anak-anaknya, ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya sendiri.
Brak...
Xavier membuka pintu kamarnya dengan kasar, dia masuk kedalam kamar dan langsung melepas seluruh pakaiannya. Dia masuk kedalam kamar mandi.
"Kamu ini kenapa mur*han sekali sih, baru lihat begitu saja sudah berdiri" caci Sean pada benda pusakanya. terpaksa dia harus bersolo karir, menunggu sampai hubungannya dengan Divana sah.
"Sabar, setelah ijab kabul kamu bisa sepuasnya masuk kedalam sangkarmu" ucap Xavier ketika berhasil membuat benda keramatnya tertidur.
Hampir satu jam Xavier berada di dalam kamr mandi, dia memakai pakaiannya lalu keluar dari kamarnya.
Xavier menuruni anak tangga menunju ke dapur mencari pelayannya.
"Bi, tolong bangunkan putriku di kamarnya" pinta Xavier, dia takut bersolo karir lagi.
"Baik tuan muda" ucap sang pelayan dan berlalu dari hadapan Xavier.
Sarah dan Justin datang ke ruang makan, mereka melihat Xavier yang sedang duduk menunggunya.
Sarah mendudukan tubuhnya di kursi yang ada di sebelah kanan suaminya.
"Mana Diva dan kembar. Vier?" tanya Sarah.
"Lagi dibangunkan sama bibi mi" jawab Xavier.
"Kenapa kamu menyuruh bibi, kenapa tidak kamu sendiri saja yang membangunkan mereka" heran Sarah.
"Aku harus mengerjakan kerjaanku dulu mi, makanya aku menyuruh bibi untuk membangunkan mereka" ucap Xavier beralasan.
Sarah mengangguk percaya, pasalnya sang putra memang kerap kali mengerjakan pekerjaannya di rumah, apalagi sudah dari kemarin putranya itu tidak masuk kantor, pasti banyak perkerjaan yang harus di selesaikan.
Tak lama menunggu Divana dan kedua putranya tiba di ruang makan.
"Maaf, sudah membuat kalian menunggu" ucap Divana yang merasa tidak enak hati, karena telah membuat mereka menunggu.
"Tidak masalah, mami tahu pasti kalian lelah" ucap Sarah tersenyum.
"Iya nenek, mata Noel lacana nda bisa di buka, matana lengket cekali" seru Noel.
"Oh ya.... Terus Noel tidurnya nyenyak tidak?" tanya Sarah antusias.
"Nyenyak cekali, lanjangnya empuk. Noel cuka, lacanya kami beldua nda mau bangun" jawab Noel yang selalu antusias.
"Itu mah kamunya aja yang pemalas, tadi aku dan mama sudah bangun, tapi kamu belum" seru Noah tidak terima.
Bocah kecil itu beralih menatap neneknya, "Maaf, nenek. kami telat gara-gara menunggu Noel yang tidak mau bangun" adunya pada sang nenek.
Sara tertawa melihat perdebatan mereka, suasan rumahnya menjadi ramai karena celotehan mereka.
"Noel bukan pemalas, Noel itu capek makanya malas bangun. Noah ini cukanya fitnah telus" ucap Noel yang terus membela diri.
Noah merotasi bola matanya malas.
"Ayo makan, tidak baik berdebat didepan makanan" sela Xavier menghentikan perdebatan mereka.
"Iya papa" sahut mereka patuh.
Mereka duduk di tengah-tengah antara papa dan mamanya. Divana membantu mengambilkan nasi dan juga lauk untuk kedua putranya.
"Biar mama suapin aja ya" ucap Divana.
"No mama, Noel mau makan cendili" tolak Noel, sebab mereka sudah terbiasa makan sendiri.
"Tapi nanti berantakan" bujuk Divana, perempuan itu merasa tidak enak dengan calon mertuanya, dia takut membuat kotor meja makan mereka.
"Biarkan saja mereka makan sendiri Diva, nanti kalau kotor biar bibi yang membersihkannya" ucap Sarah.
"Iya mi" ucap Divana.
Dia akhirnya membiarkan putranya makan sendiri. Ia tersenyum melihat mereka makan begitu lahap, tadi kebetulan Sarah meminta pelayannya untuk memasak seafood dan juga oseng sayur untuk mereka. Sl
Sesekali Xavier menoleh melihat kedua putrinya yang makan dengan tenang. Ia tak menyangka ternyata makanan kesukaan putranya sama seperti dirinya.
"Nenek dapulnya dimana" tanya Noel setelah menyelesaikan makannya.
"Mau ngapain sayang" tanya Sarah penasaran.
"Kami mau meletakkan piring kami nek" jawab Noah.
"Taruh saja di meja biar nanti bibi yang membereskannya" ucap Sarah.
Kembar menggeleng tidak setuju, mereka terbiasa setelah makan langsung meletakkan piringnya ke dapur. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaan mereka saat di rumah lama.
