Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Mau pergi ke mana kau?" tanya Cio sambil berjalan cepat menghampiri Elil yang hendak keluar. Begitu sampai, dia langsung mencekal pergelangan tangan gadis ini kemudian menatapnya lekat. Cio bergumam. "Kenapa wajahnya jadi imut begini ya? Perasaan kemarin biasa-biasa saja. Ini mataku yang bermasalah atau dia memang imut?"
Mendengar gumaman Cio yang tidak terlalu jelas, Elil malah melihat ke sana kemari. Di sana hanya ada mereka berdua, tapi kenapa Cio menyebut nama marmut?
"Di mana binatangnya?"
"Hah?"
"Kau bilang ada marmut. Mana?"
Untuk beberapa detik Cio hanya diam mencerna ucapan Elil. Dan begitu sadar apa yang dimaksud oleh gadis ini, dadanya langsung bergemuruh. Idiot. Ingin sekali dia melontarkan kalimat ini.
(Sabar Cio, sabar. Kau bisa kena tekanan darah tinggi kalau tak pandai-pandai menjaga emosi. Sabar,)
"Ekhmm! Kau mau pergi ke mana?" tanya Cio mengalihkan pembicaraan. Berusaha melupakan tentang marmut menjengkelkan.
"Aku mau pergi bekerja," jawab Elil jujur. "Sudah hampir seminggu aku absen. Takutnya nanti aku dipecat,"
"Apa ucapanku waktu itu belum membuatmu paham juga? Mulai sekarang kau tidak diijinkan untuk bekerja lagi. Semua kebutuhanmu, aku yang akan tanggung. Mengerti?"
"Mengerti, tapi aku tetap ingin bekerja. Aku juga ingin bertemu dengan Ilona dan bercerita tentang kejadian saat aku kemasukan batang kayu. Dia pasti bisa menjelaskan kenapa semua itu bisa terjadi. Ilona itukan paling tahu segalanya,"
Glukk
Ini petaka. Ya, Cio sadar akan hal tersebut. Susah payah dia menyembunyikan Elil dari semua orang kecuali orang tuanya, masa iya dia akan membiarkan gadis ini membongkar perbuatan mereka. Tidak bisa, Cio tidak mau para sepupunya tahu kalau dia akan dinikahkan paksa dengan gadis ini akibat salah masuk lubang.
"Oya, Cio. Bibi Patricia bilang kita mau menikah. Kenapa menikah? Memangnya kau punya uang?" tanya Elil penuh selidik. Dia punya mimpi agar bisa menikah dengan laki-laki kaya seperti yang dirasakan oleh sahabatnya. "Kerjamu hanya duduk di rumah ini. Kau pengangguran."
"A-APA?"
"Pengangguran. Kau tidak punya pekerjaan. Tidak sepertiku yang punya profesi penting di kantornya Karl. Aku sangat handal lho membersihkan debu yang menempel di ruangan para karyawan,"
Jangan ditanya seperti apa raut wajah Cio sekarang. Seorang pewaris tunggal dari kekayaan dua keluarga konglomerat disebut pengangguran? Oh Tuhan, bolehkah Cio meminjam palunya Thor untuk menggetok kepala Elil agar bisa berpikir jernih? Cio Morigan Stoller pengangguran? Hanya Tuhanlah yang tahu betapa geramnya dia sekarang.
"Ngomong-ngomong baju siapa yang selalu ku pakai selama tinggal di sini ya? Semua barangku ada di kontrakan. Apa pakaian ini milik kekasihmu?" tanya Elil yang baru teringat akan pakaian yang melekat di badan.
"Aku tidak punya kekasih," jawab Cio cetus. Dia tak lagi mencekal pergelangan tangan Elil. Muak, tapi tak berani berbuat lebih. Gadis ini dilindungi oleh kekuatan ratu rimba. Lecet sedikit, nyawanya akan jadi taruhan.
"Oh tidak laku ternyata,"
"YAKKK!"
"Tidak punya kekasih berarti tidak laku, Cio. Bodoh sekali. Masa begini saja tidak tahu,"
"Kau ... kau .... "
"Iya iya tahu aku ini pintar. Kau tidak perlu berterima kasih padaku. Aku maklum," sahut Elil menyela ucapan Cio sambil menganggukkan kepala penuh percaya diri. Setelah itu dia menepuk bahunya. "Jangan khawatir. Ada banyak wanita di luaran sana. Kejar dan jadikan salah satu dari mereka sebagai kekasihmu. Oke?"
