Aku di kenal sebagai gadis tomboy di lingkunganku. Dengan penampilanku yang tidak ada feminimnya dan hobby ku layaknya seperti hobby para lelaki. Teman-teman ku juga kebanyakan lelaki. Aku tak banyak memiliki teman wanita. Hingga sering kali aku di anggap penyuka sesama jenis. Namun aku tidak perduli, semua itu hanya asumsi mereka, yang pasti aku wanita normal pada umumnya.
Dimana suatu hari aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya, kami bertemu dalam suatu acara tanpa sengaja dan mengharuskan aku mengantarkannya untuk pulang. Dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya dan menganggap dia sebagai ibuku, apalagi aku tak lagi memiliki seorang ibu. Namun siapa sangka, dia berniat menjodohkan ku dengan putranya yang ternyata satu kampus dengan ku, dan kami beberapa kali bertemu namun tak banyak bicara.
Bagaimana kisah hidupku? yuk ikuti perjalanan hidupku.
Note: hanya karangan author ya, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Kesempatan Kedua untuk Galaksi
Setelah pertemuan malam itu, sesuatu mulai berubah dalam diriku. Dinding yang aku bangun di hatiku mulai retak, meski aku masih berusaha keras untuk mempertahankannya. Galaksi memang keras kepala, tapi entah kenapa, dia justru menyukai sisi itu.
Pagi harinya, aku dan Galaksi kembali ke kota dengan motor masing-masing. Kebetulan acara teman kampus kami memang di luar kota. Sepanjang perjalanan, Aku berkali-kali memergoki Galaksi mengawasiku dari kaca spion. Saat berhenti di sebuah warung kecil untuk sarapan bersama teman-teman, Galaksi sengaja duduk di dekatku.
“Jadi, kapan aku bisa dapet jawaban?” tanya Galaksi tiba-tiba, suaranya rendah namun serius.
Aku mendongak, alisku terangkat. “Jawaban apa?”
“Jawaban soal pernikahan kita. Ummi udah nunggu lama. Aku juga.”
Aku terdiam, menatap cangkir minumanku. “Aku nggak mau jawab apa-apa sekarang, Galaksi. Aku masih butuh waktu.”
Galaksi mengangguk. “Oke. Aku bakal tunggu. Tapi aku nggak akan berhenti ngingetin kamu.”
Perjuangan di Kampus
Hari-hari setelah itu, Galaksi kembali gigih mendekatiku. Dia mengantarku ke kelas, meski kami beda jurusan. Dia juga sering datang ke kedai kopiku untuk membantu, meskipun Aku terkadang mengabaikannya.
Di kampus, Maya masih mencoba mendekati Galaksi, tapi kali ini dengan cara yang lebih halus. Dia sering berpura-pura membutuhkan bantuan tugas atau penelitian.
“Galaksi, aku nggak ngerti bagian ini. Bisa bantuin aku?” tanya Maya suatu sore di perpustakaan.
Galaksi menatapnya datar. “Maya, aku sibuk. Kalau kamu butuh bantuan, tanya orang lain.”
“Tapi kamu yang paling ngerti, Galaksi,” Maya mencoba tersenyum manis, tapi Galaksi tidak terpengaruh.
“Aku udah bilang, aku sibuk.” Galaksi berdiri dan pergi meninggalkan Maya.
Maya menggertakkan giginya. Dia tidak percaya bahwa usahanya selama ini sia-sia. “Senja itu nggak pantas buat dia,” gumamnya pelan.
Pertemuan dengan Ummi Ratna
Di sisi lain, Aku juga tidak bisa menghindar dari perhatian Ummi Ratna. Wanita paruh baya itu datang ke kafeku suatu sore, dengan senyum lembut seperti biasa.
“Senja, nak kamu sibuk?” tanya Ummi.
“Enggak, Ummi. Ada apa?”
Ummi Ratna duduk di salah satu kursi, memandangi Aku dengan tatapan keibuan. “Ummi cuma mau ngobrol. Kamu masih mikirin soal pernikahan itu?”
Aku mengangguk pelan. “Aku masih bingung, Ummi. Aku takut. Kalau aku nggak bisa jadi istri yang baik, gimana?”
“Kamu tahu, nggak ada yang langsung jadi istri yang sempurna. Pernikahan itu proses, Nak. Dan Ummi lihat, kamu dan Galaksi saling melengkapi.”
“Tapi aku belum siap,” jawabku lirih.
