Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
"Ya, saya buka sekarang." Annelise mutuskan sambungan telfon dari Bryan. Dia menyibak selimut dan melompat turun dari ranjang lalu setengah berlari membuka pintu kamarnya.
"Pak Bryan saya takut, sejak tadi pintu kamar saya di ketuk." Lapor Annelise. Wajah pucatnya tidak bisa bohong kalau dia benar-benar ketakutan.
"Masuk dulu,," Titah Bryan dan melangkah maju ke dalam kamar Annelise. Annelise mundur, dia memberi jalan untuk Bryan masuk ke dalam kamarnya. Setelah masuk, Bryan menutup pintu dan menguncinya. Pria itu lantas melirik Annelise yang tidak protes sama sekali. Jika tidak dalam keadaan terdesak seperti ini, mungkin Annelise akan berteriak dan mendorong Bryan keluar dari kamarnya sebelum pintu kamar di kuncinya.
Keduanya sudah duduk di sofa, saling berhadapan. Annelise terlihat memainkan jari-jarinya dan sesekali melirik ke arah pintu.
"Kenapa tidak menghubungi petugas hotel.?" Tanya Bryan.
"Bagaimana kalau ternyata petugas hotel berniat jahat padaku.?" Bukannya menjawab pertanyaan Bryan, Annelise malah balik bertanya. Tapi pertanyaan itu mampu membuat Bryan bungkam dan cukup kagum dengan tingkat kewaspadaan Annelise yang tinggi. Di tempat baru seperti ini, sebaiknya memang harus berhati-hati dengan orang asing.
Tokk,, tokk,, tokk,,,
"Pak Bryan.!!" Pekik Annelise seraya melonjak dari duduknya dan langsung pindah ke samping Bryan. "Bapak dengar kan.?" Tanya Annelise ketakutan.
Bryan mengangguk, lalu berdiri dari duduknya untuk mengecek keadaan di luar. Namun Annelise malah menahan tangan Bryan dan melarang pria itu membuka pintu.
"Jangan di buka Pak, bagaimana kalau seseorang sudah menyiapkan balok dan siap memukul kepala Pak Bryan." Cegahnya. Annelise bisa berfikir sejauh itu karna sering menonton drama dan membaca novel yang memiliki konflik berat.
"Biar aku cek dulu, kamu disini saja kalau takut." Bryan menarik tangannya dari genggaman Annelise. Tapi sebelum melepaskan tangannya, Bryan sempat memandangi adegan itu beberapa detik. Bukankah Annelise baru saja melakukan kontak fisik dengannya.? Diam-diam Bryan mengulum seringai tipis, sangat tipis sampai siapapun tidak akan bisa menyadarinya.
"Pak, saya mohon jangan ambil resiko. Orang itu sudah 6 kali mengetuk kamarku. Sepertinya bukan orang iseng, pasti punya tujuan."
Bryan menoleh kebelakang, dia tidak tau kalau ternyata Annelise mengikutinya.
"Sudah aku bilang, tunggu saja di sofa." Nada bicara Bryan sedikit meninggi dari biasanya. Bryan memang tidak suka di bantah, apapun alasannya.
"Please jangan buka pintu." Annelise menggenggam tangan Bryan untuk kedua kalinya. Kali ini wajahnya sedikit memohon dan berharap Bryan mau mendengarkan ucapannya.
Bryan menatap ke bawah, melihat tangannya di genggam erat oleh Annelise. Pria itu tertegun sejenak, dia bisa merasakan hal itu untuk kedua kalinya. Bryan sudah menduga dirinya memang normal, tapi masih ada yang mengganjal karna belum pernah melakukan sentuhan yang lebih intim. Lebih tepatnya, belum pernah melakukan sentuhan yang bisa membangkitkan gairahnya.
"Kalau tidak di buka, bagaimana kita bisa tau pelakunya." Sahut Bryan. Kali ini dia sudah berada di dekat pintu dan bersiap membukanya jika kembali terdengar suara ketukan pintu.
Selang beberapa menit, seseorang kembali mengetuk pintu. Detik itu juga Bryan langsung membuka pintu dan mendapati pria berpakaian serba hitam, memakai masker dan penutup kepala.
"Siapa kau.!!" Bryan berhasil menangkap pria itu dengan mencekal kuat pergelangan tangannya sebelum sempat melarikan diri.
Pria itu panik, dia berusaha menendang perut Bryan. Beruntung Bryan bisa menghindar. Sementara itu Annelise sudah ketakutan dan berteriak minta tolong.
Bryan dan pria misterius itu terlibat perkelahian, saling memukul dan menendang. Sejurus kemudian pria itu tampak merogoh kantong jaketnya.
Mata Annelise membulat sempurna melihat pria misterius itu mengeluarkan pisau lipat dan berusaha melukai Bryan.