Setelah memberikan petuah yang hampir membuat Cio muntah darah, Elil dengan santainya melenggang keluar dari apartemen. Hampir seminggu terkurung di dalam bangunan tersebut, akhirnya dia bisa menghirup udara bebas lagi. Saking Elil merasa senang, dia tak ragu menyapa orang yang berpapasan dengannya. Namun, sapaan tersebut mendapat respon yang kurang baik. Balasan mereka begitu sinis.
"Aneh sekali,"
"Kau yang aneh." Cio menatap datar ke arah Elil. Terpaksa dia menyusul gadis ini keluar karena takut tersesat tak tahu jalan. "Masuk. Jangan keluyuran. Nanti kau diculik orang!"
"Siapa yang mau menculikku?"
"Setan!"
"Setan?" beo Elil.
"Setan berkepala hitam yang suka makan daging manusia. Mau kau .... "
Greepp
"Cio, apa benar ada manusia seperti itu?"
Sudut bibir Cio berkedut. Senang karena lengannya bergesekan dengan cumpukan daging kenyal yang besarnya tidak seberapa. Namun, kesenangan di diri Cio tak berlangsung lama saat dua orang wanita berjalan menghampiri mereka.
"Halo, Tuan Cio. Long time no see. Apa kabar?"
"Selalu baik," jawab Cio agak acuh.
"Wanita ini ... siapa?" tanya salah satu wanita seraya menatap sinis pada gadis muda yang menempel di tubuh Tuan Stoller.
Elil yang takjub akan ukuran gunung kembar milik dua wanita di hadapannya, tanpa sadar mengeluarkan celetukan asal.
"Wow, dada kalian seperti mau meledak. Dadaku sangat rata, bisakah berbagi tips agar ukuran dadaku naik menjadi level dewa?"
"K-kau ... apa maksudmu bertanya seperti itu? Sedang mengejek kami apa bagaimana?"
"Tidak, aku tidak mengejek kalian. Aku cuma kagum saja dengan itu," jawab Elil sambil menunjuk ke arah dada. "Besar, bulat, dan sepertinya juga sangat keras. Apa rahasianya?"
"Rahasianya? Hahahaha,"
Sebelah alis Cio terangkat ke atas mendengar tawa wanita-wanita tersebut. Tersinggung, dia merasa tak terima pertanyaan polos Elil disambut dengan tawa ejekan seperti itu.
"Isi dibalik gunung yang kau kagumi adalah gumpalan plastik. Itu palsu,"
"APA! Tuan Cio, apa yang baru saja kau katakan? Kata siapa ini terbuat dari plastik? Dada kami asli ya," seru salah satu wanita salah tingkah. Wajah mereka merah padam seperti buah tomat. Malu.
"Asli darimana. Jangan lupa, aku juga pernah menyentuh dada plastik milikmu. Kau kira bisa membesar hanya karena sering dir*mas?" ejek Cio sambil menyeringai lebar. "Masih mending milik gadis ini. Walau pun sedikit rata, tapi miliknya masih asli keluaran dari pabrik."
Elil bingung mencerna percakapan antara Cio dengan dua wanita yang katanya berdada plastik. Otaknya tak sanggup menerka bagaimana cara Tuhan menciptakan dada sebesar itu hanya dari bahan plastik. Ini terlalu tidak masuk akal.
"Emm Cio, bukankah kita semua adalah ciptaan Tuhan ya?"
"Jangan dilanjut, Lil. Aku tahu ke mana arah pikiranmu sekarang," sahut Cio mulai waspada. Gadis ini sudah membuka gerahamnya, tekanan darahnya pasti naik sebentar lagi.
"Kita sama-sama ciptaan Tuhan, kok punya mereka besar dan punyaku rata? Memang di pabrik mana mereka dibuat?"
"Elil, cukup!"
"Ini tidak adil. Aku harus mencari cara untuk membesarkan dadaku,,"
"Milik mereka dibuat oleh dokter. Tuhan tidak ikut campur. Argghhh!"
"Dokter?"
Triingg
Sebuah ide brilian langsung muncul di pikiran Elil begitu mendengar perkataan Cio. Sambil menatap penuh kagum pada dada wanita di hadapannya, Elil mengeluarkan tekad. "Nona, sekarang aku sudah tahu rahasianya. Setelah ini aku akan mencari dokter yang bisa membuat dadaku menjadi lebih besar, bahkan lebih besar dari milik kalian. Dengan begitu harga diriku akan naik setingkat dan tidak lagi disebut gadis berdada rata. Jadi tidak sabar. Hehehe,"
Bolehkah Cio menjadikan Elil sebagai patung manekin? Pemikiran gadis ini terlalu jauh dari jangkauan. Cio frustasi.
***
kapan up maaak
jangan keluyuran sendiri sendiri ada
👁️👁️ yang sedang mengintai dirimu
😳