Ummi Ratna menggenggam tanganku. “Kalau kamu terus nunggu sampai siap, kamu nggak akan pernah mulai. Kadang, kamu harus ambil langkah pertama dulu, baru kamu tahu kalau kamu bisa.”
Senja dan Kenangan Lama
Malamnya, Aku duduk sendirian di apartemenku. Aku memandangi foto orang tuaku yang selalu Aku simpan di meja kerjaku. Kehilangan mereka di usia muda membuatku terbiasa hidup mandiri. Namun, di sisi lain, itu juga membuatku takut bergantung pada orang lain.
Aku teringat saat pertama kali bertemu Galaksi di kampus. Saat itu, Aku tidak pernah menyangka seorang lelaki seperti Galaksi akan mendekatiku setelah insiden tak terduga itu.
“Senja, kamu harus percaya sama aku,” gumamku, menirukan kata-kata Galaksi di Puncak.
Aku menghela napas panjang. Mungkin sudah waktunya memberikan kesempatan kedua, bukan hanya untuk Galaksi, tapi juga untuk diriku sendiri.
Galaksi dan Kejutan Kecil
Beberapa hari kemudian, Galaksi muncul ke kafe milikku dengan membawa sebuah kotak kecil. Dia terlihat gugup, tapi berusaha terlihat santai.
“Ada apa lagi, Galaksi?” tanyaku, sambil melipat lengan di depan dada.
“Ini buat kamu,” katanya, menyodorkan kotak itu.
Aku mengambilnya dengan alis terangkat. Saat membuka kotaknya, Aku menemukan sebuah gelang sederhana dengan tulisan kecil di tengahnya, 'Senja.'
“Ini apa?” tanyaku, bingung.
“Cuma pengingat,” jawab Galaksi. “Pengingat kalau aku nggak akan berhenti berusaha sampai kamu percaya lagi sama aku.”
Aku menatap gelang itu lama, sebelum akhirnya menyelipkannya ke pergelangan tanganku.
Konflik dengan Maya
Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, Maya kembali membuat ulah. Dia datang ke kedai kafeku, dengan senyum tipis yang tidak menyenangkan.
“Senja, aku cuma mau bilang sesuatu,” kata Maya, sambil duduk di salah satu kursi.
“Aku lagi sibuk,” jawabku dingin.
“Ini nggak lama, kok,” kata Maya. “Aku cuma mau bilang, kamu itu nggak cocok sama Galaksi. Kamu tahu itu, kan? Dia butuh seseorang yang lebih baik, dan lebih lembut.”
Aku menghentikan gerakanku, menatap Maya dengan tatapan tajam. “Kalau kamu cuma mau ngomong soal itu, mending kamu pergi.”
“Tapi aku cuma peduli sama dia,” kata Maya, pura-pura manis. “Kamu tahu dia bisa dapat yang lebih baik, kan?”
Aku tidak menjawab, tapi tatapanku cukup untuk membuat Maya akhirnya berdiri dan pergi.
Langkah Terakhir Galaksi
Galaksi tahu tentang kejadian itu dari salah satu barista Senja. Tanpa berpikir panjang, dia pergi menemui Maya di kampus.
“Maya, kita harus bicara,” katanya dengan nada tegas.
“Ada apa, Galaksi?” tanya Maya, berpura-pura tidak tahu.
“Aku nggak tahu apa tujuanmu, tapi aku nggak suka kamu ganggu Senja. Ini peringatan terakhirku, Maya. Kalau kamu masih nekat, aku nggak akan segan-segan ambil tindakan.”
Maya terdiam, wajahnya memerah. Tapi dia tahu, Galaksi tidak main-main.
Malam itu, Aku duduk di apartemenku, memandangi gelang di pergelangan tanganku. Aku teringat semua usaha Galaksi untuk mendapatkan kepercayaanku kembali.
Aku mengambil ponselku, mengetik pesan singkat untuk Galaksi.
“Kita harus bicara. Besok ketemu di kedai.”
Galaksi yang membaca pesan itu langsung tersenyum lega. Mungkin, ini adalah awal dari kesempatan kedua yang selama ini dia perjuangkan.
To Be Continued...
apa yg dikatakan Senja benar, Galaksi. jika mmg hanya Senja di hatimu, tidak seharusnya memberi Maya ruang dalam hidupmu. padahal kamu tahu betul, Maya jatuh hati padamu.
Tidak bisa menjaga hati Senja, berarti kesempatan lelaki lain menjaganya. jangan menyesal ketika itu terjadi, Galaksi