"Sepuluh juta untuk satu bulan," Seorang wanita cantik menyodorkan uang dua gepok didepan seorang wanita lain.
Wanita yang diberi menelan ludah dengan susah payah, melihat dua tumpuk uang yang ada didepan mata.
"Jika kamu bekerja dengan baik, saya akan tambahkan bonus," Kata wanita kaya itu lagi.
"B-bonus," Sasmita sudah membayangkan berapa banyak uang yang akan dia terima, dengan begitu Sasmita bisa memperbaiki ekonomi hidupnya
"Baik, saya bersedia menjadi pelayan suami anda,"
Yang dipikir pekerjaan pelayan sangatlah mudah dengan gaji yang besar, Sasmita yang memang pekerja rumah tangga bisa membayangkan apa saja yang akan dia kerjakan.
Namun siapa sangka pekerjaan yang dia pikir mudah justru membuatnya seperti di ambang kematian, Sasmita harus menghadapi pria yang temperamental dan tidak punya hati atau belas kasihan.
Bagaimana Sasmita akan bertahan setelah menandatangani perjanjian, jika tidak sanggup maka dirinya harus mengembalikan dua kali lipat uang yang sudah dia terima
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lihat siapa yang akan bertahan
"Jaga batasan mu!" Ucap Riko dengan nada penuh penekanan.
"Kau lupa jika pelayan seperti mu tak pantas banyak bicara! kalian hanya butuh uang kan!" Hardik Riko dengan tatapan remeh.
"Apa uang yang ku berikan kurang, sehingga kau sangat bebal untuk bertahan!" Ketusnya lagi dengan wajah meledek.
Sasmita mempertahan air matanya yang hampir luruh, sekuat tenaga Sasmita menahannya agar tak terlihat lemah didepan Riko.
Jika saja dirinya tidak membutuhkan uang, mungkin juga Sasmita memilih pergi. Siapa yang akan tahan bekerja dengan pria tempramen dan memiliki mulut pedas sepertinya. Pantas saja banyak pelayan yang memilih mengundurkan diri dari pada bertahan.
"Mungkin untuk orang seperti anda uang bukanlah hal yang sulit, tapi bagi saya uang adalah segalanya... jadi mari kita lihat siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan mengaku kalah."
Sasmita berjongkok untuk memunguti makanan yang berserakan, meskipun baju bagian depannya tampak kotor dan bagian perutnya sedikit nyeri, Sasmita tetap membersihkan tanpa memperdulikan Riko yang menatapnya semakin tajam.
"Kau pelayan keras kepala! Baiklah kita lihat seberapa besar kau masih ingin berada disini." Sinis Riko dengan seringainya.
*
*
Tiga hari telah berlalu, tiga hari pula Sasmita mengalami tekanan darah tinggi dan harus banyak stok kesabaran. Ternyata tak begitu mudah untuk membuat Riko menerima dirinya, pria itu selalu membuat ulah dan menguji kesabaranya.
"Kau mau membunuhku dengan makanan pedas seperti ini!"
Prang
"Minuman ini hanya cocok diminum oleh pelayan seperti mu..!"
Byurr
"Kau tidak becus melakukanya dengan benar! Pantas saja kau diberi suami yang lumpuh!"
Deg
Setiap cacian dan hinaan yang di lontarkan Riko padanya tak pernah ia ambil hati, Sasmita tahu jika Riko melakukannya hanya untuk membuatnya menyerah. Hanya saja saat pria itu mengungkit kehidupannya membuat Sasmita benar-benar merasakan seperti diremas tepat di jantungnya. Jika dia tak punya hati mungkin ia tak akan mau menikah dengan pria cacat. Akan tetapi semua itu sudah menjadi pilihan hidupnya, Sasmita akan menjalaninya dengan sepenuh hati.
"Mas!"
Sasmita membuka pintu rumah yang tidak terkunci, hari ini Sasmita pulang untuk menjenguk suaminya seperti sesuai perjanjian.
Dari dalam muncul seorang wanita paruh baya sambil mendorong kursi roda Hardi.
"kenapa baru datang kamu? ini sudah hampir siang!" Hardik wanita paruh baya yang menatap Sasmita dengan kesal.
"Ibu, ibu kapan datang?" Sasmita selalu bersikap sopan pada ibu mertuanya meskipun cara bicara mertuanya selalu pakai otot.
"Sejak kemarin, Hardi telepon kalau kamu kerja dan menginap," Katanya lagi dengan nada masih sama.
Sasmita menatap suaminya meminta penjelasan.
"Iya Sas, Mas telepon ibu karena kemarin kaki mas kram benget," Tutur Hardi.
Hardi pun menyentuh tangan Sasmita dengan hangat.
"Bagaimana pekerjaan mu? Apa majikan mu merepotkan?" Tanya Hardi sambil menatap wajah ayu istrinya yang sama sekali belum ia sentuh.
"Ngak mas, pekerjaan ku baik," Katanya dengan senyum.
"Syukurlah, semoga kamu betah ya, karena gajinya besar," Ucap Hardi yang di tanggapi senyum masam Sasmita.
"Ibu belum makan, dirumah mu tidak ada apa-apa!" Rita duduk dikursi dengan tatapan tajam pada Sasmita, "Kamu masak dulu sana, kalau gak beli bukanya uang kamu banyak habis dibayar di muka!" Cerocos Rita.
'Kenapa ibu bisa tahu, pasti mas Hardi yang beri tahu,'
"Iya Bu, kebetulan aku sudah belanja, jadi masak saja ya."
Berlalu menuju dapur, sengaja tadi berbelanja kebutuhan rumah lebih dulu agar dirinya bisa langsung masak. Dan tanpa diduga ternyata juga ada ibu mertuanya.
Saat melihat Sasmita berlalu ke dapur, Rita menatap putranya dan berkata.
"Ibu bisa bantu kamu cari uang untuk berobat Hardi, tapi setiap bulan ada cicilannya," Katanya dengan wajah senang.
"Maksud ibu, pinjam bank?"
Rita menggeleng, "Tidak bisa, ibu sudah banyak hutang di sana," Rita mendesah kasar.
"Ibu punya kenalan seseorang yang bisa pinjamkan uang," kata Rita lagi dengan senyum mengembang, "Berapapun kamu pinjam dia akan berikan, ini kesempatan kamu untuk sembuh Hardi, lagi pula gaji Sasmita akan cukup untuk mencicil setiap bulanya," Terangnya lagi.
Hardi tampak berfikir, ia juga ingin sembuh dan beraktivitas seperti biasanya, agar tak menjadi beban terus untuk istrinya.
"Nanti Hardi bicara dulu dengan Sasmita Bu,"
"Kenapa harus bicara dengannya, kalau kamu sembuh pasti dia juga yang senang dan dapat untung, siapa laki-laki tampan seperti kamu yang mau dengan wanita kampungan seperti dia!" Ucap Rita dengan nada tak suka.
Sedangkan di dapur Sasmita merasakan telinganya yang berdengung.
'Siapa yang sedang membicarakan ku,' batinya.