Sebelum meninggalkan Kenanga untuk selamanya, Angga menikahkan Kenanga dengan sahabatnya yang hanya seorang manager di sebuah bank swasta.
Dunia Kenanga runtuh saat itu juga, dia sudah tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini selain Angga, dan kini Kakaknya itu pergi untuk selama-lamanya.
"Dit, gue titip adik gue. Tolong jaga dia dan sayangi dia seperti gue menyayanginya selama ini" ~Angga ~
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji" ~ Aditya ~
Apa Kenanga yang masih berada di semester akhir kuliahnya bisa menjadi istri yang baik untuk Aditya??
Bagaimana jika masa lalu Aditya datang saat Kenanga mulai jatuh cinta pada Aditya karena sikap lembutnya??
Bagaimana juga ketika teman-teman Aditya selalu mengatakan jika Kenanga hanya istri titipan??
Lalu, bagaimana jika Aditya ternyata menyembunyikan latar belakang keluarganya yang sebenarnya dari semua orang??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mas tunggu di rumah!!
"Bekalnya di habisin ya Mas??" Ucap Anga sebelum Aditya berangkat ke kantornya meninggalkan Anga di kampus.
"Pasti Mas habisin bekal dari istri Mas"
Senyum Anga terlihat cerah sekali pagi ini. Semoga saja menjadi awal yang baik untuk memulai hari ini.
"Nanti malam Mas jemput pokoknya. Bilang sama teman kamu nggak usah antar kamu untuk malam ini ya??"
"Iya Mas, nanti Anga bilang" Entah bagaimana caranya nanti Anga ke rumah Caca setelah bekerja agar Aditya menjemputnya di sana. Nanti dia akan memikirkan caranya belakangan.
Masalahnya dia tidak bisa terus menolak permintaan Aditya untuk menjemputnya. Bisa-bisa Aditya curiga kepadanya.
"Mas berangkat ya??"
"Hati-hati ya Mas" Anga mencium tangan Aditya dengan takzim.
Anga melihat mata Aditya menyipit, Anga yakin kalau suaminya itu sedang tersenyum kepadanya meski bibirnya tertutup oleh masker.
Anga terus berdiri di tempatnya sampai Aditya menjauh. Melihat suaminya itu sepuas-puasnya karena dia baru bisa melihat suaminya lagi malam nanti.
"Woww sweet banget ya pasangan pengantin baru ini"
Anga malas sekali untuk berbalik melihat siapa wanita yang datang langsung mengucapkan kalimat yang lebih pantas seperti sebuah sindiran itu.
"Masih aja jadi beban suaminya nih si istri titipan"
Anga terpaksa berbalik menatap Angel yang kembali menyinggungnya. Anga begitu heran karena Angel seperti tak ada lelahnya sama sekali untuk mengganggunya.
"Terserah kamu mau ngomong apa Angel. Aku nggak mau dengerin omongan kamu. Mas Adit suami ku ya terserah aku mau ngapain aja. Yang penting Mas Adit juga sayang sama aku. Masalah hubungan ku sama Mas Adit itu bukan urusan kamu dan nggak ada hubungannya sama kamu!!" Anga mengepalkan tangannya dengan kuat. Baru kali ini dia berani melawan Angel.
Apalagi dia seorang diri saat ini, tanpa ada Caca di sampingnya seperti biasa. Entah di mana sahabatnya itu, biasanya Caca akan langsung datang saat Aditya sudah pergi meninggalkan Anga.
"Pede banget lo Anga. Biarpun lo itu istrinya tapi selain lo itu cuma istri titipan lo itu juga nggak di istri yang nggak di anggap sama suami lo sendiri tau nggak lo??" Angel dan kedua temannya tertawa lepas melihat wajah Anga yang sudah memerah.
"Kenapa?? Lo nggak percaya?? Lo tanya aja sama Mbak Diah dan teman-temannya. Ternyata suami lo itu masih merahasiakan pernikahan kalian di kantornya. Itu namanya apa coba??"
Tawa keras dari Angel dan kedua temannya sudah tak terdengar di telinga Anga saat ini karena Anga sedang mencerna ucapan dari Angel.
Air mata Anga sudah menumpuk dan hampir keluar. Anga segera pergi dari sana dan tidak lagi mempedulikan Angel yang kini berteriak memanggil namanya.
Anga menuju ke toilet, menumpahkan semua air matanya di sana. Meski dia sudah bertekad untuk percaya sepenuhnya pada Aditya, tapi mendengar ucapan Angel tadi tetap membuatnya sakit.
"Aku yakin Mas Adit punya alasan sendiri. Jangan mudah percaya sama orang yang nggak suka sama kamu Anga!! Kamu harus percaya sama Mas Adit!!" Perintah hati Anga dengan tegas.
Dia akui kalau dia memang masih begitu labil. Jalan pikirannya bahkan tidak sedewasa Caca, tapi dia sedang berusaha untuk berubah. Mencoba untuk lebih dewasa dalam segala hal, termasuk kebohongan yang dia lakukan, mungkin Anga akan segera membicarakannya pada Aditya.
Daripada kelak Aditya tau dari orang lain dan membuatnya salah paham, lebih baik Anga mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan suaminya.
Anga keluar dari toilet saat melihat pesan dari Caca lalau dia sudah menunggu Anga di kelasnya.
"Dari mana sih lo Nga??"
"Dari toilet bentar"
"Lo habis nangis ya??" Caca menyadari mata Anga yang memerah dan bengkak.
