Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Setelah memakai pakaian terbaik nya, Tania dan Talita pun memesan taksi online. Karena hari ini mereka akan pergi ke stasiun televisi, jadi lah mereka harus sedikit mengeluarkan uang lebih.
Setiba nya mereka di sana, ternyata sudah di tunggu oleh para kru yang bertugas. Para kru memimpin jalan agar mereka tahu harus menuju ke arah yang mana.
Sesi wawancara pun di mulai. Kepala sekolah dan wali kelas Tania juga datang dan ada di sana.
Talita duduk bersama para guru. Kali ini ia tidak merasa minder karena memakai baju yang lumayan bagus.
Tepuk tangan memeriahkan acara hari itu. Banyak yang kagum kepada Tania. Seorang anak kecil jenius. Mereka bertanya-tanya siapa orang tua dari anak-anak ini.
"Orang tua kami, sudah meninggal dunia. Saya hanya tinggal berdua saja dengan kakak. Kak Talita namanya. Ia rela putus sekolah agar saya bisa melanjutkan cita-cita saya. Saya tidak tahu harus berkata apa lagi. Kak Talita, terima kasih."
Lampu sorot mengarah ke Talita. Wajah cantik itu langsung muncul di televisi. Seketika Naina dan Anton yang sedang menonton acara itu merasakan sesak yang ada di dada mereka.
Anak yang mereka buang, malah di akui oleh khalayak ramai. Anak yang mereka buang, ternyata seorang jenius.
*****
Usaha kue milik Talita, makin hari makin di minati oleh banyak orang. Bahkan ada yang sampai antri hanya untuk bisa memakan kue buatan nya.
Sebenarnya, ia ingin membeli rumah baru agar leluasa melakukan apa saja. Namun, ia kasihan dengan pemilik kontrakan yang baik hati itu.
Selama ini, Pak Man sudah seperti orang tua bagi mereka. Pak Man tidak memiliki keluarga lagi, ia hidup sebatang kara. Maka dari itu ia membangun kontrakan ini dengan bantuan Bagas agar hidup nya ramai dan tidak kesepian lagi.
"Dek, kamu senang nggak hidup di sini? Atau kalau misal nya kakak beli rumah trus kita pindah, gimana?"
"Kalau Tania sih terserah kakak aja. Soalnya, Di sini pun Tania senang. Banyak teman dan Ibu-ibu di sini juga baik. Kecuali yang pake gincu tebal itu tu."
Talita terkikik geli mendengar penuturan adiknya. Bu Romlah memang sangat suka memakai gincu berwarna merah merona. Bukan itu saja, kadang gincu itu sampai menempel di gigi nya, dan terlihat saat ia sedang berbicara.
" Kakak mikirin Pak Man. Selama ini, beliau sudah begitu baik dengan kita."
"Iya, Tania juga mikir nya gitu. Hmm,,, gimana kalau uang nya kita tabung dulu kak. Mana tahu nanti kakak bisa sekolah kembali."
"Entah lah dek. Nanti itu kakak pikir kan dulu."
*****
Beberapa hari berlalu, Romlah mulai menjual kue-kue seperti yang di jual oleh Talita. Ia sangat percaya diri jika ia mampu bersaing dengan anak ingusan seperti Talita.
Bu Romlah tidak tahu saja, kalau Talita sudah di latih dari kecil oleh mantan chef mancanegara. Ya. Nenek nya Talita dulu nya adalah seorang chef.
Semenjak menikah dengan kakek nya, beliau berhenti menjadi chef dan hanya mengurus rumah tangga saja. Di sana lah Talita dan nenek nya selalu bereksperimen dengan bahan-bahan yang ada.
"Kak, dengar-dengar Bu Romlah ikutan jual kue juga loh."
"Bagus dong."
"Loh, kok bagus sih kak. Nanti kalau dia mengambil langganan kita, gimana?
"Semua rezeki sudah di atur Tania. Kita lihat saja nanti. Kali ini, kita atau Bu Romlah yang gulung tikar."