"Bial Noel aja yang naluh pilingnya nek, kacihan bibinya capek cudah belcih-belcih lumah" kekeuh Noel
Sarah jadi malu sendiri mendengar ucapan cucunya, dia sudah terbiasa dari dulu di layani oleh pelayan. Maklum saja Sarah merupakan anak tunggal dari keluarga kaya raya.
"Ayo ikut nenek" ajak Sarah sambil membawa piring bekas dia makan.
Dengan berhati-hati kembar mengikuti langkah neneknya dari belakang menuju ke dapur.
Pelayan cukup kaget saat melihat nyonya besarnya membawa piring kotornya sendiri kedapur.
"Nyonya kenapa di bawa kesini, nanti biar saya saja yang membereskan meja makannya" ucap pelayan.
Sarah hanya diam, bingung mau menjawab apa.
"Nda apa bibi, kata mama kalau habis makan pilingnya halus di bawa ke dapul" ucap Noel yang angguki oleh Noah.
Pelayan tersenyum dan mengambil alih piring dari tangan mereka.
"Terima kasih tuan kecil" ucap pelayan.
"Cama-cama bibi, Noel juga telima kacih, macakan bibi cangat enak" puji Noel sambil mengacungkan ibu jarinya membuat pelayan itu terkekeh.
Sementara di meja makan, Justin sangat penasaran dengan didikan Divana, di usia kembar yang baru mau memasuki usia empat tahun tetapi sudah pintar dan mandiri.
"Mereka terbiasa seperti itu" tanya Justin penasaran.
"Iya pi, aku di rumah hanya sendirian dengan mereka berdua. Tidak ada pengasuh ataupun pembantu yang membantuku. Aku tidak bisa membayangkan jika aku harus mengerjakan segala sesuatunya sendiri, pasti sangat merepotkan. Itu mengapa aku mengajarkan mereka untuk mandiri" terang Divana.
Xavier menghela nafas panjang, ia jadi merasa bersalah selama ini tidak ikut andil dalam mengasuh kedua putranya. Andai dia bisa menemukannya sejak dulu pasti dia bisa meringankan sedikit beban yang di tanggung oleh perempuan itu.
"Maaf" ucap Xavier sendu.
"Tidak perlu meminta maaf semuanya sudah berlalu, kamu bisa melihat sendiri kalau mereka tumbuh dengan baik" ucap Divana bijak.
Justin mengajak mereka beranjak dari ruang makan, dan menuju ke ruang keluarga untuk melanjutkan obrolan mereka.
Noah mendekati papanya yang sedang duduk.
"Kenapa boy?" tanya Xavier.
"Sekolah Noah gimana papa" tanya Noah.
"Lusa kita cari sekolah baru untuk kalian, untuk sementara waktu kalian libur terlebih dulu. Kalian bisa belajar dulu dengan mama di rumah" ucap Xavier, dia berencana setelah ijab kabul nanti dia baru akan mencari sekolah baru untuk kedua putranya.
"Noah kenapa tanya cekolah cih, cepelti nda ada yang lain aja. kita belmain dulu aja Noah" ucap Noel yang tidak setuju dengan sang kembaran.
"Kamu saja yang libur, aku mau sekolah biar pintar, nda seperti kamu pemalas" sahut Noah.
Noel mencebikan bibirnya sebal, karena selalu di ejek pemalas. Dia bukan pemalas, hanya saja dia tidak suka belajar seperti Noah.
"Sekolahkan mereka di tempat Michi aja Vier" usul Sarah.
"Tidak mau, nanti mereka ketularan ngeyelan seperti Michelle" tolak Xavier.
Lelaki itu bukan karena tidak menyukai Michelle, hanya saja dia pusing kalau putranya ketularan seperti Michelle, sepupunya saja sering mengeluh padanya.
*****
Di sebuah rumah mewah terlihat perempuan tengah baya sedang melamun seorang diri di balkon kamarnya, taka lama suaminya datang menghampiri istrinya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan hmm"
Perempuan paruh baya itu menoleh melihat suaminya, lalu kembali menatap langit gelap.
"Aku memikirkan putrimu, sudah hampir enam tahun dia tidak ada kabarnya, Aku takut dia kesusahan di luar sana" jawab perempuan itu sambil matanya menatap lurus kedepan.
Terdengar helaan nafas dari suaminya, dia dan putranya sudah mencari kabar tentang putrinya tapi mereka belum menemukanya, mereka sudah bertanya kepada mantan kekasihnya tapi dia juga tidak tahu keberadaan putrinya.
"Doakan saja dia baik-baik saja, aku dan putramu sampai sekarang masih mencari keberadaannya, kita benar-benar kehilangan jejaknya"
Sang istri berbalik dan memeluk suaminya. "Aku merindukannya, aku rindu sifat manjanya, aku rindu dia yang merengek karena meminta sesuatu, aku rindu segala sesuatu tentangnya"