"Pak Bryan, awas,,!" Annelise mendorong pria itu sekuat tenaga dan berhasil merobohkannya. Beberapa pengunjung dan petugas hotel tampak berdatangan setelah mendengar suara keributan.
Pria misterius itu buru-buru bangun dan mencoba kabur. Tapi sebelum kabur, pria itu sempat melukai lengan Annelise dengan pisau lipatnya.
Annelise berteriak kesakitan, dia memegangi lengannya yang berdarah.
"Sial.!!" Umpat Bryan yang hendak mengejar pria itu tapi mengurungkan niatnya karna melihat Annelise terluka.
"Tangkap pria itu.!" Titah Bryan pada petugas dan security hotel.
"Baik Pak." Keduanya berlari kencang mengejar pria misterius yang berlari ke arah lift.
Bryan menghampiri Annelise, dia mengeluarkan saputangan dari saku celananya untuk mengikat luka di pergelangan tangan Annelise.
"Kita ke dokter sekarang." Bryan membopong tubuh Annelise dalam gendongannya dan segera pergi ke rumah sakit terdekat.
...******...
Di ruangan UGD, tangan Annelise sudah selesai di obati. Beruntung luka sayatan di lengan Annelise tidak dalam, jadi hanya perlu di obati dan perban tanpa harus di jahit.
"Ini akibatnya kalau tidak patuh.! Sudah aku bilang tunggu di sofa, tetap saja ikut keluar." Omel Bryan setelah membantu Annelise turun dari brankar.
Annelise melirik Bryan dan tidak bisa berkata-kata karna mulut pedasnya. Padahal Annelise sejak tadi sedang mengagumi sikap Bryan yang cukup sigap dan perhatian selama menolongnya, tapi siapa sangka Bryan akan kembali ke setelan pabrik begitu selesai menolongnya.
"Terimakasih. Saya bisa jalan sendiri." Annelise segera menarik diri dari samping Bryan yang tadi masih memegangi tangannya. Dia jadi kesal pada bosnya karna sangat menyebalkan. Bisa-bisanya Bryan menyalahkannya disaat tangannya terluka. Padahal kalau Bryan tidak membuka pintu, tangan Annelise pasti masih mulus tanpa ada luka sayatan.
"Kamu mau kemana.?!" Seru Bryan ketika melihat Annelise belok kanan setelah keluar dari ruang UGD. Padahal untuk menuju tempat parkir harus belok kiri.
"Ke hotel, memangnya kemana lagi. Aku mau naik taksi saja." Jawab Annelise tanpa menghentikan langkahnya.
"Supir taksi mana yang akan mengantarkan penumpang tanpa di bayar.?" Seloroh Bryan dengan senyum kecut.
Annelise menghentikan langkah, dia baru sadar tidak membawa apapun. Bahkan ponselnya juga ada di hotel. Mau tidak mau, Annelise terpaksa berbalik dan mengikuti langkah Bryan menuju parkiran.
"Sudah terluka seperti itu, masih saja menantang bahaya. Sekarang jam setengah 12 malam, bukan siang bolong." Bryan kembali mengoceh, Annelise tampak menarik nafas dalam tanpa berniat menjawabnya.
Kurang dari 10 menit, mereka sudah tiba di hotel. Masalah pria misterius itu masih di selidiki oleh pihak hotel. Tadi saat baru sampai di rumah sakit, Bryan langsung menghubungi pemilik hotel yang kebetulan pernah jadi rekan bisnis Daddynya. Bryan meminta kasus tadi di usut tuntas. Pelaku harus di tangkap dan dijebloskan ke penjara karna melakukan perbuatan yang mengancam nyawa orang lain.
Bryan mengantar Annelise sampai di depan pintu kamar hotel. "Cepat masuk." Titahnya.
Annelise menggeleng, nyatanya dia tetap takut dan sedikit trauma dengan kejadian yang menimpanya. Dia jadi tidak berani masuk ke kamarnya lagi.
"Saya takut Pak." Lirih Annelise dengan kepala tertunduk.
Bryan menghela nafas, dia lantas masuk lebih dulu ke kamar Annelise karna paham kode dari Annelise.
Melihat Bryan masuk ke kamarnya, Annelise akhirnya ikut masuk. Kini keduanya sudah berada di dalam kamar yang sama.
"Aku tidak pernah tidur di sofa, kalau kamu tidak mau tidur satu ranjang denganku, berarti kamu yang harus tidur di sofa." Ucap Bryan.
"Saya paham." Tanpa protes sedikitpun, Annelise mengambil bantal dan selimut di atas ranjang, lalu membawanya ke sofa.
Ini akan menjadi pengalaman pertama mereka, tidur satu kamar dengan lawan jenis meski tidak satu ranjang. Tapi apapun bisa terjadi.
wajar klo sll salah paham...