"Kakak Ini iiih."
"Kamu tenang saja, tabungan kita kan udah banyak. Lagian, pelanggan kita tuh udah ada dimana-mana. Bukan hanya di sekitar sini aja."
"Benar juga ya, Kak."
"Yaudah, sekolah yang rajin. Sebentar lagi kan kamu mau ujian. Nanti mau nyambung sekolah dimana?"
"Yang dekat sini aja deh kak. Males kalau harus naik angkot."
"Kakak sih terserah kamu aja. Kamu ini lucu ya dek. Orang berlomba-lomba pengen masuk sekolah bergengsi, nah kamu malah mau nya yang dekat rumah."
"Aku kan nggak bisa jauh-jauh dari kakak. Nanti rindu."
"Udah, sekolah sana, jangan nangis lagi. Ntar di kira orang-orang, kamu udah kakak cubit lagi."
Akhir nya Tania pun pergi meninggalkan Talita di rumah nya sendirian. Tidak bisa di bilang sendiri sih, karena di sebelah mereka Ibu-ibu sudah berkumpul untuk membeli aneka kue milik Talita.
*****
" Kue apaan sih ini? Whuek.. Kayak basi gini lagi."
" Iya ni. Kirain lebih murah dari kue Talita karena enak. Tapi ini, yang ada kita rugi."
"Salah sendiri kalian berkhianat. Sudah tahu si Romlah ini tidak bisa apa-apa. Kalian beli lagi kue nya. Menang-mentang murah, langsung deh nyosor."
"Ya kan kami mau coba juga. Kalau ada yang lebih murah, kenapa enggak."
"Rasakan sekarang makan kue aneh. Aku sih tetap punya Talita ya. Kue nya dia itu udah di akui dimana-mana. Yang beli sampe antri segala. Malah, dia juga sering kasih lebih kalau kita beli lebih dari sepuluh kue."
"Iya, benar itu. Besok-besok aku nggak mau beli lagi kue si Romlah itu. Mana hampir ke sesak lagi makan bolu bantet. Untung nggak meninggoy."
*****
Keesokan hari nya, kedai kue milik Romlah sangat lah sepi. Para tetangga yang sudah tahu kalau kue Romlah tidak enak, langsung balik arah menuju kedai mini milik Talita.
Di depan rumah nya telah tersedia kursi dan meja untuk pembeli yang ingin makan dan duduk santai.
"Permisi, apa ini kedai kue milik Talita?" Tanya seorang Ibu kepada Romlah.
Dengan licik nya, ia pun mengatakan kalau ia adalah pekerja yang bekerja membantu Talita.
"Iya, bu. Mau beli kue apa?"
"Wah, kue nya masih lumayan banyak ya."
"Iya bu. Kebetulan kue nya baru aja matang."
Ibu yang melihat bentuk kue itu merasa aneh. Pasal nya, kue yang pernah ia makan tidak berbentuk seperti itu. Ibu itu pun mencoba kue itu.
"Kue apaan ini? Kok rasa nya aneh begini sih? Benar nggak sih ini kedai Talita."
Bu Romlah yang sudah ketahuan malah diam saja dan tidak menjawab pertanyaan Ibu itu.
"Bu, kalau mau mencari kedai Talita, ada di depan jalan sana. Bukan yang ini. Ini kalau di bilang kue KW pun masih terlalu jauh bentuk dan rasanya."
"Benarkah? Berarti saya di tipu dong. Untung saja tadi saya icip dulu."
"Ibu kan udah icip kue saya. Jadi harus bayar. Walaupun nggak enak menurut ibu, tapi enak menurut orang lain. Yaudah, sana pergi kalian. Jangan kembali lagi ke sini. Huh!"
Bu Romlah sangat marah karena kue nya di hina habis-habisan. Mana kue nya masih tersisa banyak lagi. Habis sudah modal yang ada jika terus menerus seperti ini.