"E-enggak Ca, ini cuma karena masih ngantuk aja. Sekarang waktu tidurnya berkurang"
"Udah ngerasain kan kuliah sambil kerja?? Capek kan??"
"Ya capek makanya aku nggak mau nyusahin Mas Adit. Aku udah tau capeknya cari uang kaya gimana"
"Ck, dasar keras kepala" Cibir Caca.
"Oh iya Ca, aku mau minta tolong sama kamu. Nanti ma.... bentar!!" Anga beralih pada ponselnya yang mendapatkan pesan dari Aditya.
📥 Suami
"Dek, nanti malam Mas mungkin nggak bisa jemput karena ada acara sama Wira dan yang lainnya. Kamu pulang sama teman kamu aja nggak papa. Besok baru Mas jemput kamu. Maafin Mas ya??"
📤 Suami
"Iya Mas, nggak papa kok"
Anga justru begitu lega karena Adit tidak jadi menjemputnya.
"Kenapa sih??" Tanya Caca yang sudah penasaran.
Anga pun menceritakan apa yang membuat Anga begitu lega saat ini.
"Untung masih selamet lo Nga. Besok-besok nggak tau deh"
"Iya Ca, kayaknya aku harus jujur sama Mas Adit. Biar nggak kucing-kucingan kaya gini"
"Dari kemarin napa?? Capek deh!!"
Obrolan mereka terhenti saat dosen mereka masuk ke dalam kelas. Anga tetap berusaha mencerna semua ilmu yang di berikan dosennya di kelasnya saat ini walau badan dan matanya sudah tak bisa di ajak kerjasama.
🍀🍀🍀
Hari sudah mulai gelap. Restoran di tempat Anga juga semakin ramai karena mendekati waktu makan malam.
Anga, Nurma dan lainnya di sibukkan dengan pelanggan mereka masing-masing. Cukup keteteran sebenarnya kalau di jam seperti ini. Tapi karyawan di sana cukup kompeten sehingga tidak terjadi maslaah yang berarti di saat ramai seperti ini.
"Anga!!" Panggil Irwan.
"Iya Mas??"
"Bantu aku untuk mencatat pesanan di rombongan orang kantor yang baru datang itu. Aku akan menyiapkan meja untuk mereka karena mereka jumlahnya lumayan banyak"
"Iya Mas, Ayo" Anga merogoh note kecil dan bolpoin yang selau ada di apron miliknya. Anga juga membawa beberapa buku menu di tangannya.
Anga di bawa Irwan ke salah satu meja yang tertutup dengan hiasan anyaman rotan. Jadi Anga tak bisa melihat tamu-tamu yang datang. Tapi kelihatan kalau tamunya sekarang terdiri dari beberapa orang karna tadi Irwan sempat menggeser meja untuk di satukan.
"Selamat malam Kak. Silahkan Kak buku menunya" Anga meletakkan buku menu itu di atas meja tanpa sempat melihat satu persatu orang hang duduk di sana.
"Anga??" Ucap seseorang yang dia kenal.
"M-mbak Diah??"
Anga langsung melihat ke semua orang yang duduk di hadapannya saat ini.
Deg....
Matanya bertemu dengan seseorang yang kini juga sedang menatap ke arahnya dengan tatapan susah di artikan. Marah, kecewa, sedih, itu yang bisa Anga baca saat ini. Selebihnya Anga tidak tau.
"Jadi kamu kerja di sini??" Tanya Duwi.
"I-iya Mbak"
Anga hanya mampu menundukkan wajahnya. Dia tak sanggup menatap Aditya saat ini. Dia terlaku takut untuk menghadapi suaminya.
"Sejak kapan??" Tanya Diah juga. Tapi tersirat kepuasan di wajahnya.
"Lo suruh istri lo kerja Dit??" Diah beralih pada Aditya.
"Wah parah lo Dit" Cibir Rizky.
"E-enggak kok Kak. Aku kerja karena keinginanku sendiri. Bukan karena Mas Adit" Anga tak mau Aditya di pojokkan karenanya.
Tapi Aditya yang berusaha ia lindungi, sampai saat ini tetap diam.
"Ya udah ayo mau pesan apa?? Nanti acara ulang tahun gue jadi gagal deh" Ajak Diah tanpa mau tau perasaan Anga dan Adit seperti apa saat ini.
Anga pun mulai mencatat semua pesanan tanpa berani menatap Aditya. Tapi Anga sadar betul kalau suaminya terus saja menatapnya dengan begitu tajam sejak tadi.
Anga saat ini benar-benar bekerja melayani mereka semua, seolah-olah dia tak mengenal mereka. Hanya bersikap profesional dalam pekerjannya meski hatinya terus ketakutan dan badannya berkeringat dingin.
"Makasih ya Anga. Ternyata lo pintar juga jadi pelayan restoran. Kalau gitu gie bakalan sering-sering mampir ke sini deh. Byeee" Diah tersenyum dengan begitu puas.
Rencananya untuk membawa Aditya ke sana dan melihat Anga bekerja sukses besar setelah kemarin dia melihat sendiri Anga ada di restoran itu dengan baju pelayan. Muncullah niat jahat Diah untuk mempermalukan Anga di depan Aditya.
"Kami pulang dulu ya Anga. Tetap semangat" Duwi menepuk bahu Anga.
"Makasih banyak Mbak"
Hingga yang terkahir tinggal Aditya di sana. Pria itu berjalan mendekati Anga.
"Mas tunggu penjelasan di rumah!!"
Setelah itu, Aditya pergi meninggalkannya tanpa mau menoleh sedikitpun kepadanya.